Search

Thursday, December 14, 2023

GIBRAN RAKABUMING RAKA

 Tulisan ini saya copas dari wall Andi Setiono



PERSOALAN GIBRAN TENTANG KEBOCILAN & KE-MILENEALAN-NYA

 

Satu2nya yang pasti hari ini, hari-hari menjelang pilpres yang sungguh menyebalkan ini. Adalah bangsa ini menemukan watak dan bentuknya yang asli: mudah nyinyir, berpikir instant, miskin rasa hormat dan duafa dalam loyalitas. Lalu apa sebabnya?

 

Pertama, bangsa ini adalah bangsa peniru, yang selamanya watak masyarakatnya hanya "ikut-ikutan". Bila dalam bahasa sosial media mereka disebut follower. Sayangnya, mereka adalah follower yang emosional, bukan rasional. Watak iklim tropis membuat mereka tidak butuh waktu panjang untuk memutuskan segala sesuatu. Sifat spontan, yang dahulu menjadi ciri orang pesisiran, sekarang menjadi ciri umum yang bahkan telah merasuk jauh sampai ke pedalaman. Artinya "pada bae".

 

Kedua, kemajuan dalam banyak hal hanya membuat masyarakatnya ternyata tak belajar apa2. Kecuali mereka adalah kelompok pengguna. Akibatnya, arah gaya hidup mereka akan menuju ke sesuatu yang semakin praktis dan instan. Sayangnya hal tersebut tidak diikuti oleh konsekuensi yang mengiringinya. Terutama dalam konteks biaya dan resiko sosialnya. Hal paling terasa dalah penggunaan smartphone dan motor dalam kehidupan sehari2. Keduanya adalah katarsis, penyeimbang untuk tetap eksis bertahan dalam kegilaan dunia nyata.

 

Ketiga, dan menurut saya ini yang paling parah. Orang tua adalah pihak yang paling pantas dipersalahkan dalam memilih pola asuh, pola ajar dan pola didik terhadap anak2nya. Semakin maju cara berpikir orang tua, sesungguhnya pilihannya semakin terbatas, justru karena konsekuensinya. Sedemikian membingungkannya mereka memberikan bekal untuk sang anak. Sehingga apa pun pilihannya adalah perjudian yang tak terperi hasilnya. Dunia pendidikan justru selalu menjadi titik awal keruwetan pola hubungan orang tua dan anak.

 

Dalam pusaran inilah kita diharuskan memahami Gibran Rakabuming Raka, yang hari2 ini secara ajaib & absurd tiba2 menjadi cawapres. Dan sebagai kalangan "old school", kita sedemikian kecewa. Karena gagal memahaminya sebagai seorang bocil sebagai wakil dari generasi mileneal.

 

Bila sedikit mundur, menarik ke belakang, di tahun akhir 1980-an ketika datang era globalisasi. Pada saat itu kita terkaget2 dan gagal memahaminya, bahkan jatuh paranoid karenanya. Dulu dosen saya, Pak Juwono Sudarsono berkali2 menulis di media tentang makna, sifat dan manfaat globalisasi tersebut. Sedemikian panjang lebar, karena moment yang mengiringinya adalah berakhirnya Perang Dingin dengan Amerika sebagai pemenang tunggal.

 

Belakangan kita menyadari bahwa globalisasi itu lebih pada Amerikanisasi. Kita harus "Menjadi Amerika" nyaris dalam segala bidang kehidupan. Kita baru menyadari bahwa terlalu banyak hal, bahkan terlau jauh sudah politik, budaya, dan gaya hidup kita yang semakin di-Amrika-kan. Walau ajaibnya, ternyata yang paling bisa mengambil manfaat dari "amerikanisasi" tersebut justru adalah bangsa China atau sebut saja Tiongkok.

 

Sehingga, di hari-hari ini globalisasi menemukan bentuk paling nyatanya dalam konteks Sinoisasi. Lalu apa maknanya? Yang belakangan atau dalam terminologi di atas si peniru atau follower-lah yang memetik keuntungan paling instant. Bahwa boleh saja orang lain yang menjadi penemu, tapi yang paling mengambil keuntungan adalah mereka yang bisa memproduksi, memasalkan, dan menjadikan uang. Di hari ini, mungkin lebih dari 50% produk yang ada di sekitar kita adalah merek China.

 

Dan begitulah kita harusnya memahami sepak terjang Gibran di hari ini, sedari awal ia muncul dan beranjak makin ke atas.

 

Menjelaskan kenapa ia sedemikian mudah dihina, direndahkan, dan dilecehkan. Ia sebagaimana "produk China" pada masa awal selalu dibanding2kan dengan yang lebih dulu. Ia hanya dianggap memanfaatkan posisi orang tuanya, terutama ayahnya. Ia dianggap "bocil", sesuatu yang sangat menisbikan peran dan sumbangan yang sudah ia berikan pada kotanya. Walau tetap saja sulit untuk dipungkiri kebenarannya, bahwa ia memang masih mentah dalam banyak hal. Hebatnya, ia sendiri secara terbuka, mengakui bahwa anggapan itu tidak salah dan ia bisa menerimanya.

 

Di titik inilah, semestinya kita memahami bahwa ia adalah pribadi yang berbeda, dari generasi yang berbeda. Ia apa yang kita sebut secara gampang sebagai mileneal, walau sesungguhnya tetap saja kita akan gagal memahaminya.

 

Jadi persoalannya justru terletak pada "kita-kita" yang mencoba menghakimi dengan kacamata kuda dan menelisiknya dengan pisau bedah dari generasi yang jauh lebih lampau, yang barangkali usang dan karatan. Dan lalu kita bersembunyi pada konteks2 moral dan universalitas, sesuatu yang selalu kita agung2kan tetapi sesungguhnya kita lah para pelopor pertama yang merusaknya.

 

Persoalan menjadi semakin lucu dan rancu, ketika kita menuntut kesetiaan dirinya pada sesuatu. Realitasnya ia bisa mudah saja berpindah usaha atau pilihan bisnis, semudah ia mengganti sendal atau t-shirt. Ia bisa saja mengganti mobilnya yang dibelinya dengan mahal, tapi menjual balik dengan murah, hanya demi mengganti isi garasinya dengan sesuatu yang dianggapnya lebih fresh. Ia adalah cerminan generasi mileneal yang tak butuh loyalitas, ia butuh ruang ekspresi yang jauh lebih personal.

 

Loyalitas generasi mileneal adalah pada dirinya sendiri, pada keinginan dan ambisinya sendiri.

 

Di titik inilah saya termasuk orang tua, yang percaya bahwa Jokowi pada mulanya pasti juga tidak merelakan anaknya bertarung di arena yang tidak benar2 ia siap hadapi, medan yang penuh binatang buas yang memang tak butuh toleransi maupun loyalitas. Gila saja, kalau Jokowi mebiarkan istrinya meluapkan dendamnya pada ibu Ketum dengan cara mengorbankan anak sulungnya yang kebetulan dari tampangnya saja memang sudah mejen, unyu, dan medioker itu.

Tapi terkadang bahkan perhitungan yang paling baik, rasional dan presisi sekalipun, bisa meleset. Menguatkan pemeo usang sepandai2 tupai melompat ia terpeleset juga. Jokowi memang berkali2 terpeleset dalam memilih "orang yang bisa dipercaya". Sesuatu yang memang nyaris mustahil di hari ini. Di titik inilah barangkali, ia pada akhirnya merelakan anaknya. Setidaknya ia masih punya istrinya, ibu dari sang anak. Yang bagaimana pun pasti akan didengar dan digugu suara dan pendapatnya.

 

Sialnya, lagi-lagi sialnya.

 

Sebagian sangat besar dari mereka-mereka yang dulu jadi pendukung Jokowi. Baik mereka yang sesungguhnya sudah memperoleh sedemikian "banyak manfaat". Mereka yang seharusnya bisa menjadi agen pencerahan, atau minimal mereka yang berkewajiban menarik tuas rem. Berhenti sejenak, menunggu, baru memberikan pendapatnya. Justru langsung nge-gas bablas, membiarkan jari jemarinya mengeluarkan kata2 yang menurut saya justru mendedah "kemiringan" watak dan karakter asli mereka.

 

Mereka2 yang mencoba mendayung dan berselancar masuk ke dunia mileneal, tetapi sudah gagal sejak awal di depan pintu masuk. Justru karena terlalu banyak terbebani pada "beban moral" yang sesungguhnya adalah omong kosong belaka. Mereka2 yang merasa diri "mainnya jauh", tetapi sesungguhnya tak lebih hanya menghabiskan energi tanpa anugerah kebijaksanaan baru yang seharusnya menjadi hadiah dari travelingnya itu.

 

Bagi saya, realitasnya Gibran, sebetapa pun terjal, berliku, dan busuk jalannya: ia telah ada di posisinya. Apa yang secara satir, ia sampaikan sebagai "saya telah ada di sini". Menjelaskan bahwa hal itu bukan melulu mau dirinya, ayahnya, maupun keluarganya. Kita yang nyinyir membacanya sebagai si bocil telah di sini. Sedang generasi yang konon 50% dari populasi NKRI itu membacanya sebagai "genrasi mileneal telah di sini".

 

Gak usah kaget, gak usah berteriak menuduh ini itu. Kalau Gibran dengan pasangannya itu bisa menang satu putaran!

Itu hukuman bagi kita yang telah sedemikian merendahkannya...

.

.

.

NB: Tulisan ini lahir atas permintaan dan desakan seorang ibu, orang tua tunggal, yang kebetulan anaknya besok2 ini adalah pemilih baru. Ia gusar, bingung, dan tak berdaya, bagaimana ia harus memahami anaknya yang sedemikian tergila2 pada GRR. Ia bingung dengan profiling Gibran, yang sedemikian "kaya gitu banget". Figur yang ditanya bagaimana cara mengatasi ledakan lulusan sarjana untuk memasuki dunia kerja. Dijawab ya jadi pengusaha saja. Simpel, nggampangke, dan jelas menjengkelkan.

 

Pribadi berwatak bocil yang ditanya sesuatu, dijawab dengan "gitu kok ditanyakan".

 

Namun barangkali, kita lupa bahwa ia adalah pribadi pekerja keras ala2 generasi mileneal. Generasi yang mewarisi beban harus berbuat sesuatu yang baru, tapi sekaligus musti dengan cepat dan biaya murah. Ia adalah generasi yang meyakini korupsi adalah sejelek2nya tabiat bangsa ini, yang paling sulit disembuhkan. Ia yang barangkali telah jengah dengan gaya berdebat kusir, tapi sesungguhnya nyaris tidak bisa bekerja secara kongkret.

 

Gibran adalah generasi yang lain, dimana yang kita iri dan dengki-kan adalah fasilitas yang dimiliki dan diberikan bapaknya. Sambil kita lupa, ia berani mengambil resiko dan menanggung beban yang seharusnya masih ada di pundak bapaknya. Jelas ia berani mengambil resiko untuk disalah pahami dan dalam konteks tertentu memperpanjang nafas majalah Tempo untuk menjadikannya bahan caci maki dengan berbagai media reportasenya. Weih.

 

Saya hanya mencoba sedikit membuat imbang, jika di lingkaran pertemenan saya semua menjadi public-enemy bagi Gibran. Setidaknya saya melihatnya sebagai bocil yang berani dan beruntung, yang pandai memanfaatkan ke-milenal-annya. Sesuatu yang di generasi sebelumnya, sekalipun berusaha keras memahaminya, tetap saja selalu berakhir gagal.

Karena apa? Karena ke-milenal-an memang bukan miliknya...

Pelanggaran HAM (?)

 

Sebagai seseorang yang baru mencoba membuka 'pikiran' untuk menerima Prabowo Subianto sebagai pasangan Gibran Rakabuming Raka dalam pilpres 2024, saya mulai membaca beberapa artikel tentang PS ini. kemarin saya membaca tulisan tentang PS ini di wikipedia. ada yang bilang, ada buku biografi tentang PS di mana dia bercerita bahwa dia dijadikan 'tumbal' reformasi dengan tuduhan dia harus bertanggungjawab pada semua aktivis reformasi yang diculik di tahun 1998, dimana 13 orang menghilang -- yang berarti telah dibunuh. PS sendiri mengaku bahwa dia menculik 9 orang, namun 9 orang itu semua telah kembali ke keluarganya masing-masing, safe and sound. Yang 13 orang lain lagi, itu bukan PS yang melakukannya. ada dugaan bahwa Suharto -- presiden kedua RI -- telah memerintahkan orang lain untuk menculik 13 orang itu. 'sialnya' PS yang dituduh melakukan semua penculikan.

mungkin orang berpikir bahwa Pius Lustrilanang dan Budiman Sujatmiko yang (akhirnya) bergabung di kubu PS mengalami 'stockholm syndrome', atau "mereka telah dibeli: uang dalam jumlah tak terbatas telah membungkam mereka."

anyway, untuk pertama kali, saya tertarik untuk membeli buku biografi seorang politisi. seumur-umur saya belum pernah! lol. 

Di bawah ini, saya copas status facebook seorang Andjar Pras yang membuat saya bergidik saat membacanya.

 

waktu Mega dan Prabowo mendaftarkan diri sebagai capres cawapres di pilpres 2009

𝐌𝐄𝐆𝐀𝐖𝐀𝐓𝐈, 𝐏𝐑𝐀𝐁𝐎𝐖𝐎 𝐝𝐚𝐧 𝐏𝐞𝐥𝐚𝐧𝐠𝐠𝐚𝐫𝐚𝐧 𝐇𝐀𝐌 𝐁𝐞𝐫𝐚𝐭

 

MOTINGGO Busye pernah menulis cerita pendek di Harian Kompas berjudul Dua Tengkorak Kepala. Berlatar Aceh, cerpen tersebut berkisah tentang dua tengkorak kepala. Dua tengkorak itu ada lubang peluru. Satu peluru tentara Jepang, satu peluru berasal dari tentara Indonesia. Motinggo ingin mengatakan, nasib rakyat Aceh sama saja di masa pendudukan Jepang dan Indonesia, menjadi korban pembantaian.

 

Baca disini ya :

 

https://www.acehnews.id/.../yang-lenyap-dan.../index.html

 

Semua bermula dari tanda tangan Megawati, presiden kala itu. Jelang tengah malam 18 Mei 2003, Megawati masih terjaga. Di depannya ada Keppres Nomor 28 Tahun 2003 tentang Pernyataan Keadaan Bahaya dengan Tingkatan Keadaan Darurat Militer di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Tenggah malam itu, Megawati membubuhkan tanda tangannya. Inilah babak berdarah-darah rakyat Aceh pasca reformasi. Darurat Militer diberlakukan di Aceh. Tak mengherankan kalau kemudian Aceh berubah serupa jalur Gaza. Dari berbagai laporan, 30.000 TNI bersama 12.000 polisi dikirim ke Aceh, menambah sejumlah pasukan yang telah ada sebelumnya. Inilah pengiriman pasukan besar-besaran pasukan ke Aceh setelah era Orde Baru. Aceh dijadikan medan pemburuan baru oleh Megawati. Dengan tangan dingin, Megawati memerintahkan anggota GAM atau siapa saja yang dituduh GAM untuk ditangkap hidup atau mati. 

 

Amnesty International melaporkan sewaktu Darurat Militer, sekitar 200.000 orang Aceh terpaksa tinggal di kamp pengungsian. Sementara itu, sebanyak 2.879 anggota GAM tewas sejak Mei 2003, dan 147 warga sipil meregang nyawa selama Mei 2003 - Februari 2004. Masih banyak korban-korban yang tak tercatat. Korban sebanyak itu hanya terjadi sepanjang 6 bulan. Maka pembantaian tersebut memang dilakukan secara sistimatis, semacam genosida. Kenapa warga sipil mengungsi? Karena atas perintah Megawati, tentara dan polisi harus menggiring rakyat Aceh dari kampung-kampung ke pengungsian. Alasannya agar para anggota GAM terpisah dari rakyat.

 

Lihat Videonya di sini :

 

https://youtu.be/jjsnUzVYBhw?si=K8s22Qq64UsUBynu

 

Warga sipil dipaksa berpartisipasi dalam macam-macam kegiatan yang mendukung operasi militer. Dalam laporan berjudul Aceh at War: Torture, Ill-Treatment and Unfair Trials, Human Rights Watch mewawancarai 35 orang dewasa dan anak-anak tahanan dari Aceh di lima penjara di Jawa Tengah. Mereka memberi kesaksian telah disiksa dengan cara merendahkan martabat manusia, termasuk disetrum dan disundut rokok.

 

Padahal, beberapa tahun sebelumnya (1999-Saat menjadi Pemenang Pemilu di era Order Reformasi) ketika berpidato di Aceh, Megawati menangis tersedu-sedu. Ternyata air mata Megawati sama dengan air mata Has-2, air mata buaya.

 

Baca lengkap disini ya ;

 

https://tirto.id/catatan-kekerasan-ham-pada-zaman...

 

Dalam dokumentasi organisasi hak asasi manusia di Jakarta seperti KontraS dan Elsam mencatat soal pembunuhan terhadap pemimpin Papua Theys Eluay oleh Kopassus pada 11 November 2001, kurang dari empat bulan setelah Megawati berkuasa.

 

Kasus lain adalah peristiwa penembakan oleh "orang tak dikenal" terhadap Else Bonay Rumbiak dan Mariana Bonay, istri dan anak Johanis G. Bonay, Direktur Lembaga Studi dan Advokasi HAM Papua, pada Desember 2002.

 

Pada Juli 2004, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia merilis laporan soal pembunuhan terhadap 9 orang dan 38 korban luka berat dan cacat di Wamena selama penyisiran oleh TNI/Polri pada 4 April 2003. Komnas HAM mencatat, selama peristiwa yang dikenal Tragedi Wamena-Wasior itu, ada pemindahan secara paksa terhadap penduduk di 25 kampung. Selama masa pemindahan paksa itu, sebanyak 42 orang meninggal karena kelaparan.

 

Di akhir masa kekuasaan Megawati, pembela HAM terkemuka Munir Said Thalib meninggal. Pada 7 September 2004, kurang dua bulan sebelum Megawati diganti Susilo Bambang Yudhoyono, Munir tewas dalam penerbangan menuju Belanda untuk melanjutkan studi.

 

Terkait PILPRES 2024, Prabowo Subianto yang mencalonkan diri sebagai salah satu CAPRES ,isue Pelanggaran HAM Berat kembali diangkat menjadi trending topik.

 

Sehubungan hal tersebut Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Wiranto merespons, isu pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang selalu dikaitkan dengan calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto setiap menjelang Pilpres. Wiranto mengatakan isu itu bahkan digunakan sebagai bahan pembunuhan karakter.

 

Komen pak Wir, bisa dilihat disini :

 

https://news.detik.com/.../wiranto-heran-isu-pelanggaran...

 

"Saya sendiri juga merasa heran tatkala menjelang pemilu selalu saja dugaan pelanggaran HAM di masa lalu, yang diarahkan kepada para prajurit TNI termasuk saya, Pak Prabowo, selalu saja diungkit-ungkit kembali, dimunculkan kembali, bahkan dijadikan karakter assasination," ujar Wiranto dalam keterangannya, Senin (11/12/2023).

 

Wiranto juga berbicara mengenai adagium yang menyebutkan bahwa perbuatan satu aparat tertentu di masa lalu hanya dapat dinilai dan diukur dengan norma hukum saat itu. Karena itu, Wiranto menilai menjadi tak adil jika dinilai dengan tolak ukur masa kini.

 

Isue pelanggaran HAM Berat ini juga muncul pada DEBAT CAPRES dari Kubu Ganjar Pranowo, yang menanyakan kepada kepada PRABOWO SUBIANTO. Walaupun tidak secara lugas, materi ini secara tidak langsung juga mempersoalkan tentang Peristiwa Penculikan Aktivis yang dilakuikan Pasukan pimpinan Prabowo pada masa Peralihan tersebut.

 

Jadi, bagi para Pendukung Paslon Kubu pasangan Ganjar-Mahfud yang getol menaikkan isue ini, maukah nanti jika Ketua Partai sekaligus pemimpin Koalisi Pasangan Nomer urut dua ini juga kembali diangkat isue tentang Pelanggaran Ham Berat disaat beliau menjadi Presiden......?

 

Karena didalam penegakan Hukum tidak boleh ada tebang pilih bagi semua pihak.

 

Hayok mikir yok.....

 

14/12/2023

 

Pepelegi,Sidoarjo

 

cover biografi PS

P.S.:

orang-orang Kagama yang tidak mau memilih PS memiliki alasan mereka trauma kerusuhan di tahun 1998, karena mereka yakin kerusuhan itu didalangi oleh PS. mengapa mereka sebegitu yakin? tentu karena mereka hanya mendengar selentingan-selentingan berita, tanpa mencoba mencaritau lebih lengkap apa yang sebenarnya terjadi. 

MS48 18.30 14.12.2023

Wednesday, December 13, 2023

Debat Capres 2024

 


Hari Selasa 12 Desember 2023 dipilih sebagai hari dilaksanakannya debat capres pertama. Tentu saja saya tidak nonton: jam diselenggarakannya debat tepat saat saya berada di dalam kelas, demi turut memajukan kecerdasan generasi penerus bangsa. Saya pulang dari tempat kerja sekitar pukul 20.40. 20 menit kemudian, saat masuk rumah, saya harapkan ada seseorang yang sedang menonton televisi di ruang makan, saya akan langsung bergabung untuk nonton sejenak, meski mungkin hanya dapat 'buntut'nya doang.

 

Ternyata, ruang makan kosong, televisi dalam kondisi off. Suami Riz -- adik ragil -- yang biasanya menonton televisi tidak nampak. Saya baru ingat, Riz sedang opname di RS Tlogorejo. Suaminya pasti menginap di RS, menjaga istrinya. Angie nampak santai-santai saja, keluar dari kamar mandi, dia habis keramas. Dua keponakan jelas sudah tidur di kamar, dan Noek juga sibuk di kamarnya sendiri. Noek tidak nampak tertarik pada obrolan tentang pilpres. 'ally' saya untuk membahas tentang copras capres di rumah adalah Riz, tapi kali ini dia sedang 'menginap' di RS.

 

Tadi pagi, Rabu 13 Desember 2023, saat sarapan bareng, Angie bercerita dia 'menengok' lapak twitter-nya, untuk ngecek omongan orang tentang debat capres semalam. Ada seseakun yang melakukan polling: capres mana yang menjuarai debat semalam. Hasilnya: 88% orang memilih Anies sebagai juwara. Di bawah polling itu, berderet-deret respons yang semuanya memuja kepiawaian Anies. Aku pun tertawa, sambil berkomentar bukannya memang AB terkenal aheli menata kata? Ahli berbicara? Dan orang tahu bahwa mereka yang aheli bicara pasti justru tidak mampu bekerja dengan baik, lol.

 

"Akhir-akhir ini tuh ya, Mama perhatikan di banyak postingan perpolitikan di IG, puluhan, bahkan mungkin ratusan komentar yang ada semua memuji paslon nomor 1, yang bakal terpilih sebagai presiden tahun 2024 - 2029. ini menunjukkan paslon nomor satu ini kian banyak buzzer-nya. Semua respons itu nadanya sama, bahkan dengan menggunakan kalimat yang sama persis!" kata saya pada Angie. Dia pun mengangguk-angguk. Kondisi di twitter ya sama saja.

 

Lebih lanjut Angie bilang bahwa Prabowo menyebut salah satu cara untuk memajukan Indonesia adalah menggunakan cara militerisme. Satu hal yang menakutkan bagi Angie.

 

Dengan tenang saya menjawab bahwa apa boleh buat saya setuju dengan pendapat itu. Setelah 'lepas' dari rezim orba, dimana represi untuk mengemukakan pendapat itu begitu kuat dengan hukuman yang 'berat': hilang, nampak jelas terlihat (rakyat) Indonesia memasuki masa 'keemasan' mengemukakan pendapat di masa (the so-called) 'reformasi' sekarang ini: dengan keleluasaan akses internet via teknologi android yang cukup murah (jika dibandingkan dengan awal-awal masa runtuhnya rezim orba), orang-orang pun secara ngawur menulis segala yang ingin mereka tulis di internet. Berapa (puluh/ratusan/ribu) kali orang mengatai-ngatai Presiden Jokowi dan pemerintahan yang ada sekarang? Jika di tahun 2014 ada 'obor rakyat', di tahun 2023 ini ada yang sejenis itu, 'podcast bocor alus' yang isinya melulu fitnah terhadap keluarga Presiden.

 

https://cdn1-production-images-kly.akamaized.net/993q5GOI9JPXVPPpjOpfmGsiar0=/640x360/smart/filters:quality(75):strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4684007/original/023535800_1702399692-20231212-Momen_Akhir_Debat_Perdana-FAI_9.jpg

 

Bagaimana cara pemerintah 'mendidik' orang-orang tidak bertanggung jawab ini untuk menggunakan hak mereka untuk berbicara / menulis di media umum? Seperti kata beberapa orang yang pendapatnya saya baca di media sosial, nampaknya sistem demokrasi -- dimana siapa pun bebas berbicara tentang apa saja -- tidak terlalu cocok untuk negara berkembang seperti Indonesia dimana masih banyak orang yang tidak / kurang terdidik menyalahgunakan kebebasan berpendapat mereka.

 

Nampaknya Angie tidak siap dengan jawaban saya. dia nampak gusar kok ibunya tidak keberatan jika presiden selanjutnya memimpin Indonesia dengan cara militerisme. Maka saya lanjutkan dengan mengatakan, "kita orang sipil memiliki cara pandang sendiri, pak Prabowo sebagai orang militer tentu memiliki cara pandang sendiri. Apa boleh buat? Mama bisa memahami cara pandang pak Prabowo itu."

 

Sebagai seseorang yang menikmati kebebasan mengemukakan pendapat sejak pertama kali ngeblog di tahun 2006, saya kesal juga melihat kesembronoan orang memanfaatkan kebebasan ini dengan cara ngomong jelek yang ditujukan pada (terutama) keluarga Presiden Jokowi sekeluarga. "Ngono ya ngono nanging mbok aja ngono," kata pepatah.

 

Meanwhile …

 

Ranz sebagai penduduk Solo mengemukakan keberatannya jika Gibran Rakabuming Raka harus pindah ke DKI Jakarta jika paslon Prabowo - Gibran memenangkan pilpres tahun 2024, dengan alasan 'simpel': "Semenjak Pak Jokowi pindah ke Jakarta menjadi gubernur, kemudian lanjut menjadi presiden RI, pembangunan di Solo mandeg total sampai tahun 2021, saat Gibran terpilih sebagai walikota Solo. Dalam waktu kurang dari 3 tahun, Solo maju pesat di bawah pemerintahan Gibran. Mosok baru 3 tahun, Solo harus ditinggal lagi?"

 

SB Anjasmoro, 12.06 13/12/2023

 

Rangkuman debat capres bisa dibaca di link ini  

 

Berita tentang debat capres bisa dibaca di sini  


Debat Perdana Capres Pilpres 2024

Tuesday, December 12, 2023

Pilpres 2024 (2)

 

waktu undian nomor urut

Frankly speaking, baru di pilpres tahun 2014, saya tertarik untuk memperhatikan lebih serius siapa-siapa yang menjadi capres. Penyebabnya tentu karena ada seorang tokoh 'fenomenal' yang berasal dari kota Solo: Joko Widodo.

 

Saya termasuk tipe warga negara yang apatis terhadap laju pemerintahan negara yang saya. Siapa pun yang menjadi kepala (daerah/negara), hasilnya ya sama saja. Seperti yang dikatakan orang: negara auto pilot, siapa pun kepalanya, semua akan berjalan seperti 'biasa'.

 

Hingga pada tahun 2010, saat saya menjadi salah satu 'juri' untuk memberi apresiasi pada calon-calon siswa yang akan dikirim ke luar negeri untuk program 'exchange student' oleh Yayasan Bina Antar Budaya. Salah satu siswa SMA presentasi tentang walikota daerahnya: Solo. Dia memuji Joko Widodo sebagai seorang pemimpin yang beda dari pemimpin-pemimpin sebelumnya yang terlalu birokratik, dan menjaga jarak dengan warganya. Saya penasaran, tapi rasa penasaran itu berhenti hanya di rasa penasaran, tanpa ada keinginan untuk tahu lebih jauh.

 

Hingga di tahun 2011, saat saya pertama kali dolan ke Solo, menginap di rumah Ranz untuk pertama kali, dan ditemani bersepeda keliling kota Solo. Ranz mengajak mampir ke Taman Balekambang yang disulap menjadi taman milik rakyat, dimana warga Solo bisa dolan ke sana, bersantai bersama keluarga, gratis, cukup dengan membawa bekal sendiri dari rumah. Kata Ranz, Taman Balekambang dulunya terbengkalai, tidak diurusi, kalau malam menjadi salah satu tempat adanya bisnis 'esek-esek', di'sulap' menjadi taman yang indah. Namun yang lebih menarik perhatian saya adalah trotoar lebar di Jl. Slamet Riyadi yang membuat para pejalan kaki nyaman berjalan kaki.

 

Kemudian Ranz pun bercerita tentang walikota yang dia banggakan: Joko Widodo. Orang yang lebih dikenal dengan nama Jokowi ini 'mantan' pengusaha mebel. Keahliannya me'manage' asosiasi perkumpulan para businessman di bidang permebelan membuat orang-orang itu mendukungnya untuk mencalonkan diri menjadi walikota, di tahun 2005. dan, aku pun terpesona. Ada ya, pemimpin yang memang benar-benar bekerja untuk rakyatnya?

 

Aku pun kian tertarik ketika Jokowi diusung menjadi calon gubernur DKI Jakarta di tahun 2012. Si Krempeng yang penampilannya kurang meyakinkan itu ternyata menang lawan Foke yang semula dipilih oleh PDIP untuk menjadi calon gubernur, namun setelah Jokowi 'dibawa' ke Jakarta oleh pentolan Gerindra dan 'ditawarkan' kepada PDIP, PDIP pun beralih mengusung Jokowi.

 

Inilah awal mula yang membuat saya tertarik ikut mengamati pilpres tahun 2014, dan memilih turut kampanye di medsos, terutama facebook. Di tahun 2019, saya masih tertarik turut meramaikan kampanye pilpres.

 

Memasuki tahun 2023, saya mulai berpikir apakah saya akan melakukan hal yang sama: kemana saya berpihak dari capres-cawapres yang telah dipilih. Atau cuek saja kali ini, toh jagoan saya, Jokowi, tak lagi turut pilpres. Jelas saya tidak tertarik pada AB, terutama karena (1) dia pernah dihentikan dari jabatannya sebagai mendikbud, something was wrong with this man (2) dia memenangkan pilgub di DKI Jakarta melawan Ahok menggunakan strategi 'ayat dan mayat'. (google sendiri saja tentang hal ini (3) dia merusak sistem yang telah dibuat baik oleh Ahok, selama Ahok menjadi gubernur DKI Jakarta, menggantikan Jokowi, setelah Jokowi maju menjadi presiden RI.

 

konon di kesempatan ini, Jokowi berusaha menjodohkan PS dengan GP untuk maju pilpres 2024

 

Bagaimana dengan GP? Well, banyak orang yang nyinyir padanya sebagai seorang pejabat yang kurang menghormati rakyat jelata: caranya bercanda selalu dengan membully orang yang berada di hadapannya. Okelah itu bercanda, namun bercanda dengan cara membully lawan bicaranya itu sama sekali tidak bijak. Plus 'nyinyiran' orang: "membenahi Jateng saja tidak becus selama 10 tahun ini kok mau memimpin Indonesia Raya."

 

Harapan saya sedikit naik setelah ada selentingan bahwa Gibran Rakabuming Raka -- putra sulung Jokowi -- akan diusung sebagai cawapres Prabowo. Saya sempat excited sejenak, namun kemudian saya ingat salah satu alasan saya memilih Jokowi di tahun 2014 dan 2019 itu karena Prabowo memiliki jejak buruk: sebagai penculik beberapa aktivis reformasi tahun 1998. dan, kedekatan Prabowo dengan keluarga Cendana tentu tidak bisa diabaikan begitu saja.

 

Meski saya yakin bahwa tentu Gibran bisa bekerja sebaik ayahnya, pasangannya -- Prabowo -- tetap menjadi ganjalan bagi saya. Hingga satu kali saya membaca satu postingan di grup alumni, seseorang menulis kemungkinan GP tidak akan melanjutkan beberapa proyek strategis yang telah dimulai oleh Jokowi, sehingga Jokowi keberatan untuk mendukungnya. Lebih parahnya, jika proyek-proyek ini terbengkalai, Jokowi bisa dicap buruk oleh masyarakat Indonesia, terutama para generasi mendatang.(tentu saja tidak rela jika di masa datang, Jokowi dilabeli sebagai (ex) presiden yang bla bla bla (buruk pokoknya).

 


And … just like that … saya pun dengan mudah memilih untuk berada di paslon Prabowo - Gibran. (Honestly, I still have big TRUST to Jokowi) Apa lagi setelah 'menemukan' akun-akun tertentu yang berbicara banyak tentang hal ini. Dan satu hal yang paling penting lagi bagi saya adalah saat seorang content creator di tiktok menyebut bahwa sebagai seorang yang pemberani dan bernyali besar, (Amerika dan Eropa saja dihadapi dengan gagah berani! Hingga salah satunya menghasilkan freeport bisa diupayakan untuk memberi keuntungan untuk Indonesia), Jokowi tentu berani lah menghadapi kubu Cenda**. Dan, mengingat setelah 25 tahun rezim orba lengser, sampai sekarang tidak ada satu pun keturunan presiden kedua Indonesia itu yang berani (dan berhasil) come back ke kancah perpolitikan Indonesia. Ditambah lagi seseakun lain yang mengunggah video lama wawancara antara Fadli Zon, Munir (Kontras) dan host dari satu televisi tentang Prabowo., yang intinya adalah: Prabowo dijadikan tumbal reformasi 98 oleh para jenderal-jenderal tahun itu. Dia memang terlibat penculikan aktivis, namun yang dia culik semua kembali dalam kondisi sehat. Sebagian aktivis lain yang diculik dan hilang (baca => dibunuh) itu bukan yang menjadi tanggung jawab Prabowo. Yang ditugasi oleh orang nomor 1 di Indonesia pada waktu itu -- untuk menculik para aktivis reformasi -- bukan hanya Prabowo, namun ada orang lain. Ini satu hal yang entah mengapa tidak 'dikenal' oleh masyarakat luas. Masyarakat (kebanyakan) tahunya hanyalah Prabowo yang menculik para aktivis yang hilang, dan membunuh mereka yang tidak kembali ke keluarganya.

 

Hal ini mengingatkan saya pada apa yang selalu didengung-dengungkan mereka yang percaya bahwa Prabowo tidak sejahat yang dituduhkan orang-orang: Gus Dur melabeli Prabowo sebagai seseorang yang sangat ikhlas. Dia dijadikan tumbal pergolakan reformasi tahun 1998, namun dia tidak pernah menyebut nama-nama (para 'jenderal' lain) yang seharusnya jauh lebih bertanggung jawab atas kekacauan di Jakarta (terutama) pada waktu itu. Dalam kondisi chaotic, Jakarta ditinggal begitu saja oleh para 'jenderal' ke luar kota, sementara Prabowo diserahi tugas untuk 'menjaga Jakarta'.

 

Pak Prabowo yang pernah diramalkan oleh Gus Dur akan menjadi presiden RI di usia tuanya mungkin akan 'menerima karma'nya di tahun 2024: terpilih menjadi presiden di usia 72 tahun. Apa boleh buat, mungkin memang sudah garis takdir Indonesia bahwa Indonesia dipimpin oleh seorang dari rakyat sipil selama 10 tahun, tahun 2014 - 2024, setelah itu Indonesia akan kembali dipimpin oleh seseorang dari militer. 

 

Saya berdoa semoga Pak Prabowo dilimpahi kesehatan dan umur panjang hingga dia bisa membuktikan pada rakyat Indonesia -- juga dunia -- bahwa dia memang layak memimpin negara Republik Indonesia, hingga tahun 2029. Aamiin YRA. 

 

Masih ada waktu selama kurang lebih 2 bulan lagi bagi rakyat Indonesia untuk kian memantapkan pilihannya, bagi yang memilih untuk turut meramaikan pesta demokrasi di pemilu 14 Februari 2024. Yang sudah mantap dengan pilihannya, akan semakin mantap. Yang swing voters ya sila lanjutkan kalau mau memilah dan memilih sesuai 'hati nurani', atau mau keukeuh golput, ya sila saja.

 

MS48 12/12/2023

 

Survey Litbang Kompas paslon capres cawapres nomor 1, 2, 3 11 Desember 2023

 

 Survey Litbang Kompas Capres 2024 4 Oktober 2023

I like you so much you'll know it


 

I like your eyes, you look away when you pretend not to care
I like the dimples on the corners of the smile that you wear
I like you more, the world may know but don't be scared
'Cause I'm falling deeper, baby, be prepared

I like your shirt, I like your fingers, love the way that you smell
To be your favorite jacket, just so I could always be near
I loved you for so long, sometimes it's hard to bear
But after all this time, I hope you wait and see

Love you every minute, every second
Love you everywhere and any moment
Always and forever, I know I can't quit you
'Cause baby you're the one, I don't know how

Love you 'til the last of snow disappears
Love you 'til a rainy day becomes clear
Never knew a love like this, now I can't let go
I'm in love with you, and now you know

I like the way you try so hard when you play ball with your friends
I like the way you hit the notes, in every song you're shining
I love the little things, like when you're unaware
I catch you steal a glance and smile so perfectly

Though sometimes when life brings me down
You're the cure my love
In a bad, rainy day
You take all the worries away

Love you every minute, every second
Love you everywhere and any moment
Always and forever, I know I can't quit you
'Cause baby you're the one, I don't know how

In a world devoid of life, you bring color
In your eyes, I see the light, my future
Always and forever, I know I can't let you go
I'm in love with you, and now you know
I'm in love with you, and now you know

 


Saturday, December 09, 2023

In case you didn't know

 


I can't count the times
Almost said what's on my mind
But I didn't

Just the other day
I wrote down all the things I'd say
But I couldn't
I just couldn't

Baby, I know that you've been wonderin'
So here goes nothin'

In case you didn't know
Baby, I'm crazy 'bout ya
And I would be lyin' if I said
That I could live this life without ya
Even though, I don't tell you all the time
You had my heart a long, long time ago
In case you didn't know

The way you look tonight
That second glass of wine
That did it

There was something 'bout that kiss
Girl, it did me in
Got me thinkin'
I'm thinkin'

One of the things that I've been feelin'
It's time you hear 'em

In case you didn't know
Baby, I'm crazy 'bout ya
And I would be lyin' if I said
That I could live this life without ya
Even though, I don't tell you all the time
You had my heart a long, long time ago
In case you didn't know

You've got all of me
I belong to you
Yeah, you're my everything

In case you didn't know
I'm crazy 'bout ya
I would be lyin' if I said
That I could live this life without ya
Even though, I don't tell you all the time
You had my heart a long, long time ago

Yeah, you had my heart a long, long time ago
In case you didn't know, know, know
In case you didn't know

 


Tuesday, December 05, 2023

Hello Pacitan! Susur Sungai Maron Day 2

 


Minggu 1 Oktober 2023

 

Aku bangun sekitar jam 5 pagi, langit terlihat sudah cukup terang, tapi aku ragu-ragu untuk langsung mengajak Ranz jalan ke pantai. Apalagi kulihat ada mendung menggantung di langit. Dan sehari sebelumnya aku melihat gugusan karang/gunung di sebelah Timur. Pasti saat matahari terbit, dia akan tertutup gunung itu, aku tidak akan bisa leluasa memotret untuk mendapatkan foto sunrise yang keren.

 

Namun akhirnya aku mengajak Ranz jalan ke pantai juga sekitar pukul 05.40. Angie masih tidur, maka dia tidak kuajak. Selain aku dan Ranz, mbak Niken dan Deven ikut kami berjalan ke pantai. Sesampai pantai, air laut ternyata sedang surut, jadi kami bisa berjalan melewati pasir menuju hamparan karang yang terletak setelah hamparan pasir.

 

Di pinggir pantai kulihat ada 3 tenda terpasang, padahal semalam waktu kami jalan-jalan ke pantai, tenda-tenda ini belum terlihat. Berarti rombongan ini datang setelah aku, Angie, dan Ranz meninggalkan pantai. Ini berarti ada juga orang-orang yang berangkat menuju pantai Watukarung di sore hari, sampai di lokasi malam hari, kemudian mereka memasang tenda dan tidur di dalamnya semalam.

 





 

Sekitar pukul 06.30 kami balik ke penginapan. Sarapan untuk kami diantar setelah kami kembali ke penginapan. Seperti yang dikatakan oleh pengelola penginapan via WA saat aku melakukan booking, rumah ini bisa diisi oleh berapa pun orang (misal sampai 10 orang juga cukup), namun pengelola hanya memberi kami sarapan 6 buah. Isi kotak sarapan kami: nasi, mi goreng yang diberi irisan cabe, dan telur ceplok.

 

Usai sarapan, aku mandi dan packing. Kulihat Ranz dll sudah packing, meski mereka belum mandi. Sementara itu, Ranz, Deven, mbak Niken dan mas Martin dolan ke pantai. Rama juga diajak tentunya.

 

Sekitar pukul 08.45 gantian aku mengajak Angie ke pantai. Jam segini ternyata air laut kembali pasang, meski belum sampai semua hamparan pasir tertutup air laut. Meskipun begitu cukup menyenangkan mengetahui betapa air laut naik turun dengan mudahnya.

 

Pukul 09.30 kami meninggalkan penginapan. Tujuan kami selanjutnya adalah Sungai Maron. Yang ingin ke sini Ranz. Tentu saja aku juga mau, jadi teringat saat kami naik perahu melewati sungai (entah apa namanya) menuju Rammang-Rammang di Makassar. Kami sampai sana sekitar pukul 10.30. di sana terlihat banyak sekali wisatawan yang sedang antri mau naik perahu. Untunglah perahunya banyak, jadi ga perlu ngantri lama-lama.

 








 

Satu perahu dibanderol Rp. 100.000,00, dan satu perahu boleh dinaiki oleh 4 orang dewasa. Perahu yang kami sewa kami naiki berempat: aku, Angie, Ranz dan Deven. Mas Martin memilih menemani mbak Niken yang menjaga Rama. Arah perahu yang kami naiki adalah pantai Ngiroboyo. Namun perahu yang kami naiki sudah kembali ke 'dermaga' sungai Maron, meski belum sampai pantai / laut lepas.

 

Kami sudah kembali ke dermaga sebelum jam 12. saatnya makan siang!




 

Sekitar jam 13.00 kami meninggalkan area wisata sungai Maron. Semula aku pengen mampir ke Pantai Banyutibo. Tapi karena khawatir kemalaman sampai Solo -- aku dan Angie harus langsung pulang ke Semarang -- akhirnya kuputuskan tidak usah mampir saja. Kami langsung menuju Solo.

 

Kami sampai rumah Ranz di kawasan Laweyan sekitar pukul 16.15. pukul 18.15 aku dan Angie sudah naik travel untuk kembali ke Semarang. Horraaayyy.

 

See ya in our next traveling.

 

PT56 14.04 24 Oktober 2023

 

Monday, December 04, 2023

Hello Pacitan! Pantai Kasap Day 1

 


Terakhir aku dolan ke Pacitan itu bulan Oktober 2013, tepat 10 tahun yang lalu. Aku mengajak Angie ke Pantai Klayar, pulangnya mampir ke Goa Tabuhan. Dan … akhirnya, di akhir bulan September 2023 kesempatan itu datang lagi. Well, meski ini sebenarnya bukan tujuan pertama, melainkan hanya iseng-iseng saja awalnya.

 

Begini. Hari Kamis 28 September 2023 kebetulan merupakan hari libur Nasional. Ranz yang ternyata masih belum puas foto-foto di Gili Ketapang, pengen dolan ke Gili Ketapang lagi. Sementara aku yang mendadak pengen ke Baluran lagi, mulai merayunya untuk dolan ke Banyuwangi saja, toh sama-sama kami naik KA Sritanjung. Nanggung amat Cuma ke Probolinggo lagi kan? Sekalian ke Banyuwangi sajaaa.

 

Aku ingin mengajak Angie, namun dia menolak ikut karena dia ga mau bolos kerja di hari Jumat 29 September itu. Aku mikir-mikir, bagaimana kalau dolan ke Pacitan saja ya, seorang bestie bilang ke aku tentang pantai Kasap yang dikenal sebagai 'Raja Ampat'nya Pacitan. Dengan iming-iming 'Raja Ampat' KW ini, dengan mudah aku meyakinkan Ranz untuk dolan ke Pacitan saja, juga Angie, karena dia ga perlu mbolos di hari Jumat itu.

 

Aku dan Angie berangkat ke Solo hari Jumat 29 September 2023 dengan naik travel pukul 19.00, setelah Angie pulang dari kantor. Perjalanan lancar, kami sampai di pool travel di Jl. Slamet Riyadi pukul 20.40. Karena Angie lapar, dan di samping pool ada warung nasi liwet, kami berdua makan malam dulu sebelum ke rumah Ranz.

 

Sabtu 30 September 2023

 

Kami meninggalkan rumah Ranz di kawasan Jongke sekitar pukul 08.30, kami mampir sarapan di RM soto seger Hj. Fatimah di Jl. Bhayangkara. Setelah itu, kami langsung melaju ke arah Pacitan. Oh ya, kami bertujuh; selain aku, Angie, dan Ranz, masih ada Deven, mbak Niken -- kakak kandung Ranz -- dan mas Martin, suami mbak Niken, plus Rama, kakaknya Deven. Kami naik mobil dan mas Martin yang nyetir.

 

Ternyata, pantai Kasap -- tujuan pertama kami -- terletak tak jauh dari pantai Klayar. Mas Martin mengambil arah yang sama persis dengan rute yang aku lewati dan Ranz saat kami bersepeda menuju Pantai Klayar 10 tahun yang lalu. Menyadari jauhnya rute ini, mana trek rolling naik turun tak kunjung usai, aku heran dengan diriku sendiri yang 10 tahun lalu ya bersemangat sekali bersepeda ke arah Pantai Klayar. Wkwkwkwk …

 

Aku sengaja menyalakan strava untuk tahu jarak yang kami tempuh dari Jongke ke tujuan kami.

 

Sesampai di pertigaan Punung, kami belok ke arah Pantai Klayar, Watukarung, Srau, Goa Gong, dll. Setelah sampai di satu pertigaan, dimana jika belok kanan kami akan sampai Pantai Klayar, kami belok kiri. Dengan pede Ranz bilang bahwa Pantai Kasap terletak tak jauh dari pantai Watukarung. Karena di jalan-jalan yang kami lewati, belum ada petunjuk menuju Pantai Kasap, Ranz pun mengambil rute yang menuju pantai Watukarung. Trek masih sama dengan trek menuju Klayar, rolling naik turun terus menerus.

 






 

Akhirnyaaa … kami sampai di pintu masuk pantai Watukarung sekitar pukul 12.30. waktu membeli tiket masuk -- satu orang limaribu rupiah -- kami sekalian bertanya apa benar pantai Kasap terletak di samping pantai Watukarung. Si penjaga loket bilang, "iya, tapi nanti beli tiket masuk lagi ya?" ya ga masalah sih beli tiket lagi, yang menjadi masalah adalah jika ternyata prakiraan kami salah bahwa pantai Kasap terletak di lokasi yang sama dengan pantai Watukarung. Haha …

 

Setelah masuk area pantai Watukarung, baru kami melihat petunjuk menuju pantai Kasap. Ternyata beneran, pantai Kasap terletak persis di sebelah pantai Watukarung. Setelah sampai, memarkir mobil di tempat parkir, kami berjalan ke arah pantai, sekitar 100 meter. Karena sebagian dari kami sudah lapar, kami pun mampir ke satu warung makan terlebih dahulu. Padahal aku sudah pengen segera berjalan menuju gardu pandang untuk membuktikan, beneran ga sih pemandangannya seperti Raja Ampat? Hihihi …

 











 

Untuk pantai seindah pantai Kasap dengan pemandangan a la Raja Ampat, menurutku pengunjungnya ga begitu banyak. Apa karena belum begitu terkenal ya? Terbukti aku juga baru tahu (malah Ranz belum tahu loh sebelum aku menyebut nama pantai satu ini). Plus belum ada nama PANTAI KASAP di petunjuk-petunjuk di jalan yang kita lalui, mulai dari pertigaan Punung sampai kami tiba di pantai Watukarung Tapi ya gapapa, tempat parkirnya hanya cukup untuk mobil tak lebih dari 10 mobil. Untuk parkir motor sih sudah agak mending ya. Plus jalan menuju kemari masih cukup sempit, belum bisa dilewati bus.

 

Usai makan siang, aku, Ranz, dan Angie berjalan ke arah gardu pandang. Ga jauh-jauh amat kok, masih lebih jauh dari tempat parkir menuju tangga naik ke Seruni Point, di Bromo. Hahahaha … Sesampai gardu pandang, ada sekitar 10 - 15 orang di sana. Padahal sebelumnya aku membayangkan bakal antri lamaaaaaaaaaaaa untuk berfoto di sana. Tapi, di 'puncak' gardu pandang, Cuma boleh ada 7 orang, karena dikhawatirkan akan tumbang gardu pandangnya jika terlalu penuh orang.

 

Kami bertiga mungkin menghabiskan waktu sekitar satu jam berfoto-foto di sini. Kebetulan kok ya pas ada back light jika kami memotret dengan background laut lepas dimana kita bisa melihat gugusan karang yang nampak seperti Raja Ampat. Ranz sempat berpikir kami akan stay di sana sampai sore, saat sunset. Tapi, kok ga enak sama mbak Niken dan mas Martin yang menunggu kami di warung makan. Plus, si empunya penginapan yang sudah kami buking berulang kali bertanya kami akan sampai penginapan jam berapa. Hoho …

 

Sekitar pukul 15.00 kami kembali ke warung makan tempat mbak Niken menunggu kami. Karena haus, kami memesan minum lagi. Sebenarnya ingin juga menjelajahi pantai Kasap ke arah pantai -- ga Cuma naik ke gardu pandang -- tapi kok ya kami sudah ingin istirahat. Jian mbingungi tenan. Wkwkwkwk … akhirnya setelah menghabiskan minuman yang kami pesan, kami meninggalkan pantai Kasap.

 

FYI, bagi yang ingin menginap di pantai Kasap, sudah ada beberapa homestay sederhana yang terletak tak jauh dari pantai, andai ingin berfoto ria di gardu pandang di pagi hari, setelah matahari terbit.

 

Kami sampai di penginapan -- SUMBER WATU -- sekitar pukul 16.00. sebelum ini, Ranz menunjukkan link youtube tentang penginapan BATU PUTIH yang terletak mungkin hanya sekitar 30 meter dari pantai Watukarung. Namun karena ada misunderstanding di antar kami -- kupikir Ranz yang akan buking, as usual, ternyata Ranz sendiri berpikir aku yang akan buking, lol -- akhirnya kami kehabisan kamar. Untunglah pengelola penginapan menawari kami satu rumah yang memiliki 3 kamar untuk kami sewa. Dia mematok harga Rp. 800.000,00 untuk sewa satu rumah ini, dengan 3 kamar. Setelah kami sampai di rumah ini, rumahnya lumayan besar, menurutku. Ada 3 kamar, plus AC di tiap-tiap kamar, ada ruang tamu dan ruang tengah, dimana di ruang tamu tersedia kursi dan meja makan. Di ruang tengah masih disediakan satu spring bed ukuran king. Di dapur tersedia peralatan masak, jika sang penyewa ingin memasak sendiri. Di halaman samping ada sumur dan 2 kran air yang bisa kita pakai untuk mencuci kaki sebelum masuk rumah, terutama jika kami habis dolan ke pantai.

 

Setelah check in, aku langsung mengajak Ranz ke pantai. Kita cukup jalan kaki, ga sampai 5 menit kami sudah sampai. Waktu aku dan Ranz sampai pantai, air masih surut. Namun saat matahari terbenam, air sudah mulai menggenangi karang-karang yang terletak di sebelah hamparan pasir yang berwarna 'beige' itu.

 




Mendapatkan foto sunset tentu adalah satu hal yang biasa diburu orang-orang yang sengaja ke pantai di sore hari. Sayangnya sore ini, mendung menghalangi kami untuk mendapatkan foto sunset. Tapi, gapapa. Setelah matahari terbenam, semburat warna jingga yang nampak di langit sebelah Barat cantik sekali.

 

FYI, di dekat pantai Watukarung ini ada perkampungan dimana di tengah-tengah rumah penduduk telah dibangun homestay-homestay. Wisatawan bisa tinggal memilih mau menginap di homestay yang mana. Ada homestay sederhana, sekelas OY*, namun juga ada hotel yang nampak cantik sekali eksteriornya. Di tengah-tengahnya tentu telah ada toko-toko tempat para wisatawan bisa membeli beberapa barang yang dibutuhkan (belum ada 2 minimarket yang merajai Indonesia di sini ya), dan ada beberapa pilihan warung makan.

 

Malam itu, kami makan di rumah makan yang menawarkan 'seafood'. Namun, rumah makan ini tidak hanya menyediakan masakan olahan dari ikan saja, ada banyak variasi menu lain. Setelah makan malam, aku, Angie dan Ranz berjalan-jalan di sekitar perkampungan dan menghampiri pantai. Hampir seluruh kawasan berpasir sudah dipenuhi air laut dengan gelombang ombak yang besar. Air laut sedang pasang. Namun karena pantai gelap gulita, tak satu pun dari kami memotret.

 

To be continued.