Search

Wednesday, February 02, 2022

Beauty is discriminative

 "Beauty is in the eye of the beholder"

 

Lee Majors, forever handsome in my eyes

Kecantikan itu tergantung pada mata yang memandangnya. Ini adalah satu ungkapan yang sudah sangat lazim didengar. Ada benarnya karena selera kecantikan satu orang tidak sama dengan selera orang lain. Bisa jadi ada 'syarat-syarat' tertentu yang sifatnya umum, namun tetaplah, kita tidak bisa menyamaratakan selera orang.

 

Beberapa bulan lalu seorang kawan di medsos menulis tentang naiknya trend menonton drama Korea. Komen-komen yang ada di status itu -- sebagian besar perempuan -- juga menyatakan kekaguman pada betapa gantengnya aktor laki-laki yang memerankan peran-peran tertentu. Dengan inosen (lol) aku menulis bahwa aku sama sekali tidak (atau belum?) tergoda untuk mengikuti trend: menonton drama Korea itu.

 


"Loh, yang main ganteng-ganteng loh mbak. Lumayan buat menyegarkan mata," kata si TS, mencoba memprovokasi, lol.

 

"Nah itu dia. Kebetulan aku tidak pernah tertarik pada laki-laki bermata Oriental." jawabku.

 

"OH?" sahut TS, mungkin heran.

 

"Aku tidak bermaksud diskriminatif loh. Tapi yang namanya selera itu kan pribadi masing-masing ya."

 

"Gpp, mbak. Aku juga tidak berpikir kamu diskriminatif kok."

 

Beberapa bulan kemudian -- tepatnya sekitar 2 minggu yang lalu -- seorang kawan medsos menulis tentang hal yang mirip; dengan 'bumbu' bahwa selera orang-orang Indonesia (?) mulai bergeser ke wajah Oriental, terutama sejak booming drama-drama Jepang dan Taiwan di akhir dekade sembilanpuluhan. Ini 'mentang-mentang' istri TS (kebetulan) memiliki mata sipit. Lol.

 

Seperti beberapa bulan lalu, aku menulis komen yang senada, "On the contrary, I am never interested in any man with Oriental eyes."

 

5 main characters in The Big Valley

TS langsung 'menuduhku' sebagai seseorang yang memiliki selera jadul karena tetap keukeuh dengan selera sebelum dekade 90-an, yakni menganggap orang Indonesia lebih memilih wajah bule ketimbang Oriental. Lol. (hahaha … ini pasti gegara aku kadang pakai foto Lee Majors saat masih muda sebagai profile picture. Lol.)

 

No matter what, saat berkenalan dengan seseorang pertama kali, kita secara tidak langsung akan memandang fisik terlebih dahulu. Mungkin kita akan enchanted pada pandangan pertama. Apakah rasa enchantment itu akan stay atau menghilang begitu saja tentu butuh proses-proses selanjutnya.

 


'Obrolan' singkat ini mengingatkanku pada satu episode SEX AND THE CITY. Di episode awal session 1, Carrie yang naksir Mr. Big sejak pertama bertemu patah hati ketika tahu lelaki yang dia taksir ngedate dengan seorang model. Carrie yang menganggap dirinya tidak secantik / semenarik model langsung melakukan survey mengapa ada laki-laki yang merasa dirinya laki-laki seutuhnya jika telah berhasil mengajak seorang model ngedate.

 

Jawaban Mr. Big cukup membuat Carrie lega:

 

 "There are many goddamn gorgeous women out there in this city. But the thing is this: after a while, you just wanna stay with the one who can make you laugh."

 


 

Ketertarikan pada fisik seseorang di awal pertemuan jelas tidak bisa dihindari, termasuk apakah bermata bulat/belok/Oriental. Ini jelas, sifatnya personal banget. Yang akan membuat ketertarikan itu stay lebih lama adalah kecocokan. Entah kecocokan persepsi saat memandang sesuatu, kecocokan prinsip hidup, termasuk kecocokan sense of humor.

 

Semarang, 28 Januari 2022