Search

Monday, June 08, 2020

Gowes SMART menyambut NEW NORMAL

Le génie humain a des bornes, Mais la sottise n’en a pas.

 

"Humans genius has its limits, but stupidity does not." (Alexander Dumas)

 

Entah mungkin pemerintah 'hanya' latah untuk mengaplikasikan 'new normal' karena negara-negara lain mulai mengaplikasikannya, atau memang pemerintah telah mempertimbangkannya secara masak-masak saat menyatakan Indonesia akan segera memasuki era new normal.

 

Mengapa saya mengatakan begitu? Karena seperti kita tahu sampai tanggal 7 Juni 2020 peningkatan jumlah pasien positif covid 19 ada 672, sedangkan penambahan jumlah pasien yang dinyatakan sembuh ada 591; sehari sebelumnya tanggal 6 Juni 2020 malah peningkatan jumlah pasien positif covid 19 ada 993, nyaris mencapai angka seribu, sedangkan peningkatan jumlah pasien sembuh ada di angka 464. (Data yang disampaikan oleh Bapak Achmad Yurianto.)

 

Satu alasan yang pasti mengapa pemerintah sudah ingin memberlakukan 'new normal' adalah untuk menyelamatkan keterpurukan sektor ekonomi. Seperti contoh yang saya tulis di artikel sebelum ini, contoh keterpurukan sektor ekonomi di daerah saya tinggal, Semarang, seorang pedagang soto ayam yang sebelum masa pandemi biasa memasak nasi 5 kilogram sehari dan habis dibeli orang, setelah masa pandemi dia memasak hanya 1,5 kg saja kadang tidak habis dia jual. Contoh lain banyak orang yang terpaksa dirumahkan dari tempat mereka bekerja karena memang perusahaan tempat mereka bekerja mendapatkan pesanan barang yang jauh berkurang ketimbang sebelumnya; satu portal berita memberitakan banyak PRT yang tidak lagi dipekerjakan karena banyak keluarga yang terpaksa mengirit  pengeluaran bersama dengan menurunnya income keluarga.

 

Akan tetapi nampaknya banyak masyarakat yang berpikir bahwa pemberlakuan new normal menandakan bahwa virus corona tak lagi semengerikan seperti yang digembar-gemborkan media di awal ditemukannya pasien pertama covid 19 di Indonesia. Apalagi dengan viralnya beberapa tulisan orang di media sosial tentang ketidakpercayaan mereka bahwa virus corona ini benar-benar ada, dan menuduh pemerintah hanya menakut-nakuti rakyat. :(

 

Entah karena masyarakat mulai bosan 'dikurung' terus dalam rumah, bosan merasa takut pada hal yang tak terlihat (virus), atau alasan yang saya tulis di paragraf sebelum ini, new normal ini ditandai dengan kembalinya jalan-jalan ramai (dan macet!), lokasi-lokasi tertentu dipenuhi masyarakat (misal GBK dikunjungi puluhan ribu orang pada hari Minggu 7 Juni untuk melakukan olahraga).

 

PESEPEDA

 

Kekhawatiran bahwa new normal akan membawa 'gelombang kedua' covid 19 (lah, gelombang pertama saja jumlah pasien covid 19 belum menurun!) kawan-kawan yang berkecimpung dalam gerakan moral BIKE TO WORK mengadakan diskusi virtual mengenai apa-apa yang sebaiknya dilakukan oleh para pesepeda untuk membantu pemerintah menekan laju penyebaran covid 19. ini disebabkan melihat kian banyak para pesepeda yang melakukan kegiatan bersepeda beramai-ramai dengan komunitas masing-masing.

 


Dokter Aristi (yang juga seorang pesepeda senior) merumuskan gowes SMART.

 

S merupakan singkatan dari Solo (sendirian) atau Small group; jangan bergerombol. Kalau pun kebelet bareng, jangan lebih dari 5 orang. Jaga jarak sekitar 2 meter antar pelari atau 20 meter antar pesepeda. Pak Yuri mengatakan bahwa ada sekitar 80% penderita covid 19 itu OTG (orang tanpa gejala). Bisa bayangkan bahayanya jika kita bersepeda ramai-ramai karena kita tidak tahu bahwa selalu ada kemungkinan OTG dalam peleton kita.

 

M merupakan singkatan dari Masker; bawalah dan biasakan pakai masker. Jika kita bersepeda di satu jalur yang cukup ramai dilewati orang, kemudian ada seorang pemotor / pesepeda lain menyalip kita, dan kebetulan dia tidak mengenakan masker, plus mendadak dia bersin, atau mungkin meludah, minimal kita telah melindungi diri sendiri dengan mengenakan masker. Bagi para pesepeda profesional -- mungkin atlit yang butuh latihan olahraga dengan serius -- masker bisa dibawa, dan dipakai saat dibutuhkan. Jika kita bersepeda menyusuri sawah yang sepi, ya boleh lah masker kita lepas untuk sementara.

 

 

A merupakan singkatan dari Arm protection; kenakan jersey lengan panjang atau gunakan manset. Pesepeda bisa pakai gloves. Hindari virus menempel di kulit lengan. Kalau memungkinkan, kita tidak perlu mampir warung ya, bawa minum sendiri. Jika butuh cemilan ya bawa sendiri dan ngemil saat melewati tempat yang sepi. Cuci tangan dengan sabun jika hendak makan. Nah, jadi tambah kudu bawa sabun deh. Lol. Ya, pokoknya kalau dirasa butuh mampir warung, dan yakin bahwa warung itu terjaga kebersihannya, kita tetap harus mencuci tangan dengan sabun.

 

 

R merupakan singkatan dari Rute; pilih rute atau lintasan yang tidak ramai. Hindari keramaian, agar tidak berpapasan dengan orang banyak. Jika memungkinkan, perhatikan zona-zona merah di daerah kita, hindari lewat zona-zona tersebut.

 

 

T merupakan singkatan dari Timing; pilih waktu lebih pagi, jam 05.00 - 06.00, jam segini biasanya belum terlalu banyak orang yang keluar rumah, dan udara pun juga masih segar. Jika bersepeda untuk meningkatkan imun tubuh, kita tidak perlu melakukannya sampai lebih dari 60 menit kan ya. Satu jam dengan kecepatan rata-rata 15 km / jam sudah cukup. Jika targetnya lebih dari 15 menit, bisa berangkat lebih pagi lagi, setelah shalat Subuh jam 04.30, kita bisa langsung keluar rumah, dengan catatan pilih rute yang aman, dan jangan kenakan/bawa aksesoris yang tidak penting untuk menghindari kejahatan seperti penodongan.

 

 

Dokter Aristi sebenarnya telah mencoba memasyarakatkan ide "Gowes SMART" ini via media sosial sekitar sejak awal Juni 2020, kemudian diviralkan oleh kawan-kawan pesepeda lain, entah lewat facebook, instagram, maupun twitter. Ini karena dia gemas melihat masih banyak postingan kawan2 pesepeda yang bersepeda dalam gerombolan dengan jumlah orang yang cukup banyak, kemudian berfoto bersama sambil nampak haha hihi tanpa mengenakan masker, konon DEMI EKSIS. Jika yang melakukan ini para pesepeda baru alias baru bersepeda setelah pandemi atau mungkin baru 1-2 tahun terakhir, masih bisa dipahami, (meski juga mengesalkan) mungkin karena mereka butuh eksis. Namun jika yang melakukannya para pesepeda yang sudah lama bersepeda -- entah untuk olahraga entah untuk yang lain -- kira-kira di atas 6 tahun, rasanya memang membuat tangan gatal, untuk mengetik kata-kata kasar di keyboard. Lol.

 

Melalui tulisan ini, saya menghimbau, mari kita yang waras, lol, turut serta memasyarakatkan ide "Gowes SMART" ini, demi Indonesia yang lebih sehat dan membaik secara ekonomi maupun di sektor-sektor yang lain. 


Be a GENIUS. No need to spread stupidity.

 

08 June 2020






No comments: