Search

Monday, September 28, 2009

Reuni


 

 

Konon, menurut etimologinya (makhluk opo maning iki?), kata ‘reuni’ memiliki arti ‘bertemu kembali teman yang telah lama berpisah’. Kamus digital World Book 2005 memberi arti “the act or process of coming together again” atau “a social gathering of persons who have been separated or who have interests in common”.

 

Biasanya apa yang dilakukan oleh orang-orang pada saat reuni adalah mengenang kembali apa yang pernah mereka lakukan bersama di masa ‘lalu’—saat mereka dulu meluangkan waktu bersama, misal tatkala belajar di satu sekolah yang sama. Mereka mungkin memiliki kenangan yang bisa saja manis maupun pahit untuk dikenang bersama. Yang pasti mereka yang terlibat di dalam kesempatan reuni tersebut memiliki ikatan batin dengan masa lalu mereka.

 

So, apakah bertemu dengan ‘orang-orang yang belajar di sekolah yang sama pada tahun yang sama namun tidak pernah saling mengenal dengan lebih dekat’ juga disebut reuni?

 

Pada waktu aku duduk di bangku SMA (1983-1986), aku masuk jurusan Bahasa di semester dua di kelas 1. (FYI, aku adalah angkatan terakhir siswa-siswa SMA yang mulai masuk jurusan yang berbeda—IPA, IPS, BAHASA di kelas 1, semester 2. Tahun-tahun berikutnya, siswa-siswa SMA memulai penjurusan di kelas 2, bahkan pada waktu SMA disebut SMU, mereka memulai penjurusan di kelas 3.) Hal ini membuatku tidak banyak mengenal anak-anak kelas lain. Apalagi aku tidak memiliki sifat ‘sociable’ yang membuatku mengenal banyak siswa kelas lain.

 

Kebalikannya, mungkin banyak siswa yang mengenaliku karena di jurusanku, Bahasa, hanya ada empat siswa—dua laki-laki, dua perempuan. Itu sebabnya tatkala menghadiri reuni SMA tanggal 23 September kemarin, aku memperkenalkan diri sebagai, “Nana ... jurusan Bahasa.” Tatkala ada yang bertanya, “Mbak-nya ini siapa ya?”

 

Emosiku tidak terlalu larut dalam kumpul-kumpul reuni tersebut karena tak satu pun dari tiga mantan teman sekelas jurusan Bahasa yang datang. Itu sebabnya dalam kesempatan tersebut aku hanya bengong memandang orang-orang lain yang saling berusaha mengenali satu sama lain. (23 years has gone!!!) I really have lost my memory. LOL.

 

Untunglah ada acara makan enak yang gratis. LOL.

PT56 14.14 260909

Thursday, September 24, 2009

Jual hape?

Pernahlah kamu menjual handphone yang telah kamu miliki selama beberapa saat?
Aku belum pernah. Kalau pun ganti handphone, itu pasti karena hp yang lama dijatuhcintai orang lain sehingga pindah tangan, tanpa seizinku. LOL.
Kalau aku boleh mengemukakan saran, sebelum menjual hp yang tak lagi kau cintai, tolong lah hapus semua yang ada di dalam hp tersebut, sms, mms, sampai nomor telpon dan ubo rampenya yang tersimpan di phonebook. Kalau video pribadimu akan kamu tinggal di sana, as long as tidak merugikan orang lain yang mungkin terlibat di dalamnya, ya go ahead. Siapa tahu kamu bakal terkenal tak lama lagi, karena seseorang iseng meng-upload-nya ke youtube.
Masalahnya begini.
Pas lebaran kemarin out of the blue seseorang menelponku. Nomor telponnya tak tersimpan di phonebook-ku. Berhubung suaranya rada-rada mirip seorang teman lain, aku menerima telpon dengan ramah dan riang gembira (maklum lebaran, seusai perut kekenyangan makan opor ayam). Aku pikir temanku itu ganti nomor telpon. Apalagi cara dia menyapa sok familiar banget, “Gimana Na tadi shalat Ied-nya? Maaf lahir batin yah?”
Namun toh akhirnya dia membuka ‘kedok’nya, tatkala dia kutanya, “Eh, kamu beli nomor baru lagi ya?”
“Ceritanya begini loh Na. Tapi janji kamu ga marah sama aku ya?” jawabnya.
Aku pun heran. Lah, orang cuma nanya apakah dia beli nomor baru kok sampai aku harus janji ga marah? Berhubung suasana lebaran, ya ga susahlah janji ga marah bagiku. (Dan PMS masih jauh dari siklusku. Hahaha ...)
Dia pun cerita. Konon dia membeli hape bekas di sebuah counter. Setelah dia bawa pulang tuh hape bekas yang baru buatnya, dia amat-amati, di phonebook masih tersimpan nomor-nomor telpon, lengkap dengan nama pemilik nomor tersebut. Berhubung yang membeli ini cowo, menurut kultur heteroseksual yang masih berlaku erat saat ini, tak heran kalau dia pun tertarik dengan nama-nama cewe, sebangsa DIANA, NANA, LINA, LUNA. Dan, dengan keisengan di otaknya yang berbanding sama dengan kepedean di mentalnya, dia pun menelpon tuh nama-nama yang mengandung unsur NA.
Pertama nelpon, dia didamprat habis-habisan. Ini menurut pengakuannya.
Nelpon yang kedua, dapat respons lumayan.
Nelpon yang ketiga, dia sangat beruntung karena mendapatkan respons yang ramah, si pemilik tawa yang renyah, nyokapnya si mahasiswi baru fakultas Psikologi UNDIP.
Untunglah moodku bener-bener sedang bagus (Lebaran gitu loh!) Dapat teman baru siapa tahu beranalogi dengan rezeki baru. (bergabung dengan komunitas b2w Semarang adalah contoh yang benar-benar hoki bagiku: dapat teman-teman baru yang kocak, yang hobinya nraktir makan di sana sini, LOL, dapat sepeda baru, dapat hape baru, diajakin jeng-jeng ke Jogja, my second hometown, ga lupa foto-foto narsis abis. Dll.) Aku bahkan ga keberatan waktu dia tahu tempat kerjaku, karena di dataku yang ada di phonebook tersebut tertulis, “Ms. Nana – Lembaga Pendidikan LIA – 081575xxxxxx” I had no idea though whether the hp used to belong to an ex student of mine or a workmate of mine.
Nevertheless ...
Aku tetap bakal nyaranin agar kalian yang akan menjual hape yang tak lagi kalian cintai itu menghapus data-data yang ada di phonebook.
Semalam, tatkala aku tidur nyenyak, sekitar tengah malam (sorenya aku habis berenang plus sepedaan, jelas pengantar tidur nyenyak dah) tahu-tahu tuh orang yang merasa mendapatkan angin dariku menelpon. Kurang kerjaan banget kan? Sekali, kucuekin. Dua kali, masih kucuekin. Ketiga kali, akhirnya kuangkat, ah ternyata dia. (Untunglah aku ini termasuk komunitas JOJOBA, ga bakal ada yang marah kalau ada yang nelpon aku malam-malam gitu. Hahaha ...)
“Udah malem, euy! Tidur sono!” kataku, dengan nada super ngantuk. Barangkali kalimatku ga jelas terdengar di kupingnya. Langsung telpon kututup.
Eh, ga lama kemudian dia nelpon lagi. Mana suaranya terdengar mesum pula!
“Hello Cinta. Kok dimatiin sih?” tanyanya.
Waduh, aku disamain anjingnya seorang teman. Mba Omie menamai anjingnya CINTA. Wakakakaka ...
“Udah malem gini. Ya ampun. Aku udah tidur nih...” gumamku ga jelas, tentu masih dengan nada super ngantuk.
“Oh, udah tidur yah Cin? Ya udah deh. Met tidur ya?” jawabnya.
Untunglah dia bukan termasuk makhluk yang suka ngeyel.
Tuh kan???
Hapuslah data-data yang ada di hape sebelum kalian menjualnya.
PT56 12.42 230909

Maron ...

Tidak ada hubungan yang istimewa antara seorang Nana Podungge sang bike-to-worker dengan pantai Maron sebenarnya. Beda dengan Nana Podungge dengan kolam renang yang terletak di Paradise Club plus bangku di pojok tempat si Nana nongkrong ngeringin rambut setelah mandi usai berenang. This was indeed my first love. LOL.

 
Nevertheless, tentu ga bakal Nana lupa nyambangi pantai yang ga begitu indah ini di saat dia libur Lebaran yang kebetulan bertepatan dengan term-break dari tempat dia kerja. So, ga heran lah kalau di satu pagi hari Rabu Nana mengayuh sang ‘orange’ – sepeda kesayangan, bukti kasih sayang teman-teman b2w Semarang – menuju pantai Maron seorang diri. Dua puluh lima menit kemudian sampailah dia di bibir pantai. (FYI, yang dia nikmati dalam perjalanan bukanlah pemandangan sawah maupun tambak di kiri kanan jalan, melainkan jalanan yang menyerupai ombak yang mengalun bergelombang meski berdebu karena hujan tidak turun berhari-hari di Semarang

Setelah memilih tempat untuk beristirahat sejenak, aku pun mengeluarkan buku diary dari tas punggung b2w dan mulai menulis. 

Tiba-tiba aku teringat obrolan ga penting dengan seseorang di telpon kemarin. He is a newbie in my life. Waktu aku bercerita bahwa aku adalah seorang b2wer, dia ga bisa bayangin bagaimana ceritanya seseorang naik sepeda berangkat ke kantor, di zaman seperti ini. (Betapa dia kuper yak? LOL.) Tatkala pertama kali aku mengatakan ‘sepedaan’, dia ternyata ‘hanya’ membayangkan aku naik sepeda keliling kampung Pusponjolo. LOL. Bukan bermaksud nyombong atau sebangsanya itu (kecuali berniat pamer), aku bilang aja rute aku CNR sepulang kerja: Tendean – Imam Bonjol – Tugumuda – Pandanaran – Simpanglima – Pahlawan – Sriwijaya – Peterongan – Pasar Kambing – Mrican – Lamper – Majapahit – Mataram – Bubakan – Agus Salim – Pemuda – Tugumuda – Sugiyopranoto – Sudirman – Kalibanteng – Pamularsih – Pusponjolo.

Aku membayangkan dia mendengarkan ceritaku sambil melongo. Ha ha ha ... (Bagi para cyclist sebangsa si kembar pak Leo dan pak Tatang mah ... rute ini kuecil sak kuku item.)

“Kamu tahu pantai Maron?” tanyaku.
“Tahu...” jawabnya.


“Pernah kesana?” tanyaku lagi.
“Belum sih ...” jawabnya.
“Well, Pusponjolo – Maron adalah rute favoritku, dengan catatan kalau ga turun hujan sehari sebelumnya.” Ceritaku, pamer.
Kubayangkan dia melongo lagi. LOL. “Hah ... jauh amat?” komentarnya.
“Ah, ga juga. Cuma setengah jam kok dari rumahku.” Jawabku merendah, meninggikan mutu.

 
“Sama siapa?” tanyanya.

 
“Biasanya sih sendirian. Sesampai sana ... nah ... nampaklah pemandangan muda mudi berpasangan. Aku sendirian.” Ceritaku, mendramatisir.

 
“Paittt...! Kasihan deh loe...” komentarnya.

 
“Ah, engga. Cuek aja lagi. Being a loner is fun too for me.” Jawabku.

 
“Trus kamu ngapain tuh di sana sendirian gitu? Ngiler dong?” tuduhnya tanpa alasan.

 
“Ya engga lah. Biasanya sih aku bawa buku bacaan, atau diary. Ga papa toh nulis diary di pantai gitu?” jawabku cuek.

 
“Yeeee ... CARI PERHATIAN BANGET!!!!!!!!!!” teriaknya di telpon.
Waduh, heranlah daku. Bukan karena dia berteriak di telpon, melainkan tuduhannya itu loh, CARI PERHATIAN!!! Lha wong aku anteng-anteng aja, duduk manis, di samping si ‘orange’, ndengerin MP4 player, sambil nulis-nulis. Kok aku dituduh cari perhatian? Kecuali kalo dengan pede aku berjoget-joget di tengah-tengah orang banyak. Lebih pede lagi tanpa busana. Wakakakaka ... (bakal langsung dijeblosin ke mental hospital kali ye?) itu namanya cari perhatian.

 
Ya ga?

 
Bener ga?

 
Tapi kamu tahu dia ngomong apa?

 
“Di tengah lautan manusia yang semuanya berpasangan di pantai, ada seorang perempuan duduk seorang diri dengan pede, menulis-nulis di buku diary sambil memandang ke laut lepas. Kamu kira itu ga menarik perhatian?!?” teriaknya lagi.

 
Dan aku pun bengong. 

 
Oh well, mataku yang belor ini ‘mencegahku’ (atau ‘menyelamatkanku’?) untuk mengetahui apakah orang-orang itu menganggap seorang perempuan yang duduk seorang diri di pinggir pantai, di samping sepedanya yang berwarna ngejreng (jangan salahin aku dong. Itu pilihan teman-teman tersayang!) ndengerin MP4 player, sambil menulis diary sebagai suatu bentuk menarik perhatian.

 
Ingatan atas obrolan di telpon kemarin ini sempat membuatku terkikik geli seorang diri tatkala aku mulai menulis diary. Ah, emang gue pikirin? Suasana pantai tidak seramai yang kuperkirakan sebelum berangkat. Dan tiba-tiba aku jadi dapat ide untuk menulis hal ini buat blog.

 
“Blogging? Hobby orang gila. Nulis-nulis sendiri. Menerbitkannya sendiri di internet. Kemudian nyuruh orang membacanya, dan menulis komentar! Huh!” komentar orang yang sama tatkala aku bilang ke dia salah satu hobiku adalah blogging. Huahuahuahaha ...

 
Nampaknya teman baruku yang satu ini akan selalu berada di kutub yang berseberangan denganku. LOL.

 
PT56 11.57 230909

Wednesday, July 22, 2009

Podungge


lebaran 2008
 

Ketika aku duduk di bangku SD/SMP aku pernah merasa bersyukur bahwa nama ‘fam’ alias marga ini tidak dicantumkan dalam akte kelahiranku sehingga aku tidak perlu malu diolok-olok teman sekolah, memiliki nama yang aneh. (Bagi orang Jawa, yang tidak memiliki ‘kebudayaan’ memiliki nama marga, tentu sangat aneh jika mereka menemukan nama ‘aneh’ – baca PODUNGGE – di belakang namaku yang sangat familier bagi orang Jawa.)


Aku lupa alasan yang tepat mengapa aku memilih mencantumkan nama fam ini di belakang namaku tatkala aku memulai aktifitas blogging di tahun 2005. Paling utama tentu adalah untuk membedakan seorang Nana yang membaptis diri menjadi seorang feminis di tahun 2003 dengan jutaan Nana lain, yang mungkin berkeliaran di dunia maya. Mempelajari feminisme dan menyadari bahwa kedua orang tuaku adalah sepupu yang memiliki nama fam yang sama, aku merasa ‘baik-baik ‘ saja untuk mencantumkan nama fam ini. 


Sebelum mulai terkena wabah fesbuk, aku berpikir akulah satu-satunya Podungge yang kelayapan di dunia maya (adikku males memakai nama fam ini di belakang namanya). Itu sebabnya aku menjadi terkesima tatkala menemukan banyak ‘Podungge’ yang memiliki akun di fesbuk. My beloved Mom yang seperti ‘anak hilang di rimba belantara pulau Jawa’ tentu senang sekali mengetahui ini, dan memberiku ‘pe-er’, “Tanyakan ke mereka nama ayah atau kakek mereka siapa.” And she is always excited to hear stories about Podungge yang kutemukan di fesbuk.

lebaran 2011


Hal ini tentu berbeda denganku plus kakak adikku yang memang sejak lahir tidak mengenal keluarga besar Podungge, kecuali mereka yang pernah menyambangi Semarang. Kita tidak merasa seperti anak ayam kehilangan induk. We feel fine without having relations with our relatives.


Entah mengapa aku merasa somewhat offended ketika seorang Podungge menyapaku, “Kamu Podungge? Asli Semarang ya?” 


Entah mengapa aku merasa pertanyaan itu seperti menuduhku mengaku-ngaku sebagai seorang Podungge.


Mana ada Podungge asli Semarang?


Namun tatkala mengajar di kelas tentang ‘hometown’ aku selalu berkata kepada para siswa, “Hometown is the town where we were born and raised.” Untuk definisi ini tentu Semarang adalah my ‘hometown’. Kalau aku mengaku Gorontalo sebagai my hometown, well, I know nothing about this town kecuali bahwa kota ini terletak di Sulawesi Utara, bahwa kota ini terkenal sebagai penghasil kopra, bahwa kerajinan kain kerawang terkenal berasal dari Gorontalo; makanan khas Gorontalo yang biasa dibuat oleh Nyokap adalah binthe biluhuta dan biluluhe, plu sambal dabu-dabu. 


Only those things. Nothing else.


Aku tidak merasa perlu mengaku-ngaku sebagai seorang Podungge, kalau dalam darahku tidak mengalir darah Podungge.


Aku juga tidak pernah merasa diuntungkan menggunakan nama Podungge di belakang namaku.
Jadi kepikiran to change my name in the cyber world.


But di dunia perbloggingan Indonesia, nama NANA PODUNGGE sudah telanjur terkenal. (Narsis MODE ON).


However, Shakespeare said, “What is in a name?”


Yeah, so ... NANA PODUNGGE jalan terus lah. LOL. For temporary perhaps. But maybe also permanently.


(Just wanna spit what has bothered my mind. Nana sedang PMS kali. LOL.)


PT56 23.32 210709

 

Lebaran 2022, di Cirebon

Friday, July 10, 2009

Maron 8 Juli 2009


Rabu 8 Juli 2009 di pantai Maron, sekitar pukul 06.25, suasana ternyata sudah sangat ramai. Di pelataran parkir, puluhan bahkan mungkin ratusan sepeda motor berjajar dengan rapi. Ada juga sekitar sepuluh mobil diparkir di tempat yang berbeda. Di pantai ratusan orang, tua muda, besar kecil, laki-laki perempuan telah bermain air dengan riang gembira. Ada juga berpuluh pasang muda mudi asyik bercengkerama, masing-masing memilih ‘pojok’ (kalau ada tempat yang bisa disebut ‘pojok’ di Maron). Ada yang masih terlihat malu-malu tapi mau. Namun ada juga yang mungkin merasa dunia hanya milik mereka berdua saja, sehingga tidak peduli lagi apakah orang-orang lain memperhatikan apa yang mereka lakukan.

Mungkin aku satu-satunya ‘turis’ (berarti bukan nelayan ataupun penjual yang berangkat ke pantai Maron untuk melakukan kegiatan mencari nafkah, melainkan untuk menikmati suasana pantai) yang berangkat ke sana naik sepeda. Mungkin juga aku satu-satunya turis yang datang ke tempat itu sendirian.

Namun aku tetap menikmati apa yang kulakukan: menghirup udara pantai di pagi hari yang segar, sekaligus menghirup bau asin air laut; mendengarkan musik dari media player, memandang laut lepas yang tak berujung, membaca buku atau menulis diary.

Kadang-kadang tak bisa kuhindari memandang sepasang kekasih yang duduk tidak jauh dari tempatku duduk. Atau sebuah keluarga kecil dengan anak bayinya yang mungkin belum berusia satu tahun.

Jadi ingat semalam seorang teman lama menelponku, “Kamu ngapain sih Na masih single aja sampai sekarang? Enak ya single? Bisa bebas ngapain aja begitu?”

Where did that jealousy go?
Jealousy to see another couple holding hands while walking in a mall.
Jealousy to see another couple chatting and giggling intimately.
Jealousy to see another ‘happy complete family’
Those jealousies were taken away by my big confidence to be alone, to live by myself.
Dan di sini, di pantai Maron, aku merasa begitu ‘complete’ meski aku duduk seorang diri memandang laut. Happiness is fulfilling my psyche inside.
Anyway, I have a plus one at home.
PT56 13.43 080709

Berapa usia Aisyah ketika dinikahi Nabi Muhammad?

Tulisan berikut ini kuambil dari sebuah milis yang kuikuti.

Berapa sebenarnya usia Aisyah pada saat dinikahi Nabi? Benarkah 9 th? Penjelasan dari milis sebelah :

Tidak Benar Nabi Menikahi Aisyah dlm usia 7 atau 9 tahun

Bukti #1: Pengujian Terhadap Sumber

Sebagian besar riwayat yang menceritakan hal ini yang tercetak di hadist yang semuanya diriwayatkan hanya oleh Hisham ibn `Urwah, yang mencatat atas otoritas dari bapaknya, yang mana seharusnya minimal 2 atau 3 orang harus mencatat hadist serupa juga. Adalah aneh bahwa tak ada seorangpun yang di Medinah, dimana Hisham ibn `Urwah tinggal,
sampai usia 71 tahun baru menceritakan hal ini, disamping kenyataan adanya banyak murid-murid di Medinah termasuk yang kesohor Malik ibn Anas, tidak menceritakan hal ini. Asal dari riwayat ini adalah dari orang-orang Iraq, di mana Hisham tinggal disana dan pindah dari Medinah ke Iraq pada usia tua.

Tehzibu'l-Tehzib, salah satu buku yang cukup terkenal yang berisi catatan para periwayat hadist, menurut Yaqub ibn Shaibah mencatat : "Hisham sangatbisa dipercaya, riwayatnya dapat diterima, kecuali apa-apa yang dia ceritakan setelah pindah ke Iraq " (Tehzi'bu'l-tehzi'b, Ibn Hajar Al-`asqala'ni, Dar Ihya al-turath al-Islami, 15th century. Vol 11, p.50).

Dalam pernyataan lebih lanjut bahwa Malik ibn Anas menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq: " Saya pernah diberi tahu bahwa Malik menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq" (Tehzi'b u'l-tehzi'b, IbnHajar Al- `asqala'ni, Dar Ihya al-turath al-Islami, Vol.11, p. 50).

Mizanu'l-ai`tidal, buku lain yang berisi uraian riwayat hidup pada periwayat hadist Nabi saw mencatat: "Ketika masa tua, ingatan Hisham mengalami kemunduran yang mencolok" (Mizanu'l-ai`tidal, Al-Zahbi, Al-Maktabatu'l-athriyyah, Sheikhupura, Pakistan, Vol. 4, p. 301).

KESIMPULAN:
berdasarkan referensi ini, Ingatan Hisham sangatlah buruk dan riwayatnya setelah pindah ke Iraq sangat tidak bisa dipercaya, sehingga riwayatnya mengenai umur pernikahan Aisyah adalah tidak kredibel.

KRONOLOGI: Adalah vital untuk mencatat dan mengingat tanggal penting dalam sejarah Islam:

Pra-610 M: Jahiliyah (pra-Islamic era) sebelum turun wahyu
610 M: turun wahyu pertama Abu Bakr menerima Islam
613 M: Nabi Muhammad mulai mengajar ke Masyarakat
615 M: Hijrah ke Abyssinia.
616 M: Umar bin al Khattab menerima Islam.
620 M: dikatakan Nabi meminang Aisyah
622 M: Hijrah ke Yathrib, kemudian dinamai Medina
623/624 M: dikatakan Nabi saw berumah tangga dengan Aisyah

Bukti #2: Meminang

Menurut Tabari (juga menurut Hisham ibn `Urwah, Ibn Hunbal and Ibn Sad), Aisyah dipinang pada usia 7 tahun dan mulai berumah tangga pada usia 9 tahun.

Tetapi, di bagian lain, Al-Tabari mengatakan: "Semua anak Abu Bakr (4 orang) dilahirkan pada masa jahiliyahh dari 2 isterinya"(Tarikhu'l-umam wa'l-mamlu'k, Al-Tabari (died 922), Vol. 4,p. 50, Arabic, Dara'l-fikr, Beirut, 1979).

Jika Aisyah dipinang 620M (Aisyah umur 7 tahun) dan berumah tangga tahun 623/624 M (usia 9 tahun), ini mengindikasikan bahwa Aisyah dilahirkan pada 613 M. Sehingga berdasarkan tulisan Al- Tabari, Aisyah seharusnya dilahirkan pada 613M, Yaitu 3 tahun sesudah masa Jahiliyahh usai (610 M).

Tabari juga menyatakan bahwa Aisyah dilahirkan pada saat Jahiliyah. Jika Aisyah dilahirkan pada era Jahiliyah, seharusnya minimal Aisyah berumur 14 tahun ketika dinikah. Tetapi intinya Tabari mengalami kontradiksi dalam periwayatannya.

KESIMPULAN: Al-Tabari tak reliable mengenai umur Aisyah ketika menikah.

Bukti # 3: Umur Aisyah jika dihubungkan dengan umur Fatimah

Menurut Ibn Hajar, "Fatima dilahirkan ketika Ka`bah dibangun kembali, ketika Nabi saw berusia 35 tahun. Fatimah 5 tahun lebih tua dari Aisyah" (Al-isabah fi tamyizi'l-sahabah, Ibn Hajar al-Asqalani, Vol. 4, p. 377, Maktabatu'l-Riyadh al-haditha, al-Riyadh,1978).

Jika Statement Ibn Hajar adalah factual, berarti Aisyah dilahirkan ketika Nabi berusia 40 tahun. Jika Aisyah dinikahi Nabi pada saat usia Nabi 52 tahun, maka usia Aisyah ketika menikah adalah 12 tahun.

KESIMPULAN: Ibn Hajar, Tabari, Ibn Hisham, dan Ibn Humbal kontradiksi satu sama lain. Tetapi tampak nyata bahwa riwayat Aisyah menikah usia 7 tahun adalah mitos tak berdasar.

Bukti #4: Umur Aisyah dihitung dari umur Asma'


Menurut Abda'l-Rahman ibn abi zanna'd: "Asma lebih tua 10 tahun dibanding Aisyah (Siyar A`la'ma'l-nubala', Al-Zahabi, Vol. 2, p. 289, Arabic, Mu'assasatu'l-risalah, Beirut, 1992).

Menurut Ibn Kathir: "Asma lebih tua 10 tahun dari adiknya [Aisyah]" (Al-Bidayah wa'l-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 371,Dar al-fikr al-`arabi, Al-jizah, 1933).

Menurut Ibn Kathir: "Asma melihat pembunuhan anaknya pada tahun 73 H, dan 5 hari kemudian Asma meninggal. Menurut iwayat lainya, dia meninggal 10 atau 20 hari kemudian, atau beberapa hari lebih dari 20 hari, atau 100 hari kemudian. Riwayat yang paling kuat adalah 100 hari kemudian. Pada waktu Asma Meninggal, dia berusia 100 tahun" (Al-Bidayah wa'l-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 372, Dar al-fikr
al-`arabi, Al- jizah, 1933)

Menurut Ibn Hajar Al-Asqalani: "Asma hidup sampai 100 tahun dan meninggal pada 73 or 74 H." (Taqribu'l-tehzib, Ibn Hajar Al-Asqalani,p. 654, Arabic, Bab fi'l-nisa', al-harfu'l-alif, Lucknow).

Menurut sebagaian besar ahli sejarah, Asma, Saudara tertua dari Aisyah berselisih usia 10 tahun. Jika Asma wafat pada usia 100 tahun dia tahun 73 H, Asma seharusnya berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah 622M).

Jika Asma berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah (ketika Aisyahberumah tangga), Aisyah seharusnya berusia 17 atau 18 tahun. Jadi, Aisyah, berusia 17 atau 18 tahun ketika hijrah pada tahun dimana Aisyah berumah tangga.

Berdasarkan Hajar, Ibn Katir, and Abda'l-Rahman ibn abi zanna'd, usia Aisyah ketika beliau berumah tangga dengan Rasulullah adalah 19 atau 20 tahun.

Dalam bukti # 3, Ibn Hajar memperkirakan usia Aisyah 12 tahun dan dalam bukti #4 Ibn Hajar mengkontradiksi dirinya sendiri dengan pernyataannya usia Aisyah 17 atau 18 tahun. Jadi mana usia yang benar ? 12 atau 18..?

KESIMPULAN: Ibn Hajar tidak valid dalam periwayatan usia Aisyah.


Bukti #5: Perang BADAR dan UHUD


Sebuah riwayat mengenai partisipasi Aisyah dalam perang Badr dijabarkan dalam hadist Muslim, (Kitabu'l-jihad wa'l-siyar, Bab karahiyati'l-isti`anah fi'l-ghazwi bikafir). Aisyah, ketika menceritakan salah satu moment penting dalam perjalanan selama perang Badar, mengatakan: "ketika kita mencapai Shajarah". Dari pernyataan ini tampak jelas, Aisyah merupakan anggota perjalanan menuju Badar.

Sebuah riwayat mengenai pastisipasi Aisyah dalam Uhud tercatat dalam Bukhari (Kitabu'l-jihad wa'l-siyar, Bab Ghazwi'l-nisa' wa qitalihinnama`a'lrijal): "Anas mencatat bahwa pada hari Uhud, Orang-orang tidak dapat berdiri dekat Rasulullah. [pada hari itu,] Saya melihat Aisyah dan Umm-i-Sulaim dari jauh, Mereka menyingsingkan sedikit pakaian-nya [untuk mencegah halangan gerak dalam perjalanan tsb]."

Lagi-lagi, hal ini menunjukkan bahwa Aisyah ikut berada dalam perang Uhud dan Badr.

Diriwayatkan oleh Bukhari (Kitabu'l-maghazi, Bab Ghazwati'l-khandaq wa hiya'l-ahza'b): "Ibn `Umar menyatakan bahwa Rasulullah tidak mengijinkan dirinya berpastisispasi dalam Uhud, pada ketika itu, Ibnu Umar berusia 14 tahun. Tetapi ketika perang Khandaq, ketika berusia 15 tahun, Nabi mengijinkan Ibnu Umar ikut dalam perang tsb."

Berdasarkan riwayat diatas, (a) anak-anak berusia dibawah 15 tahun akan dipulangkan dan tidak diperbolehkan ikut dalam perang, dan (b) Aisyah ikut dalam perang badar dan Uhud

KESIMPULAN: Aisyah ikut dalam perang Badar dan Uhud jelas mengindikasikan bahwa beliau tidak berusia 9 tahun ketika itu, tetapi minimal berusia 15 tahun. Disamping itu, wanita-wanita yang ikut menemani para pria dalam perang sudah seharusnya berfungsi untuk membantu, bukan untuk menambah beban bagi mereka. Ini merupakan bukti lain dari kontradiksi usia pernikahan Aisyah.


BUKTI #6: Surat al-Qamar (Bulan)


Menurut beberapa riwayat, Aisyah dilahirkan pada tahun ke delapan sebelum hijriyah. Tetapi menurut sumber lain dalam Bukhari, Aisyah tercatat mengatakan hal ini: "Saya seorang gadis muda (jariyah dalam bahasa arab)" ketika Surah Al-Qamar diturunkan (Sahih Bukhari, Kitabu'l-tafsir, Bab Qaulihi Bal al-sa`atu Maw`iduhum wa'l-sa`atu adha' wa amarr).

Surat 54 dari Quran diturunkan pada tahun ke delapan sebelum hijriyah (The Bounteous Koran, M.M. Khatib, 1985), menunjukkan bahwa surat tsb diturunkan pada tahun 614 M. jika Aisyah memulai berumahtangga dengan Rasulullah pada usia 9 di tahun 623 M or 624 M, Aisyah masih bayi yang baru lahir (sibyah in Arabic) pada saat Surah Al-Qamar diturunkan. Menurut riwayat diatas, secara aktual tampak bahwa Aisyah adalah gadis muda, bukan bayi yang baru lahir ketika pewahyuan Al-Qamar. Jariyah berarti gadis muda yang masih suka bermain (Lane's Arabic English Lexicon).

Jadi, Aisyah, telah menjadi jariyah bukan sibyah (bayi), jadi telah berusia 6-13 tahun pada saat turunnya surah Al-Qamar, dan oleh karena itu sudah pasti berusia 14-21 tahun ketika dinikah Nabi.

KESIMPULAN: Riwayat ini juga mengkontra riwayat pernikahan Aisyah yang berusia 9 tahun.

Bukti #7: Terminologi bahasa Arab

Menurut riwayat dari Ahmad ibn Hanbal, sesudah meninggalnya isteri pertama Rasulullah, Khadijah, Khaulah datang kepada Nabi dan menasehati Nabi untuk menikah lagi, Nabi bertanya kepadanya tentang pilihan yang ada di pikiran Khaulah. Khaulah berkata: "Anda dapat menikahi seorang gadis (bikr) atau seorang wanita yang pernah menikah (thayyib)". Ketika Nabi bertanya tentang identitas gadis tersebut (bikr), Khaulah menyebutkan nama Aisyah. Bagi orang yang paham bahasa Arab akan segera melihat bahwa kata bikr dalam bahasa Arab tidak digunakan untuk gadis belia berusia 9 tahun.

Kata yang tepat untuk gadis belia yang masih suka bermain-main adalah, seperti dinyatakan dimuka, adalah jariyah. Bikr di sisi lain, digunakan untuk seorang wanita yang belum menikah serta belum punya pertautan pengalaman dengan pernikahan, sebagaimana kita pahami dalam bahasa Inggris "virgin". Oleh karena itu, tampak jelas bahwa gadis belia 9 tahun bukanlah "wanita" (bikr) (Musnad Ahmad ibn Hanbal, Vol. 6, p. .210,Arabic, Dar Ihya al-turath al-`arabi, Beirut).

Kesimpulan: Arti literal dari kata, bikr (gadis), dalam hadist diatas adalah "wanita dewasa yang belum punya pengalaman sexual dalam pernikahan." Oleh karena itu, Aisyah adalah seorang wanita dewasa pada waktu menikahnya.

Bukti #8. Text Qur'an

Seluruh muslim setuju bahwa Quran adalah buku petunjuk. Jadi, kita perlu mencari petunjuk dari Qur'an untuk membersihkan kabut kebingungan yang diciptakan oleh para periwayat pada periode klasik Islam mengenai usia Aisyah dan pernikahannya. Apakah Quran mengijinkan atau melarang pernikahan dari gadis belia berusia 7 tahun?

Tak ada ayat yang secara eksplisit mengijinkan pernikahan seperti itu. Ada sebuah ayat, yang bagaimanapun, yang menuntun muslim dalam mendidik dan memperlakukan anak yatim. Petunjuk Qur'an mengenai perlakuan anak Yatim juga valid diaplikasikan pada anak kita sendiri.

Ayat tersebut mengatakan : Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. (Qs. 4:5) Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin.Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta hartanya." (Qs. 4:6)

Dalam hal seorang anak yang ditinggal orang tuanya, Seorang muslim diperintahkan untuk (a) memberi makan mereka, (b) memberi pakaian, (c) mendidik mereka, dan (d) menguji mereka thd kedewasaan "sampai usia menikah" sebelum mempercayakan mereka dalam pengelolaan keuangan.

Disini, ayat Qur'an menyatakan tentang butuhnya bukti yang teliti terhadap tingkat kedewasaan intelektual dan fisik melalui hasil test yang objektif sebelum memasuki usia nikah dan untuk mempercayakan pengelolaan harta-harta kepada mereka.

Dalam ayat yang sangat jelas diatas, tidak ada seorangpun dari muslim yang bertanggungjawab akan melakukan pengalihan pengelolaan keuangan pada seorang gadis belia berusia 7 tahun. Jika kita tidak bisa mempercayai gadis belia berusia 7 tahun dalam pengelolaan keuangan, Gadis tersebut secara tidak memenuhi syarat secara intelektual maupun fisik untuk menikah. Ibn Hambal (Musnad Ahmad ibn Hambal, vol.6, p. 33 and 99) menyatakan bahwa Aisyah yang berusia 9 tahun lebih tertarik untuk bermain dengan mainannya daripada mengambil tugas sebagai isteri.

Oleh karena itu sangatlah sulit untuk mempercayai, bahwa Abu Bakar, seorang tokoh muslim, akan menunangkan anaknya yang masih belia berusia 7 taun dengan Nabi yang berusia 50 tahun.. Sama sulitnya untuk membayangkan bahwa Nabi menikahi seorang gadis belia berusia 7 tahun.

Sebuah tugas penting lain dalam menjaga anak adalah mendidiknya. Marilah kita memunculkan sebuah pertanyaan,"berapa banyak di antara kita yang percaya bahwa kita dapat mendidik anak kita dengan hasil memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7 atau 9 tahun?" Jawabannya adalah Nol besar.

Logika kita berkata, adalah tidak mungkin tugas mendidik anak kita dengan memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7 tahun, lalu bagaimana mana mungkin kita percaya bahwa Aisyah telah dididik secara sempurna pada usia 7 tahun seperti diklaim sebagai usia pernikahannya?

Abu Bakr merupakan seorang yang jauh lebih bijaksana dari kita semua, Jadi dia akan merasa dalam hatinya bahwa Aisyah masih seorang anak-anak yang belum secara sempurna sebagaimana dinyatakan Qur'an. Abu Bakar tidak akan menikahkan Aisyah kepada seorangpun. Jika sebuah proposal pernikahan dari gadis belia dan belum terdidik secara memuaskan datang kepada Nabi, Beliau akan menolak dengan tegas karena itu menentang hukum-hukum Quran.

KESIMPULAN: Pernikahan Aisyah pada usia 7 tahun akan menentang hukum kedewasaan yang dinyatakan Quran. Oleh karena itu, Cerita pernikahan Aisyah gadis belia berusia 7 tahun adalah mitos semata.

Bukti #9: Ijin dalam pernikahan

Seorang wanita harus ditanya dan diminta persetujuan agar pernikahan yang dia lakukan menjadi syah (Mishakat al Masabiah, translation by James Robson, Vol. I, p. 665). Secara Islami, persetujuan yang kredible dari seorang wanita merupakan syarat dasar bagi kesyahan sebuah pernikahan.

Dengan mengembangkan kondisi logis ini, persetujuan yang diberikan oleh gadis belum dewasa berusia 7 tahun tidak dapat diautorisasi sebagai validitas sebuah pernikahan.

Adalah tidak terbayangkan bahwa Abu Bakr, seorang laki-laki yang cerdas, akan berpikir dan mananggapi secara keras tentang persetujuan pernikahan gadis 7 tahun (anaknya sendiri) dengan seorang laki-laki berusia 50 tahun.

Serupa dengan ini, Nabi tidak mungkin menerima persetujuan dari seorang gadis yang menurut hadith dari Muslim, masih suka bermain-main dengan bonekanya ketika berumah tangga dengan Rasulullah.

KESIMPULAN: Rasulullah tidak menikahi gadis berusia 7 tahun karena akan tidak memenuhi syarat dasar sebuah pernikahan islami tentang klausa persetujuan dari pihak isteri. Oleh karena itu, hanya ada satu kemungkinan Nabi menikahi Aisyah seorang wanita yang dewasa secara intelektual maupun fisik.

Summary:
Tidak ada tradisi Arab untuk menikahkan anak perempuan atau laki-laki yang berusia 9 tahun, Demikian juga tidak ada pernikahan Rasulullah SAW dan Aisyah ketika berusia 9 tahun. Orang-orang arab tidak pernah keberatan dengan pernikahan seperti ini, karena ini tak pernah terjadi sebagaimana isi beberapa riwayat.

Jelas nyata, riwayat pernikahan Aisyah pada usia 9 tahun oleh Hisham ibn `Urwah tidak bisa dianggap sebagai kebenaran, dan kontradisksi dengan riwayat-riwayat lain. Lebih jauh, tidak ada alasan yang nyata untuk menerima riwayat Hisham ibn `Urwah sebagai kebenaran ketika para pakar lain, termasuk Malik ibn Anas, melihat riwayat Hisham ibn `Urwah selama di Iraq adalah tidak reliable.

Monday, June 22, 2009

J-O-M-B-L-O


 

Hari Minggu 21 Juni 09 ketika menghadiri acara syukuran khitanan anak seorang teman anggota komunitas b2w Semarang, beberapa teman laki-laki curhat tentang betapa galau mereka saat malam minggu datang dan mereka masih jomblo. (Background: dari kurang lebih 30-50 anggota komunitas yang lumayan aktif beraktifitas bersama, jumlah perempuan yang bergabung masih di bawah 10 orang.)
“Rasanya malu kalau malam minggu di rumah saja, ketahuan belum punya pacar.” Kata seseorang. Itu sebabnya dia akan pergi dari rumah tatkala malam minggu tiba, tidak penting dia akan menghabiskan malam minggunya dimana. 


Jadi ingat malam minggu sebelumnya, tatkala kumpul-kumpul dengan teman dari komunitas yang sama, b2w Semarang, seorang teman laki-laki bilang, “Ayo to Jeng, aku dicariin pacar. Murid-muridmu tentu ada kan yang ‘melek’? Kasihan malam minggu gini aku seorang diri saja.”

Belum pernah aku menyadari bahwa kesendirian bisa menjadi begitu hal yang menyedihkan, sekaligus memalukan bagi orang-orang tertentu. LOL. Atau mungkin aku sudah lupa karena tahun-tahun terakhir ini aku dengan bangga mengakui menjadi anggota ‘single and happy’ community. LOL. Kalau pun toh duuuuluuuuu aku pernah mengalami rasa ‘kok aku ga laku ya?’ (LOL), tapi seingatku aku ga sampai merasa suatu hal yang memalukan malam minggu kok di rumah saja, ga ada yang ngapelin. (Maklum, aku perempuan, tinggal di kultur dimana perempuan biasanya ‘diapeli’ dan bukannya pihak yang ‘ngapeli’.)


Hal ini mengingatkanku kasus Cici Faramida yang dianiaya oleh suaminya. Pertanyaan pertama yang langsung muncul dari benakku tatkala mendengar kasus ini adalah, “Why the hell did she marry that jerk?” 


Mengapa menikah? Mengapa harus merasa bahwa orang yang menikah lebih bahagia daripada orang yang tidak (atau belum) menikah? (I have many articles on this in my blog at http://afeministblog.blogspot.com under tag ‘marriage’.)


Mengapa harus punya pacar? Mengapa harus merasa nelangsa tatkala tidak punya pacar?

“What have you done so far to get a boyfriend?” tanya seseorang padaku beberapa bulan lalu.


“Should I really do something serious to get one?” tanyaku balik.


“Well, do you think you will get a boyfriend without ‘struggling’?” tanyanya lagi.


“I am okay. Why should you trouble yourself to ask me such a thing?” aku sebenarnya ingin mengatakan, “Mind your own business!” tapi Nana adalah seseorang yang sangat sweet (LOL) untuk mengatakan hal seperti itu. LOL.


“You are lonely, aren’t you?” tuduhnya.


Iki piye to ki? LOL. Sing ngrasakke sopo jal? LOL.


Well, anyway, he is just a guy I found on net. It is very easy to discard him from my list. So, aku tidak perlu memasukkan kata-katanya dalam hati.

Another related case. 


Beberapa minggu lalu seorang sepupu (perempuan) jauh datang ke Semarang. Aku lupa kita sedang ngobrol apa, tahu-tahu dia bilang, “Kalau mbak Nana tinggal di Gorontalo, tentu mbak Nana sudah menikah lagi.”


I was really dumbfounded sehingga aku hanya bengong saja dan tidak berkomentar apa-apa.


Tak lama kemudian, suami sepupu (yang juga sepupuku) ini mengirim email kepadaku, bertanya apa rencanaku ke depan to get a hubby-to-be. Kalau perlu mungkin aku sebaiknya berkunjung ke Gorontalo. (Mungkin ada banyak cousin Podungge yang masih single? LOL.)


What a ridiculous thing. 


Tatkala aku bilang, “I have no idea yet about getting married again.” dia berkomentar, “You are a good woman.” 


(HELLO EVERYONE OUT THERE!!! CAN YOU EXPLAIN IT TO ME, PLEASE??? Apa hubungan antara belum punya rencana menikah lagi dengan being a good woman?


Jadi ingat omongan usil Wakasek Angie beberapa bulan lalu, waktu aku terpaksa menemuinya karena suatu kasus. Sang Wakasek yang rese ini bertanya, “Ga ada rencana menikah lagi Bu?”
“Belum.” Jawabku. 


Ekspresi wajahnya kaget. “Belum atau tidak?” tanyanya, meyakinkan telinganya barangkali. LOL.


“Belum.” Jawabku lagi.


“Oh, sebaiknya Ibu menjawab tidak, toh sudah punya anak. Sebaiknya Ibu berkonsentrasi membesarkan anak saja. Tapi kalau memang Ibu berencana menikah lagi, ya saya doakan semoga mendapatkan suami yang baik.”


R-E-S-E!!!


See? Betapa kontradiktif apa yang dikatakan oleh sepupuku dan Wakasek yang super rese itu.

Kembali ke percakapan teman-teman b2w Semarang.


Aku belum menemukan jawaban mengapa seseorang harus merasa nelangsa dan malu tatkala belum punya pacar. 


Mengapa seseorang harus merasa nelangsa dan malu tatkala dia belum (atau tidak) menikah. Apalagi hal ini diakui oleh kaum laki-laki, yang menurutku, seharusnya tidak begitu ‘peduli’ pada kejombloan, mengingat di ‘marriage-oriented society’ tempat kita tinggal ini, yang biasanya sangat merasa merana kalau belum menikah itu biasanya perempuan. (For one example, you can click this http://afeministblog.blogspot.com/2006/05/marriage-oriented-society.html


Anybody can help me? 


PT56 21.13 210609

Saturday, June 06, 2009

Menunggu

Sampai payah aku menunggu
saat kuhapus bayangmu
dari benakku
maupun sudut hatiku

sampai jatuh bangun aku
mencerabut rasa itu dari kalbu
serta segala peristiwa
yang menghiasi jalan hidup kita

masa itu tak tiba jua

L-E-L-A-H!!!

Tbl 15.26 060609

Thursday, June 04, 2009

Rindu

rinduku padamu tak kan menghilang
meski terkadang bersembunyi
di balik tumpukan kesibukan

SPB 11.55 040509

Monday, May 25, 2009

Magnet

ada magnet di seluruh tubuhmu
memerangkapku
dalam pesona adiksi
nan memabukkan

tak mampu
kumenjauh

SPB 12.02 250509

Sunday, May 24, 2009

Thursday, May 21, 2009

Ingin kutiti malam

Ingin kutiti malam
Bersama bayangmu
Yang erat memelukku

(Jangan biarkan
Kokok ayam di pagi hari
Membangunkan sang mentari)

PT56 21.50 210509

Aku mencintaimu

aku mencintaimu
meski kutahu
tak kupupuk rasa itu

aku mencintaimu
meski kutak tahu
kan kemana kita langkahkan kaki

aku mencintaimu
karena hanya rasa itu
yang kumiliki untukmu

PT56 21.40 210509

Aku mencintaimu

aku mencintaimu
meski kutahu
tak kupupuk rasa itu

aku mencintaimu
meski kutak tahu
kan kemana kita langkahkan kaki

aku mencintaimu
karena hanya rasa itu
yang kumiliki untukmu

PT56 21.40 210509

Monday, April 06, 2009

The Marriage

They will fit, she thinks,
But only if her backbone
Cuts exactly into his rib cage.
And only if his knees
Dock exactly under her knees
And all four
Agree on a common angle.
All would be well
If only
They could face each other.

Even as it is
There are compensations
For having to meet
Nose to neck
Chest to scapula
Groin to rump
When they sleep.

They look, at least,
As if they were going
In the rame direction.

By Anne Stevenson

Friday, March 20, 2009

Liburrr ...

Alhamdulillah sebentar lagi libur akhir term akan tiba--minggu depan!!! (read -> 23 Maret 2009).
Beberapa ide yang rasanya telah membuat otakku gatal untuk menulis:

1. Nulis tentang Puji sang pedofil -- utang kepada Triesti yang beberapa bulan lalu bertanya, "Na, sudah nyatroni Puji/Ulfa?" Kebetulan baru saja aku tergelitik dengan tulisan seorang MPer yang kebetulan masuk dalam jajaran contact ku yang menganggap L-U-C-U bahwasanya Puji yang pedofil itu ditahan.
Gosh, mungkin karena aku sekarang sedang PMS aku menjadi sangat tersinggung membaca tulisannya, yang bisa kusimpulkan "TIDAK APA-APA DI INDONESIA MENIKAHI ANAK-ANAK DI BAWAH UMUR."

2. A more thorough interpretation on INTO THE WILD movie. -- utang pada diri sendiri sejak beberapa bulan yang lalu.

3. Pentingnya face-to-face communication untuk mengurangi misunderstanding dalam percakapan maupun diskusi dengan orang lain. Well, dunia 'modern' yang kita hidupi sekarang ini memang telah membuat kita tidak perlu face-to-face dalam berkomunikasi. Namun toh hal ini tidak berarti bahwa kita bisa selalu menghindari misunderstanding.

4. Pentingnya ikut mendukung kampanye 'PILIH CALEG PEREMPUAN' agar kebutuhan para perempuan lebih terwakili di DPR/DPRD. Those female legislative candidates need to be supported to prove their skills and capabilities.

5. Artikel-artikel lain yang berhubungan denga feminisme dan gender.

6. Laporan rapat b2w Semarang tanggal 15 Maret 2009.

Apalagi ya??? Just wait and see dah.

I LOVE TERM BREAK!!!

SPB 13.47 200309

Narcissistic

Nowadays, who will NOT admit that 'narcissistic' is their middle name? Absolutely I am one of those who honestly say that 'narcissistic is my middle name. One very obvious 'proof' is my blogs scattered everywhere.
That is why I was very proud of myself when Fatih Syuhud selected my blog as TOP TEN BLOGGERS 2008 by the end of year 2008. Now and again I visited his site announcing it, to read some comments people have left. Well, in case there are some people disagreed with Fatih's selection. So far, no one complained about my blog. However, just today I found hs site explaining to people some requirements bloggers should fulfill if they want their blogs to be selected to be TOP TEN BLOGGERS.
Here are some requirements Fatih wrote:

http://fatihsyuhud.com/top-blogger-indonesia-of-week/

List of Blogger Indonesia of the Week, Blogger Indonesia of the Year and the requirements to get reviewed.

I make a blogger of the week (BOW)’s feature as a way to encourage, appreciate and promote Indonesian bloggers who blog in English. After several months I run this feature, it got attention from blog-indonesia.com–the largest Indonesia blog directory–who offers me to put the feature in its sidebar which I gladfully accepted. Thus, once your blog gets reviewed here, your blog will be promoted not only in this blog, but also in blog-indonesia.com. Thanks to its founder, W.M.

The requirement to get reviewed is simple: (a) Your blog is written in English; (b) The blogger is using original name or so it seems; pseudonym or ghostname blogger will not be considered unless for specific reasons; (c) Blogging frequently; (d) The content is original and not commercial (blog about career, vacancy (lowongan kerja), scholarship (beasiswa), etc won’t be included).

Each year, I also award the Top Ten Blogger of the Year for English-speaking Indonesian blogger whose blogs I already reviewed as Blogger Indonesia of the Week. The main criteria being not only the quality content of the blog, but more particularly, the influence and sort of leadership on-and-off-line the bloggers in question carry.

So, if you are an Indonesian and have an English-speaking blog and you feel it fits the above criteria, it’d be of great help if you put your blog URL address in the comment box below along with a brief intro. In the next few weeks, it could be your blog turn to be reviewed. Keep blogging, writing and sharing your precious thoughts.

So? If you want to follow my step, ehem, try your best!

By the way, I remember my Abang's question when he found me as TOP TEN BLOGGERS: "Who is Fatih Syuhud, Nana? I have never heard you mention his name yet!" (Aha ... my Abang suspected me to have a special relationship with Fatih! LOL.)

I do not personally know Fatih. He found my blog, reviewed the contents, and then chose me as BLOGGER OF THE WEEK. So? No nepotism here, of course.

Let us go blogging, everyone!

SPB 11.22 200309

Thursday, March 12, 2009

I felt a funeral, in my brain

I felt a Funeral, in my Brain,
And Mourners to and fro
Kept treading--treading--till it seemed
That Sense was breaking through--

And when they all were seated,
A Service, like a Drum--
Kept beating--beating--till I thought
My Mind was going numb--

And then I heard them lift a Box
And creak across my Soul
With those same Boots of Lead, again,
Then Space--began to toll,

As all the Heavens were a Bell,
And Being, but an Ear,
And I, and Silence, some strange Race
Wrecked, solitary, here--

And then a Plank in Reason, broke,
And I dropped down, and down--
And hit a World, at every plunge,
And Finished knowing--then--

-- Emily Dickinson

Why me?

Why me?
Why my family?

I remember I asked myself such questions when my beloved dad passed away in September 1989. A silly question when then I was trying to view other people using their point of view--in case such an unhappy thing happened to them. I was of opinion they would ask the same question, "Why did this happen to me? To my family? Why not to other people who seem okay to accept it?"

I realized that my family and I had to accept the bitter thing.

This time I almost asked myself the similar question when my dearest brother got attacked by a very serious illness. Perhaps this question oftentimes pop up at people's mind when such bitter and sad thing happen to them, automatically. Naively?

Wish me and my family strenght, please?

C-net 20.30 120309

Monday, March 09, 2009

Late

am I too late

to teach you to swim?

are you too late

to learn to swim with me?


are we too late

to make our dreams come true?

PT56 13.39 090309

Catatan tercecer ...

Catatan tercecer dari KAMPUNG CYBER SEMARANG event

Komunitas Multiply Semarang (wah, out of the blue, aku menjadi anggota komunitas baru) mengadakan event kopi darat yang diberi tajuk KAMPUNG CYBER SEMARANG pada tanggal 6-8 Maret 2009 di Plasa Simpanglima lantai 5b. B2w Semarang—sebagai salah satu pemilik account di www.multiply.com tentu saja ikut ambil bagian.

Di tulisan ini aku tidak akan mengupas event KCS itu sendiri, melainkan beberapa hal yang menarik yang kualami.

Hari Jumat sore adalah saat pembukaan KCS. Di atas meja ada setumpuk flyer baru untuk dibagikan kepada para pengunjung yang berisikan tips bagi b2wer pemula. Di bawahnya tercantum beberapa nomor hape, dimana nomor hapeku termasuk di dalamnya.

Sekitar pukul 7 malam, ada sms masuk, memberitahukan bahwa si pengirim sms sore tadi mampir ke stand b2w Semarang, dan mengambil satu flyer. Tentu saja hal ini dia lakukan karena dia tertarik ingin bergabung dengan komunitas b2w. Dia bertanya apa syarat untuk bergabung dan bagaimana caranya. “Memiliki sepeda, jenis apa saja...” adalah syarat pertama. Dan untuk bergabung, aku sarankan padanya untuk datang saja ke stand—mumpung kita sedang berpameran—dan langsung saja mendaftarkan diri dengan mengisi formulir, dan membayar Rp. 10.000,00 untuk ganti ongkos cetak bike tag dan stiker yang akan diberikan kepadanya. Namun jika dia tidak sempat, kusarankan dia datang ke ‘mabes’ b2w Semarang, yang terletak tidak jauh dari videotron Jalan Pahlawan pada hari Minggu pagi sekitar pukul 06.00-07.00.

(Waktu menulis ini aku baru kepikiran, kenapa orang misterius itu tidak langsung saja bertanya hal ini tatkala dia mampir ke stand b2w? Seingatku sore itu aku jaga stand, karena sepulang kerja di SPB aku langsung ke venue, dan kelas yang di LIA digantikan oleh seorang workmate.)

Hari Minggu pagi aku dan beberapa teman ‘nongkrong’ di mabes, untuk bersama panitia KCS membagikan flyer ke para passerby, sebagai usaha promosi acara. Aku sempat melihat seseorang mengenakan kaos jersey b2w Semarang yang berwarna kuning ngejreng, dan ada bike tag di bawah sadelnya. Karena keadaan jalan Pahlawan waktu itu sedang ramai, ditambah lagi mataku belor, aku ga mengenali orang itu yang melintas dengan cepat-cepat.

Bike tag KOMUNITAS PEKERJA BERSEPEDA SEMARANG memang telah dimiliki oleh banyak orang di Semarang. Apalagi pada waktu acara BIKE TO WORK DAY 29 Agustus 2008 dan acara ROLLING THUNDER bareng SOC dan SLOWLY kita membagikan bike tag kepada para peserta secara gratis. Pengalamanku sendiri pernah berpapasan dengan orang yang memasang bike tag di bawah sadelnya, namun dia cuek saja kepadaku (di milis aku selalu bercanda dengan mengatakan: WAJIB HUKUMNYA BAGI ANGGOTA B2W SEMARANG UNTUK MENGENAL NANA PODUNGGE.) telah terjadi beberapa kali. Namun untuk mereka yang mengenakan kaos jersey b2w Semarang, tentu hanya sedikit, atau well, baru sedikit orang yang memiliki kaos jersey b2w Semarang. Kali ini yang sangat mengherankan: seseorang mengenakan kaos jersey b2w Semarang, memasang bike tag b2w di bawah sadel, melewati ‘mabes’ b2w Semarang pada hari Minggu pagi, dengan cuek, tanpa menoleh, dimana pada saat itu ada beberapa anggota komunitas yang nongkrong di situ (kebetulan aku juga mengenakan kaos jersey).

Siangnya waktu jaga stand, aku dapat kiriman sms dari orang yang sama yang mengirimkan sms hari Jumat.

Mbak, tadi pagi saya lewat mabes b2w, tapi mau mampir saya malu.”

LOL.

Was he the same person passing by the ‘base camp’ of b2w Semarang? The one wearing jersey b2w whose bike had bike tag under the saddle?

Aku jadi ingat waktu pertama kali mas Triyono—yang sekarang menjabat sebagai wakil ketua Komunitas b2w Semarang—merayuku untuk bergabung: “Mbak Nana kalau besok Minggu sempat jalan-jalan ke Jalan Pahlawan, jangan lupa mampir di tempat kita berkumpul ya? Ada banyak pesepeda di sana. Yang membedakan: di bawah sadel kita ada bike tag kuning yang bertuliskan KOMUNITAS PEKERJA BERSEPEDA SEMARANG.”

NOTE: dia berharap dengan ada anggota yang perempuan, akan semakin menarik minat banyak orang untuk bergabung komunitas b2w Semarang.

Aku tidak mampir ke mabes waktu itu karena aku masih memilih pergi berenang, plus belum punya sepeda yang bisa kunaiki (karena sepeda WINNER lungsuran kakakku masih dipakai oleh adikku), plus mungkin juga aku akan merasa malu, tahu-tahu nyamperin segerombolan laki-laki, yang aku belum tahu karakternya bagaimana. LOL.

*****

Peristiwa berikut yang lumayan menarik bagiku untuk kubagikan di sini.

Ada seorang tamu di stand yang mengaku lulusan SMA 3 Semarang. Kutilik dari wajahnya, aku pikir umurnya ga jauh beda denganku. Itu sebabnya aku bertanya dia lulus tahun berapa.

Saya lulus tahun 1996.” Jawabnya.

Wedew, ternyata aku lebih tua sepuluh tahun. Entah apakah karena aku yang (merasa) awet muda atau dia yang awet tua ya? hahahaha ...

Dari dia aku tahu bahwa ternyata alumni SMA 3 Semarang memiliki milis. Sangat ketinggalan zaman ya?  namanya alsteindonesia@yahoogroups.com ALSTE singkatan dari ALumni Sma Tiga sEmarang.

Aku jadi ingat waktu aku kuliah S1 di Jogja di pertengahan tahun 1980-an. Aku dan teman-teman alumni masih sering berkumpul di bawah bendera ALSTE. Waktu kutanyakan teman yang melanjutkan kuliah di IKIP Semarang, apakah ALSTE Semarang pun sering berkumpul dan melakukan kegiatan bersama, komentarnya: “Na, di kampus tuh buanyak anak-anak lulusan SMA 3. Aku yakin di UNDIP pun tentu sama. Kita-kita yang tinggal di Semarang ga perlu bereunian seperti kamu yang ngabur ke Jogja.”

Wah ...

Tapi sekarang meskipun aku tetap berdomisili di Semarang, aku sudah lama tidak bertemu dengan teman-teman seangkatan, apalagi angkatan lain. Aku juga belum pernah menemukan mereka di situs networking, seperti friendster, multiply, atau facebook. (I am a newbie at facebook though.)

*****

Peristiwa lain: aku tersesat di Plasa Simpanglima tatkala aku berusaha mencari jembatan penghubung PS dengan CL. Aku juga tersesat mencari venue tempat diselenggarakan KCS tatkala aku berusaha naik ke lantai 5b menggunakan eskalator yang terletak di tempat yang berbeda dengan lift yang biasa kupakai untuk naik ke lantai 5b.

Mbak Nana bukan anak mall ya?” komentar Icha yang mengaku diri sebagai anak mall, yang katanya pernah hanging around CL dari pukul 10.30 sampai hampir 21.00. Gile benerrrrrrrrrrrrr!!!

Masih ingat apa yang kutulis di postingan “Bookworm Cyclist”? di situ aku menulis aku tidak menemukan tempat diselenggarakan rapat KCS, dua minggu sebelum penyelenggaraan acara.

Hari Minggu siang 8 Maret 09 aku ngajak Angie makan di McD, lewat jembatan yang menghubungkan PS dan CL. (Bulan Desember 2008 tahun lalu, waktu aku windowshopping bareng Angie, kita juga lewat situ.)

Make sure that you remember the direction honey to come back to the venue,” kataku pada Angie.

Mengetahui bahwa nyokapnya bukan tipe anak mall, hal ini tentu bukan hal yang aneh maupun luar biasa baginya. Jadi Angie pun maklum saja mendengarku berkata begitu.

Sorenya, Icha memintaku untuk mengantarnya ke salah satu toko busana Muslimah. Kita melewati jembatan yang bagiku kadang-kadang misterius itu. LOL. Dia tertawa geli waktu mendengarku berkisah tentang ketersesatanku pada hari Jumat. Waktu itu aku bertanya kepada salah seorang satpam.

Icha bilang, “Satpam itu tentu heran mbak, masak jembatan penghubung CL dan PS aja ga tahu letaknya?”

Ah, peduli amat apa yang dia pikirkan?

Sepulang dari toko busana Muslimah itu, aku yang mengenakan sepatu ‘jalan’ berjalan lebih cepat dibandingkan Icha yang mengenakan sepatu high heels. Tatkala dilihatnya aku sudah tahu where to go, dia pun menggoda, “Sekarang sudah hafal jalannya mbak?”

Sebulan atau dua bulan lagi kalau aku terpaksa kesini lagi seorang diri, mungkin aku akan tersesat lagi.” Sahutku. LOL.

*****

Masih ada peristiwa lain lagi yang bisa kubagi di sini, tapi nanti jadi terlalu panjang. Tentu bakal membosankan bagi pembaca.  So? That’s all so far.

PT56 15.42 090309

Pindah ke lain hati

Berenang:

Cinta pertamaku yang sunyi

Bersepeda:

Cinta keduaku yang hingar bingar



Bagi mereka yang mengikuti blogku semenjak tahun 2006—terutama Abangku tersayang—tentu tahu aku adalah makhluk penyendiri yang memiliki dunia sempit namun fulfilling. Kala hari Minggu datang, dengan sepenuh cinta aku mempersiapkan diri berangkat ke kolam renang. ‘Perlengkapan’ yang wajib kubawa selain peralatan mandi adalah buku diary, buku bacaan, alat tulis, hape, dan media player. Aku menikmati dua jenis kegiatan yang kulakukan di Paradise Club—tempat nongkrong yang paling asik bagiku: berenang dan mojok di bangku kesayanganku. Setelah berenang kurang lebih satu jam, mandi, ganti baju, aku akan berasik masyuk dengan buku yang kubawa, scribble atau membaca, sambil mendengarkan musik dari MP, dan sesekali berkirim sms dengan Abangku yang di awal perkenalan kita dulu sering penasaran pengen lihat aku mojok: si mata belor sedang menikmati dunia sempitnya; serasa dunia pun miliknya seorang diri. Namun karena lokasi tempat tinggal kita terpisah ribuan mil, tak mudah baginya untuk diam-diam memandangku dari kejauhan.

Kamu kirim fotomu waktu mojok gitu dong Diajeng Cimplon.” Rayunya.

(NOTE: dia suka banget memberiku nick yang lain dari pada yang lain: ‘Diajeng Cimplon’ adalah salah satunya.)

Lah, piye carane Bang aku jepret diriku sendiri begitu? Aku ga punya kamera digital yang bisa kupakai untuk itu,” elakku. Bukan karena aku pelit loh.

Ya minta tolong orang lain kek atau bagaimana? Kreatif dikit napa sih?” katanya lagi, rada maksain. LOL.

Waduh, Bang, malu euy, masak narsis amat?” aku tetap mengelak. LOL.

(CATAT: Nana rada malu juga ketahuan narsis oleh orang-orang Paradise Club karena aku udah telanjur ‘terkenal’ sebagai si “mbak penyendiri yang hobby membaca dan menulis di meja dan bangku yang satu itu”. LOL.)

Akhirnya aku ‘hanya’ menjepret bangku tempatku nongkrong itu dari kejauhan, untuk kupost di blog, agar Abangku bisa membayangkan what I ‘look like’ from a distance. Tentu saja dia tetap harus membayangkan di atas bangku kosong itu ada aku yang sedang duduk, membaca atau menulis, sambil mendengarkan musik dari MP, hadiah pemberiannya tatkala aku dirundung duka di bulan Oktober 2006.

*****

Semenjak aku bergabung dengan komunitas bike to work Semarang, dan mulai menikmati mengayuh sepeda di tengah lalu lalang kendaraan di kota kelahiranku ini, aku mulai meninggalkan ‘dunia sempitku’. Out of the blue aku menjadi makhluk sociable yang sangat ramah kepada para pesepeda yang biasa mampir ke ‘mabes’ b2w Semarang yang berlokasi di dekat patung Pengeran Diponegoro di Jalan Pahlawan Semarang. Acara bersepeda bersama-sama keliling kota, bernarsis ria di depan kamera, berkulineran, sekaligus bercanda saling meledek satu sama lain tiba-tiba menggantikan ‘hari Minggu yang sunyi namun fulfilling’.

Di awal-awal aku masih sangat sering kangen untuk menyendiri, membaca buku, menulis untuk blog—to express things burdening my mind due to many things: terutama to expose my being feminist and religiosity. Moreover, ketika out of the blue aku mendapatkan pekerjaan yang membuatku selalu merasa seperti robot (working from 7 am to 7 pm), hampir tak menyisakan waktu untukku menulis: one challenging intellectual activity for my brain.

Semakin aku terlibat dengan komunitas, aku menjadi merasa semakin bertanggung jawab untuk kegiatan ini itu—bahkan termasuk rutinitas yang bagi banyak anggota membosankan: menjaga ‘mabes’ di hari Minggu pagi, untuk berjaga-jaga seandainya ada calon anggota yang ingin bergabung dengan komunitas b2w Semarang. Ini karena di flyer yang kita bagikan tertulis ‘datang saja ke videotron jalan Pahlawan pada hari Minggu pagi untuk bergabung bersama kami’.

Dan tanpa kusadari aku telah hampir dua bulan meninggalkan ‘cinta pertamaku’: berenang.

Beberapa hari yang lalu aku komplain ke Abang: “Capeekk banget Bang...” sebagai alasan aku ga punya waktu membaca milis, tatkala dia ‘menegur’: “Di milis ada yang ngomongin tentang ‘feminisme’, kok kamu diam saja? Ga sempat buka milis ya? biasanya kalo ada yang nyinggung tentang feminisme, kamu langsung nyamber.”

Makanya kamu jangan ninggalin berenang. Kalo main sepedaan ya secukupnya saja, jangan maksain diri.” Komentarnya.

Wedew, aku capek dengan pekerjaan Bang, bukan karena main sepedaan. LOL.

Pengen ‘break’.

Pengen mewujudkan keinginanku yang telah tertunda lebih dari 3 bulan: menulis tentang Irshad Manji, the secular Muslim lesbian, dan menulis yang lebih thorough tentang film INTO THE WILD. Agar aku bisa segera menonton film-film yang lain. (NOTE: gara-gara obsesi menulis tentang film satu ini, aku berhenti menonton film-film yang lain.)

Pengen balik ke Paradise Club agar bisa ngikut aerobics dan latihan fitness.

Dan lain-lain.

Ternyata aku bisa pindah ke lain hati ya Bang? LOL.

You will never know what lies ahead, my Humming Bird...” kata Abangku satu kali.

NOTE: HB is the loveliest nick he gave me.

PT56 14.35 090309

Saturday, February 28, 2009

Bookworm Cyclist

Tatkala aku merasa seperti orang tersesat di tengah-tengah ‘maze’ Plasa Simpanglima, aku jadi teringat sebuah chat dengan seseorang beberapa tahun lalu. Dia menyebut nama sebuah kafe yang katanya terletak di kawasan CL (konon sekarang sudah tutup). Waktu aku bertanya,
“Tempat apa tuh?”
“Kafe. Masak kamu belum pernah denger?” tanyanya.
“Belum. Emang letaknya dimana?” tanyaku balik.
“Ya ampun, memang kamu belum tahu ya? Itu tempat hang out para youngsters di Semarang.”
“Oh ... ya maklum lah, aku bukan tipe orang yang berhang out ria di kafe. Bagi seorang bookworm sepertiku ini, tentu tempat hang out yang menyenangkan ya toko buku. GM kek, TM kek. Atau perpustakaan, kalo di Jogja sini,” komentarku, ngeles. (I was still living in Jogja at that time.)
Dan tadi siang, aku langsung dizzy melihat begitu banyak orang di Plasa Simpanglima, apalagi tempat itu telah berubah menjadi begitu crowded dengan kotak-kotak kecil penuh dengan para pedagang yang mengais rejeki, dengan berbagai macam dagangan yang ditata mencolok, membuat orang Semarang menjadi semakin konsumtif.
Lah, ngapain si Nana, the aloof bookworm keluyuran di Plasa Simpanglima seorang diri? (Waktu liburan akhir tahun lalu, aku ya ke situ, tapi bareng Angie. She was my guide to walk around the maze and also to find the way out.)
Aku berencana untuk menghadiri rapat gathering MPers yang diadakan di food court lantai 1 Plasa Simpanglima. Sebagai salah satu wakil Komunitas b2w Semarang, aku tetap mengenakan ‘atribut’ bersepeda, helm, celana training, T-shirt, sarung tangan, plus tas punggung b2w. Tapi setelah muter kesana kemari aku tak juga menemukan food court tersebut, dan malu mau nelpon yang mengundangku (aku sengaja melupakan ungkapan ‘malu bertanya sesat di jalan’) karena aku datang sangat terlambat, akhirnya aku pun memutuskan untuk mencari jalan keluar saja. Ini pun lumayan membingungkan bagiku. LOL. Sebagai bukti pada diriku sendiri, “I don’t belong to this crowded and noisy place...”
Setelah mampu keluar dari ‘maze’ tersebut, aku mampir beli choco top, di sebuah fast food restaurant yang terletak di kawasan CL, mencari tempat duduk, untuk kemudian membaca AKAR yang telah beberapa hari ini ngendon di tas. (“Sudah jadi seperti orang Jepang ya, sampai-sampai berjalan pun sambil membaca?” komentar kakakku waktu liburan kemarin aku berkunjung ke Cirebon, tatkala dilihatnya aku sibuk membaca melulu. LOL.)
Pulangnya (si ‘orange’ kuparkirkan di tempat parkir masjid Baiturrahman), aku mampir ke bengkel sepeda. Rem sepeda perlu dibenahi. Minggu besok ada rencana untuk cross country. Nampaknya aku telah ditulari oleh virus sang ‘malaikat penggoda’ LOL untuk mulai menggemari XC. Mungkin aku akan ikut. Or just wait and see.
PT56 23.33 220209

Saturday, February 21, 2009

Threesome

Beberapa tahun lalu aku dan seorang teman—yang cantik jelita—menjamu seorang laki-laki yang khusus terbang ke Semarang dari Jakarta, untuk menemui temanku itu. (Bisa dibayangkan betapa outstandingly pretty this friend of mine is.) Kita makan siang di sebuah food court sebuah mall di Semarang. Aku dan temanku duduk di hadapan sang laki-laki ganteng. Aku tak bisa membayangkan apa yang ada di benaknya tatkala dia ‘harus’ makan di hadapan dua perempuan cantik yang terus menerus memandanginya. LOL. (You know, isengku langsung kumat, mentang-mentang menjadi pihak yang mayoritas. LOL.) Barangkali dia grogi. Barangkali dia senang, kami berdua memberinya kesempatan merasa laksana James Bond. LOL. Barangkali dia merasa ‘honored’ karena tanpa dia sangka sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. LOL.
Yang aku ingat dia sempat minta izin untuk ke toilet beberapa kali. Well, kupikir karena terlalu banyak minum atau apalah begitu. Well, karena peristiwa ini terjadi bulan Agustus 2005, mohon dimengerti kalau aku lupa menu minuman yang kita pesan waktu itu.
Beberapa hari kemudian ...
Aku bercerita kepada seorang temanku, seorang laki-laki, tentang tamu dari Jakarta yang minta izin ke toilet berulang kali dalam rentang waktu kurang lebih dua jam saat kita makan siang bersama.
“Guess what he was feeling, hun?” tanyanya kepadaku.
“Kebelet pipis? Jawabku, innocently. LOL. (Can you imagine a Nana was innocent? Or naive? LOL.)
“He was horny, sitting in front of both of you pretty ladies.”
G-U-B-R-A-K. LOL.

Beberapa minggu kemudian, kejadian ‘threesome’ ini terulang lagi, dua perempuan, dan satu laki-laki. Namun kali ini si laki-laki adalah temanku yang ga kalah gantengnya dengan si tamu yang datang dari Jakarta. Bedanya lagi aku yang memperkenalkan temanku yang laki-laki kepada temanku yang cantik jelita. Sedangkan dalam peristiwa sebelumnya, it was on the way around.
Dalam makan siang itu kita bertiga duduk di sebuah meja yang cukup mungil, sehingga hanya cukup sebuah kursi untuk satu sisi meja. Tidak ada peristiwa dua perempuan duduk bersisian, menghadapi satu orang laki-laki yang duduk di hadapan kita berdua. Aku duduk berdekatan dengan keduanya, sang laki-laki di sebelah kiriku, si perempuan di sebelah kananku. Ini berarti mereka berdua saling berhadapan. Aku tidak berhadapan dengan siapa-siapa. Kursi di depanku kosong.
Guess what happened on that lunch?
Temanku yang cantik jelita itu minta izin ke toilet beberapa kali!! Setelah ke sekian kali, aku bertanya kepada temanku,
“Hun, do you think she is horny?”
LOL. LOL.
LL Tbl 14.08 210209