Search

Saturday, January 28, 2023

KEMATIAN DAN KARMA

 


Beberapa minggu yang lalu saya telah menulis tentang 'karma' yang saya sarikan dari obrolan saya dengan Mer dan Mel, dua sahabat lama saya, ketika kami bertiga reunian.

 

Pertengahan tahun 2021, saat berita kematian kita dengar setiap hari -- gegara merebaknya covid varian delta -- dan saya sempat terpuruk mendengar kabar Pak Haryoko pun meningga gegara covid, saya membaca status Devita yang cukup menghibur saya.

 

Kematian itu sama sekali bukan hukuman. Kematian adalah sebuah fase yang lain. Kematian juga termasuk hak, sama dengan hak untuk hidup. (Copas dari wall Devita)

 

Mengapa terhibur? Ya, kita tidak bisa terus menerus menangisi kepergian seseorang bukan, terutama saat memang sudah saat seseorang harus pergi, dan bahwa kematian 'hanyalah' satu fase dalam kehidupan manusia. Kematian juga bukan hukuman karena apa-apa yang telah dilakukan oleh seseorang dalam hidupnya.

 

(ga perlu lah kita menertawakan kematian seseorang hanya karena, misalnya, orang itu pernah menyakiti orang yang kita percaya sebagai orang baik, #nomention dan menganggap kematiannya adalah karma buruknya.)

 

Beberapa saat lalu, di grup alumni saya membaca berita tentang kematian mahasiswa UI yang (konon) ditabrak oleh mobil polisi namun kemudian justru dia lah yang menjadi tersangka dalam kasus itu. Selain berita kematian mahasiswa UI ini, juga ada berita tentang kematian mahasiswi Universitas Suryakencana Cianjur. Konon kematiannya juga ada hubungan dengan mobil yang dikendarai polisi. Dan seperti 'biasa' jika ada kasus kematian yang berhubungan dengan 'aparat' pasti sang aparat -- apalagi jika pangkatnya sudah tinggi -- tidak akan pernah disalahkan.

 

Sebenarnya, seperti kebanyakan orang, tentu saya juga sedih mengetahui hal-hal seperti ini. Namun, kembali ingatan pada obrolan saya dengan Mer dan Mel, plus apa yang dinyatakan oleh Devita tentang kematian, saya merasa tidak perlu sedih secara berkepanjangan. Mereka yang meninggal -- dengan bagaimana pun caranya -- 'hanyalah' melewati fase kehidupan. 

 

PT56 12.12 28.01.2023

 

Wednesday, January 25, 2023

A - GAMA

 


Di bawah ini, bukan tulisan saya; saya copy paste dari 'note' di facebook, tulisan seorang kawan, Devita, sebagai balasan tulisan saya, yang bisa dibaca di link ini.

 

Agama, masihkah A - GAMA?

 

Teringat lagi pelajaran agama di sekolah, sekitar 15 tahun yg lalu..

Bapak guru yang sangat lugu dan konvensional itu berkata:

 

" Setiap manusia mempunyai suatu hak asasi, yaitu memilih Agama. Agama adalah salah satu kebutuhan dasar manusia karena agama diambil dari kata A dan GAMA. A artinya TIDAK, dan GAMA berarti RUSAK. Maka Agama diperlukan untuk menghindarkan bumi dari kerusakan, sengketa, termasuk juga kerusakan akhlak..."

 

Apa kabar pak guru? Sudah lama berlalu, dan bahkan sebetulnya saya lupa ini pelajaran SMP atau SMA..

Mungkin bukan cuma saya yang lupa, tapi jutaan manusia juga lupa UNTUK APA ADA AGAMA..

 

Lepas dari fungsinya yang mulia, yang mestinya adalah 'menata' hidup manusia, agar 'tidak rusak', agar punya aturan main di bumi, agar tau hitam-putih, baik buruk.. kebanyakan manusia malah akhirnya menjadikan agama sebagai bungkus, plastik, wadah, container, atau kemasan..

Manusia sibuk membungkus dirinya sendiri, takut tercemari agama lain..

Ada yang sibuk menjadikannya kotak, mengeksklusifkan diri dan mengklaim dirinya adalah yang terbaik..

Manusia jadi lupa, bahwa Agama ini milik dunia, bukan punya satu kaum saja..

 

Masihkah Agama menghindarkan diri dari kerusakan, saat manusia merusak hidup orang lain?

Masihkah kita tak rusak, saat keseimbangan alam dirusak?

Apakah agama tak jadi rusak, saat tempat memujinya dirusak? Padahal DIA tak berdiam di tempatku saja.. Datanglah ke gereja, DIA ada di sana. Berdiamlah di masjid, karena DIA menunggumu di sana. Bertandanglah ke vihara dan pura, berdoalah di kuil karena DIA juga di sana. Dan mampirlah ke rumahku, karena Tuhan pun bersemayam di hatiku.

Saat manusia menodai satu tempat saja di bumiNya, bukankah dia merusak imannya?

Dan saat manusia menyakiti satu saja manusia, tidakkah dia menghinakan penciptanya?

 

Agama adalah untuk hidupmu, agar kau tau bagaimana harus mengucap kebesaranNya, agar kamu tau jalannya. Bukan waktunya lagi manusia memilihkan jalan hidup orang lain.

Bukankah DIA yang lebih mengerti?

Kalau saja DIA menghendaki agamaku dimiliki olehmu, maka DIA hanya akan turunkan SATU. Bukan dua, lima, sepuluh..

Dan DIA tak butuh pengakuanmu, tapi juga tak terusik pendustaanmu,

karena tanpamu dan tanpaku pun.. DIA tetap ada.

 

Dia hanya ingin memperlihatkan cinta, lewat manusia, mahlukNYA dan ciptaNYA,

karena DIA adalah cinta.

Mulai saat ini juga, pegang erat tanganku, siapapun aku dan kamu,

tangisi dan katakan kamu malu,

tentang bagaimana kau memperlakukan agamamu.

 

Mulai detik ini juga, genggam erat jemariku, siapapun aku dan kamu,

kenali DIA dalam hatimu,

sebarkan cinta di dunia,

seperti DIA menciptakanmu juga.

 

Tanganku kini terbuka, siapa yang siap menyambutnya?...

 

Monday, January 16, 2023

HOUSEHUSBAND

 

young Lee Majors, such a hunk!

HOUSEHUSBAND

 

Tulisan mbak Dyna tempo hari mengingatkan saya pada seorang kawan sekelas saat kuliah di American Studies UGM, 20 tahun yang lalu.

 

Waktu saya kuliah di American Studies Graduate Program UGM, ada seorang kawan sekelas yang mengajak serta suami dan anaknya (yang waktu itu berumur 4 tahun) pindah ke Jogja, untuk menemaninya. Satu hal yang kurang lazim di masyarakat Indonesia waktu itu. Beda jika yang ikut serta itu seorang istri ya.

 

Bisa dipahami jika kemudian muncul beberapa pertanyaan di antara kawan-kawan: "Memang suaminya kerja apaan? Kok bisa ikutan pindah ke Jogja? Atau dia memang tidak bekerja? Lelaki macam apa itu kok tidak bekerja?" blah blah blah …

 

Pertengahan semester 1, kawan saya ini jatuh sakit, hingga perlu opname di rumah sakit. Tentu saja semua diurus oleh suaminya. Melihat hal ini, saya pribadi berbicara pada diri sendiri, "oh, mungkin memang kawan kuliah saya ini jenis orang yang kesehatannya kurang bagus, sehingga selalu butuh dikawal oleh sang suami.

 

Kebetulan saya dan teman saya ini -- plus beberapa kawan lain -- sering bekerja sama dalam mengerjakan tugas-tugas kuliah hingga lama-lama kami tahu bahwa memang menjadi pasangan ini dengan sengaja memilih lifestyle yang belum begitu familiar di tengah masyarakat: si perempuan menjadi perempuan berkarir, sementara sang lelaki berhenti bekerja setelah anak (pertama) mereka lahir. Mereka berdua sadar bahwa karir si perempuan akan lebih cemerlang jika dilanjutkan dibandingkan jika si laki-laki yang terus bekerja. Mempekerjakan seorang babysitter bukanlah opsi bagi mereka berdua untuk merawat dan membesarkan anak.

 

Tentu saja pilihan yang kurang populer ini sempat dikecam oleh pihak keluarga mereka sendiri. Namun mereka terus memperjuangkan apa yang mereka percayai: hubungan suami istri tidak akan tergoyahkan hanya karena si lelaki tidak bekerja, bahwa si perempuan tetap menghormati hubungan yang dibina "meski" kata orang-orang yang melihat pasangan ini mengatakan bahwa si lelaki tidak memiliki rasa tanggung jawab sebagai seorang "kepala rumah tangga". Tidak ada yang perlu merasa lebih penting dalam hubungan suami istri yang setara, bukan? Masing-masing memiliki tugasnya sendiri-sendiri.

 

Semarang, 16 Januari 2023

 

Semarang, 14.14 16 Januari 2023

Sampiran:

Lee Majors muda. baru sekarang saya tahu salah satu pemicu dia dulu bercerai dengan Farrah Fawcett (istri keduanya yang pernah populer main dalam film serial Charlie's Angels) adalah cara berpikirnya yang tradisional: laki-laki bekerja di luar, perempuan melakukan kegiatan rumahan; dia inginnya tiap pulang bekerja sang istri menyambutnya dengan masakan yang dimasak sendiri. I still adore him though, kan dia bukan suami saya? hahahahahaha ...

 Tulisan versi Bahasa Inggris -- saya tulis 16 tahun yang lalu -- bisa dibaca di link ini.