Search

Tuesday, September 06, 2016

Antara poligami dan simpan menyimpan :p

Antara poligami dan simpan menyimpan :p

Semenjak aku mendidik diri menjadi seorang feminis dengan banyak membaca buku/jurnal yang ditulis dengan sudut pandang feminis, aku mulai membenci poligami, satu praktik yang dianggap melecehkan posisi kaum perempuan, di mata para feminis. Ini sekitar tahun 2003 – 2004. (Better late than never kan ya? J ) Well, tentu saja sebelum aku mencapai titik awakening a.k.a pencerahan (lebay ya rapapa ta? :p), aku pernah berpikir bahwa mungkin memang poligami diporbolehkan dengan alasan bla bla bla ... bahwa mungkin poligami adalah kesetaraan bagi perempuan lain yang karena kehabisan stok laki-laki di dunia ini hingga mereka terpaksa jomblo. LOL. Ini, gegara aku percaya omongan orang bahwa jumlah perempuan di dunia ini empat kali lipat ketimbang laki-laki. LOL.

Setelah mendapat pencerahan, terlebih lagi setelah mendapat fakta di internet tentang sex ratio atau perbandingan jumlah laki-laki dan perempuan di seluruh dunia, pada umumnya, dan di Indonesia pada khususnya, dan mendapati bahwa kepercayaan jumlah perempuan empat kali lipat ketimbang jumlah laki-laki ternyata hanya omong kosong belaka, tipu-tipu para pemuja selangkangan untuk mendapatkan legalisasi menikahi lebih dari satu perempuan, aku tentu saja tak lagi mudah dibohongi. LOL. (Big thanks to internet!)

Check this link for sex ratio in the world. 

gambar diculik dari sini :)

Meski membenci praktik poligami, aku tentu masih bisa menerima alasan beberapa atau banyak perempuan yang terlibat di dalamnya, yang kupandang memang menguntungkan diri mereka, asal tak satu pun perempuan yang tersakiti, misal istri pertama. Misal, dengan menjadi istri kesekian mereka akan bergelimang harta. Itu hak mereka. Namun satu hal pasti, aku juga berhak untuk tidak menaruh hormat pada perempuan sejenis itu.

Namun apalah aku ini. Ga ngaruh banget kan ya rasa tidak hormatku pada mereka ini? LOL.

Sekitar tahun 2005 dulu, aku pernah secara selintas kenal seorang perempuan yang menjadi istri kesekian seorang laki-laki, hanya agar tidak dicereweti oleh orangtuanya karena orangtuanya lelah disorot tetangga mengapa anak perempuannya menjadi perawan tua. Kondisi keuangannya cukup stabil karena dia memiliki pekerjaan yang mapan. Dia awalnya enggan menikah karena tidak ingin terlalu dikekang mau begini mau begitu oleh seorang laki-laki. Pilihan menjadi istri kesekian seorang laki-laki dia ambil setelah dia dan suami paruh waktunya itu menulis perjanjian pranikah bahwa pernikahan mereka hanya resmi di atas selembar kerta tak bermakna dengan satu-satunya tujuan : menghindari dirongrong oleh orangtua si perempuan. Setelah menikah, perempuan ini tetap tinggal di kota kelahirannya, di ujung Selatan pulau Jawa bagian tengah. Si laki-laki kembali ke pelukan istri sebelumnya, di satu kota metropolitan yang selalu hiruk pikuk.

Untuk alasan keterlibatan dalam poligami seperti ini, meski aku tetap kasihan pada nasib si perempuan (yang memiliki orangtua yang kalah oleh social pressure) aku tidak akan menyinyirinya. LOL.

Bagaimana dengan seorang perempuan yang memilih menjadi simpanan? Alias pacar gelap yang tidak dinikahi secara resmi?

Well, aku belum pernah punya teman atau kenalan yang menjadi simpanan seorang laki-laki, jadi aku tidak tahu apa alasan utama mereka memilih jalan seperti itu, selain gelimang harta. Namun jika ternyata ada seorang perempuan yang memilih jalan ini dengan tanpa gelimang harta, errr ..., percayakah kau pada cinta sejati?

Aku tidak. LOL. Alasannya simpel, aku belum pernah mengalaminya. Memiliki cinta sejati pada seseorang yang bukan merupakan bagian dari darah dagingku. :D

Apakah aku perlu dikasihani? LOL. Terserah kamu laaah. LOL.

Trigger postingan ini tertulis adalah satu status seorang kawan fesbuk tentang seorang kenalannya yang menjadi simpanan seorang laki-laki yang kaya raya, selama puluhan tahun. Perempuan ini secara penampilan cantik mempesona, kata temanku. J si laki-laki pun selain kaya raya juga gagah dan ganteng. Kata status itu.

gambar diambil dari sini 


Setelah sekian puluh tahun jadi simpanan, si perempuan akhirnya dinikahi, setelah istri resmi si laki-laki meninggal dunia. Sebelum pernikahan, mereka menandatangani perjanjian pranikah bahwa selama pernikahan, si perempuan akan mendapatkan ini itu itu ini bla bla bla ... harta warisan tidak masuk dalam hak si perempuan. Berarti ini seperti kontrak kerja ya? Begitu si laki-laki meninggal, si perempuan seperti kehilangan pekerjaan, tanpa pesangon. J
Konon dia memang hidup bergelimang harta. Rumah seharga miliaran rupiah dia miliki, mobil seharga ratusan juta, liburan ke Eropa, dll. Jika dia teliti secara ekonomi, dia bisa menabung untuk pesangonnya sendiri di masa tua.

Nah!

Di satu sisi harus kuakui perempuan ini cerdik. Konon kelemahan laki-laki – yang bagi orang lain bisa jadi adalah kekuatannya – terletak di antara kedua kakinya. Mungkin perempuan ini telah ‘menaklukkannya’. :D

(Eh, jadi ingat, di satu sesi Sex and the City, Carrie bertemu dengan seorang kenalannya yang hidup dengan cara menjadi simpanan laki-laki jetset dunia, melanglang buana dari satu negara ke negara lain, satu benua ke benua lain. Bedanya adalah, kenalan Carrie ini berganti-ganti laki-laki yang “menyimpannya”, perempuan di status kawan fesbukku “setia” pada satu laki-laki. Well, mungkin setia mungkin juga tidak. LOL.)

Namun seperti Carrie yang memilih menghindari gaya hidup seperti ini, dengan tetap bekerja sebagai seorang kolumnis, aku juga lebih memilih menjadi diri sendiri, ketimbang menjadi perempuan cerdik yang menaklukkan kelaki-lakian seorang lelaki untuk bergelimang harta. (amerga ora ana sing nawari aku dadi sing ngono kuwi. Eh, abaikan! Kekekekeke ...)

Lifestyle is indeed just a matter of choice.

Mau memilih menjadi istri kesekian seorang laki-laki demi alasan apa pun, atau menjadi simpanan seorang (atau banyak) laki-laki demi bergelimang harta, atau cukup menjadi seorang pejalan hidup sederhana yang kemana-mana naik sepeda sepertiku. LOL. Yang penting tetap bisa menikmati hidup.

Which is your pick, girls?


LG 11.09 06/09/2016 

Tuesday, August 23, 2016

FIRST IMPRESSION

How accurate is your first impression on someone?

Ini adalah satu topik yang kubahas di satu kelas di tempat aku mengajar. Well, seperti banyak 'proverb' yang ada -- misal "Never judge a book by its cover" atau "Don't judge a horse by its saddle" tentu kita tahu bahwa sering kali kita menarik kesan yang salah pada seseorang di pertemuan pertama.

Anak-anak memberi contoh pertemuan pertama mereka dengan teman-teman sekelas, setelah naik kelas dan memasuki kelas baru, dengan classmates baru. Kebanyakan dari mereka menyebutkan hal-hal yang mirip. Mereka kira teman-teman baru mereka adalah siswa-siswa yang rajin, serius belajar, dan egois (misal, ga mau berbagi waktu mengerjakan pe-er, dll) Namun setelah beberapa minggu berlalu, ternyata teman-teman baru mereka ya tidak jauh beda dari teman-teman di kelas lama. Kadang rajin, kadang malas, kadang serius belajar, kadang fun, dan ... kebanyakan tidak egois berbagi mengerjakan tugas. :)

gambar diambil dari sini

(FYI, kebetulan hari itu, semua siswa yang masuk bersekolah di sekolah yang sama, the most favorite high school di Semarang. #nomention. LOL.)

Tak lama setelah membahas tentang first impression ini, mendadak aku mendapatkan first impression dari seorang penjual jus. :)

Sudah beberapa bulan terakhir -- mungkin sudah hampir satu tahun -- aku berlangganan beli jus di satu kios kecil yang khusus berjualan aneka jus di satu jalan yang tak jauh dari Pasar Bulu Semarang. Mungkin saking seringnya aku mampir di situ (sekitar 3-4 kali seminggu), si penjual menghafal wajahku. Atau mungkin karena aku kadang mampir naik sepeda ya? :)

Seminggu yang lalu, si mbak penjual jus itu mendadak menyatakan first impression-nya padaku. "Ibu hidupnya bahagia ya?"

Aku kaget mendengarnya. Owh, ternyata, tanpa kusadari wajahku menampilkan wajah bahagia ya setiap kali aku mampir ke situ? Sebenarnya, aku ingin mengatakan, "Urip iku sawang sinawang Mbak ..." Namun, entah mengapa, aku tidak jadi mengatakannya. Sebagai ganti, aku mengatakan, "Hidup ini harus dinikmati Mbak ... apa pun adanya ... maka kita akan bahagia." Kemudian aku tertawa; entah apa yang membuatku tertawa. LOL.

Nah, melihatku tertawa, seolah dia mendapatkan pembenaran atas pernyataannya bahwa hidupku bahagia. LOL. "Nah kaaan ... hidup Ibu bahagia kan?" katanya. Aku pun melanjutkan tertawaku sambil mengangguk-angguk.

Jika memang kesan yang aku tampilkan pada orang-orang di sekitar bahwa aku adalah orang yang hidupnya bahagia, dan itu berimbas pada mereka, let it be that way. :)

Tapi, aku tidak akan pernah lupa beberapa tahun yang lalu, seorang siswaku pernah berkata padaku, "When you are serious, you look so scary!" LOL.

Nah lo. LOL.

IB180 20.29 23.06.2016

Thursday, August 18, 2016

(Ng)artis :D

ARTIS?

Mungkin pernah satu kali aku merasa diri “ngartis” ketika mendadak orang-orang di sekitar tempat tinggalku memperhatikan kebiasaan “baru”ku (8 tahun lalu masih baru, sekarang sih sudah delapan tahun berlalu LOL) yakni bersepeda berangkat kerja. Kayaknya aku sudah pernah menulis tentang hal ini, tapi aku lupa, aku posting di blog yang mana. LOL. (Beneran sok ‘ngartis’ yak? Blog aja bejibun. LOL.)

(Hmmm ... you may check this link and that link.)

Tapi apakah aku memang berniat untuk ngartis tatkala pertama kali memutuskan untuk bersepeda ke tempat kerja?

Tentu saja tidak.

foto lawas, masih a newbie lady b2wer :D

Kala pertama kali bersepeda ke tempat kerja, aku merasa itu adalah “tanggung jawab moral” karena mendadak aku menjadi bagian dari satu organisasi pemerhati lingkungan, yakni komunitas B2W Semarang. Jadi anggota organisasi seperti ini masak aku ga mempraktekkannya sendiri : bersepeda ke tempat kerja? Malu lah pada rumput yang bergoyang. LOL. (ga nyambung ya? Biarin deh. LOL.)

Jika kemudian aku menulis apa-apa yang berhubungan dengan sepedaan ya tentu karena aku suka ngeblog. Pertama, sebagai arsip untuk diriku sendiri. Pengingat aku telah ngapain ngapain. Kedua, berhubung aku ketiban sampur “jabatan” sekretaris di awal pembentukan B2W Semarang, ya tentu aku dengan suka cita menuliskan apa-apa yang berhubungan dengan organisasi plus aktifitas bersepeda.

Jika kemudian di tahun 2011 aku “menemukan” soulmate mbolang dengan bersepeda, ya tentulah aku menuliskan kisah mbolang kita kan ya di blog? Untuk kisah dolan bersepeda ini murni hanya untuk arsip untuk diri sendiri. Jika kemudian banyak yang terinspirasi melakukan hal yang sama – dolan dari kota ke kota dengan bersepeda – tentu aku sangat excited karenanya. Karena sebenarnya aku pun terinspirasi mereka-mereka yang melakukan hal ini sebelum aku bertemu Ranz. Ini semacam efek domino, saling menginspirasi, saling mempengaruhi. J Kuanggap ini adalah hal yang positif, jadi ... nothing wrong with this kan? J

otw mbolang ke Tawangmangu, Desember 2011

Di tahun 2013 B2W Semarang melakukan pemilihan ketua baru, karena B2W pusat meminta kita di Semarang untuk melakukan “penyegaran” ini. Alasannya ga perlu kutulis disini ya? Yang pasti, secara pribadi maupun sebagai sekretaris B2W Semarang tahun 2008 – 2013 aku merasa Om Triyono (ketua kedua organisasi) telah cukup berhasil menggaungkan nama “B2W Semarang”; bahwa organisasi bike-to-work ini tidak hanya ada di Jakarta, namun di Semarang pun juga ada.

Voting pemilihan ketua ini menghasilkan om Ariyanto Bjo sebagai ketua B2W Semarang di tahun 2013. Om AB – nama bekennya – memilihku sebagai wakil ketua.

Akan tetapi, hal ini tidak berlangsung lama. Om AB pindah ke Jakarta di tengah tahun itu, karena urusan pekerjaan. Dia menyerahkan tanggung jawab sebagai ketua kepadaku. Aku menolak dengan halus, awalnya, karena dia bilang akan tinggal di Jakarta hanya sampai akhir tahun itu. Kita menunggunya balik ke Semarang saja untuk melakukan hal-hal yang sempat kita rencanakan waktu rapat pengurus awal.

Namun ternyata di awal tahun 2014, Om AB bilang pekerjaannya memaksanya untuk tinggal di Jakarta lebih lama, tanpa kepastian kapan bisa balik ke Semarang. Dengan sedikit memaksa, dia memintaku menerima tampuk ketua B2W Semarang. Secara resmi dia juga mengirim email pengunduran diri pada B2W Pusat.

waktu menghadiri gathering korwil B2W Jateng DIY, Juni 2012

Februari 2014 itu, aku dan Ranz memulai mengadakan gowes malam di hari Jumat terakhir tiap bulan untuk mengkampanyekan penggunaan sepeda sebagai moda transportasi, sekaligus sebagai ajang silaturrahmi para pesepeda kota Semarang. Kita memberi nama event ini segowangi. Ini pun gegara aku ‘disentil’ oleh Om Poetoet (mendagri-nya B2W Pusat) untuk mengadakan kegiatan ini, seperti kota-kota lain. Dengan catatan penyelenggaraannya tertib, tidak menuh-menuhin jalan raya yang mungkin malah membuat pengguna jalan lain ill feel pada para pesepeda. J pokoknya motto SHARE THE ROAD harus terus menerus diusung.

Segowangi memang tidak pernah se’spektakuler’ JLFR (Jogja Last Friday Ride) maupun SLFR (Solo Last Friday Ride) atau ICMR (Indonesia Critical Mass Ride) yang pesertanya bisa mencapai ribuan pesepeda. Namun, bagiku pribadi, aku lebih suka seperti ini, paling banter hanya sekitar 100 pesepeda yang gabung. Jika sampai ribuan orang dan menghasilkan ‘kericuhan’ seperti yang terjadi di Solo, kayaknya aku akan pensiun saja menyelenggarakan segowangi. LOL.

segowangi 1, Februari 2014, bersama Pak Wali, Hendradi

Selain segowangi, beberapa kali kita juga mengadakan TweedRide. Event ini bisa dikatakan sebagai kampanye bike to work, karena kita bersepeda dengan mengenakan busana resmi, seperti ketika kita berangkat bekerja. Bukan karena aku pingin “ngartis” lhooo, LOL, tapi karena mendapat mandat dari B2W Pusat untuk menyelenggarakan ini. Kalau Jakarta tidak mengadakan, duh, ngapain aku repot-repot yak? Mending juga sepedaan sendiri dengan kawan-kawan yang membuatku nyaman bersepeda bareng, dengan mengenakan baju yang jauh lebih nyaman untuk sepedaan. Mana kontur kota Semarang naik turun gini. LOL.

Lalu ... ketika seseorang ngatain aku “sok ngartis” di bidang sepedaan ini, helloooo ... kira-kira alasannya apa yaaa?

TweedRide 1, Oktober 2014

Hmmm ... mungkin maksudnya aku bukannya “sok ngartis” ... tapi memang dia menganggapku artis. Kekekekeke ... padahal kata “artist” yang diambil dari Bahasa Inggris itu artinya seniman yak? Aku bukan seniman, aku Cuma bersepeda ke kantor, Cuma mbolang naik sepeda. Cuma sepedaan dengan mereka-mereka yang pingin sepedaan bersama-sama. Cuma itu. Ga lebih.

Nothing special with that. J


LG 14.54 18/08/2016 

Tuesday, August 16, 2016

Faktor U

Beberapa tahun yang lalu, seorang (eks) rekan kerja mengeluh padaku bahwa telapak kakinya sakit jika dipakai untuk menapak, terutama di pagi hari, saat turun dari tempat tidur. Karena aku tidak, eh, belum pernah mengalaminya, aku tidak bisa menjawab apa kira-kira penyebabnya. Obrolan kita pun tak berlanjut, hanya sekali itu waktu dia curhat.

Beberapa tahun kemudian, seingatku tepatnya jelang akhir tahun 2014, aku mulai merasakan yang sama. Hadeeehhh ... Namun aku ingat, satu kali membaca status seorang teman di facebook yang menawarkan jus melon sebagai 'obat' keluhan ini, telapak kaki sakit waktu dipakai menapak. Untuk hasil maksimal, buatlah jus melon tanpa gula, kemudian kucuri dengan jeruk (atau lemon ya? lupa) Aku super jarang membeli jus waktu itu, apalagi membuatnya sendiri. Tidak pernah. LOL.

Waktu aku dan Ranz dolan ke Lasem, di bulan September 2014, aku melihat seorang penjual jus ketika kita mampir di satu minimarket.  Karena ingat status teman itu, aku mampir dan membeli jus melon. Inilah pertama kali aku minum jus melon. Rasanya lumayan enak. Dan ... ternyata rasa sakit di telapak kakiku menghilang! Ajaib ya? :D

diambil dari sini

Setelah itu, terkadang rasa sakit yang sama di telapak kaki ini datang, kadang hilang sendiri. Tidak terlalu mengganggu sih.

Jelang pertengahan tahun 2016 ini, aku kembali "diserang" rasa sakit di telapak kaki ini. Jika biasanya sudah langsung hilang ketika aku berjalan ke dapur di pagi hari, kali ini rasa sakit itu linger lebih lama. Dan ... rasa sakit ini jauh lebih sering datang, tidak hanya di pagi hari ketika aku turun dari tempat tidur. FYI, aku sudah jauh mengurangi konsumsi kacang, in case ini adalah tanda sakit asam urat. Aku pun semakin rajin beli (plus minum) jus melon.

Hingga satu kali aku iseng browsing tentang keluhan ini di google. Aku menemukan judul "Jangan remehkan jika anda diserang rasa sakit di telapak kaki." LHAH? JANGAN REMEHKAN? Wew. Sekian tahun ini aku sudah 'cukup' meremehkan deh. Aku cuekin saja, paling hanya minum jus melon dan mengurangi konsumsi kacang-kacangan.

Ada banyak alasan yang menjadi penyebab rasa sakit di telapak kaki ini. (Browsing sendiri aja ya? Banyak kok.) Selain tanda-tanda asam urat, ada juga karena terlalu sering berdiri, terlalu sering erobik atau melakukan satu kegiatan yang menumpukan berat tubuh di kaki, atau karena terlalu sering mengenakan sepatu high heels. (Nah, ini aku banget. LOL. Maklum, ukuran tubuhku kan mini. Wakakakaka ... Sudah lebih dari 20 tahun aku mengenakan high heels ketika bekerja. Hmft ...)

Gegara judul "jangan remehkan" itu tadi, plus ingin tahu kira-kira penyebab rasa sakit di telapak kakiku itu gegara apa, akhirnya aku ke dokter 2 minggu lalu. Oleh kantor aku mendapat fasilitas kartu BPJS, namun belum pernah kugunakan. LOL. Dan ... ternyata pak dokter cuma bilang, "Owh ... itu faktor U, Ibu. Semua orang yang telah mencapai usia empatpuluh tahunan ya bakal mengeluhkan hal yang sama. Gapapa. Itu sudah alami."

Wedew. Begitu ya? Hanya gegara faktor U?

diambil dari sini

Meskipun begitu, dari obat yang diberikan oleh dokter, rasa sakit itu hilang secara ajaib. LOL. Meski ... hanya berlangsung selama kurang lebih seminggu aku merasa kakiku super sehat wal afiat. Rasanya langsung pingin ngajak Ranz mbolang bersepeda sejauh kaki bisa mengayuh pedal. LOL.

Setelah obat habis, rasa sakit itu berangsur-angsur kembali, meski aku tetap menjauhi segala jenis kacang-kacangan dan tidak mengkonsumsi jenis makanan yang kata dokter tidak boleh kukonsumsi, misal brokoli.

Mari kita lihat perkembangannya. :)

LG 10.50 16/08/2016

Tuesday, August 09, 2016

K O R B A N

Setelah sekian bulan – hampir satu tahun mungkin – aku tidak membeli kopi hitam, pagi tadi aku membelinya. Hanya gegara ada cangkir bening yang meski tak begitu mungil namun entah mengapa aku tertarik sebagai iming-iming hadiah.  Merek kopi itu ... well ... ga perlu kusebutkan ya?#bukanstatusberhadiah 

Di bungkus tertulis "robusta arabica blend".

Setahun yang lalu aku membeli jenis kopi yang sama, yakni perpaduan antara kopi robusta dan arabica di satu perkebunan kopi yang mudah terjangkau karena lokasinya di pinggir jalan raya Semarang - Solo. Rasanya enaaak ... buat lidahku.

Namun, ternyata, oh, ternyata, rasa kopi yang kubeli tadi pagi, sama sekali tidak bisa kunikmati Well ... jatah membawa kopi itu ke kantor deh. hihihihihi ...

Btw, malam minggu lalu aku ditraktir kopi oleh seorang kawan sepeda, yang kukenal 4 tahun lalu, waktu bersepeda ke satu kawasan yang lumayan curam tanjakannya di kota Semarang, Nglimut. Kita -- aku, Ranz, dan Fajar Inu -- ngopi di satu 'angkringan' khusus kopi di pinggir Jalan Imam Bonjol. Yang menarik dari angkringan ini adalah gerobak kopi itu oleh si penjual ditarik sepeda.

Sempat bingung mau pesan kopi yang mana, aku bertanya dulu pada si penjual, apa beda kopi robusta dan kopi arabica. (Satu setengah tahun yang lalu, seseorang yang baik hati namun tidak rajin menabung  telah menjelaskan padaku apa bedanya, tapi aku lupa.  ) Si penjual bilang, kopi robusta lebih terasa pahitnya, sedangkan arabica ada rasa asem-asemnya. Berarti aku lebih cenderung ke robusta ketimbang ke arabica.

Btw (lagi), akhir-akhir ini aku tak lagi seorang penyuka kopi, aku super jarang update status tentang kopi, karena memang aku pun sekarang jarang ngopi. Atau, kalo pun ngopi (atawa ngappuccino), aku sedang tidak mood nyetatus. 

Jadi, pertanyaannya, sudahkah anda makan siang? LOL. #ganyambung yaaa


aUGUST 9, 2016

Tuesday, July 26, 2016

Are you a coffee lover?

foto kuambil dari sini


Aku masih ingat bahwa dulu -- tepatnya sebelum tahun 2002 -- aku bukan seorang peminum kopi yang taat. LOL. Seingatku kedua orangtuaku juga bukan peminum kopi. Hanya sesekali mereka minum kopi. Aku juga. Semenjak aku kecil, mereka -- semacam -- membiasakan anak-anak untuk minum teh. Hingga menjadi satu kebiasaan bahwa di pagi hari, kita minum teh minimal satu gelas/cangkir.

Ada apa tahun 2002, sehingga aku berubah menjadi seorang peminum kopi?

Simpel sih jawabnya. Aku kembali ke bangku kuliah. Di satu sesi sharing dengan para senior, salah satu dari mereka bercerita bagaimana kopi menemani mereka begadang semalaman waktu mengerjakan tugas kuliah. Entah dari mana aku berpikir bahwa akan tiba saatnya aku juga akan menjadi seperti "itu". :D

Dan ... aku mulai "memperkenalkan diri" pada kopi. Mulai mencoba minum kopi (instan) ini beberapa saat ... kemudian ganti yang lain beberapa saat berikutnya ... Dan begitu seterusnya. Hingga kopi pun menjadi satu jenis minuman yang selalu ada di kamar kosku, tidak hanya teh.

Setelah lulus kuliah, dan mulai bekerja dimana jam kerja dimulai di pagi hari, pukul 07.00, menyeduh kopi dan meminumnya di pagi hari, sebelum mulai mengerjakan pekerjaan kantor, adalah satu hal yang biasa kulakukan.


Apakah aku telah menjadi seorang pecandu kopi?

Rasanya ga juga. Jika di satu pagi, aku amat sangat (mendadak) disibukkan satu hal, hingga tidak sempat minum kopi, aku akan tetap baik-baik saja. (Coba baca tulisanku disini.)

Akhir-akhir ini, aku kembali menyematkan gelar "tea lover" untuk diriku sendiri, ketimbang kopi, karena persediaan kopi-ku sebulan ga cepat habis ... heheheheh ...

Namun ... setelah membaca artikel di link ini, kok aku jadi ingin kembali ngopi secara taat lagi ya? Minimal secangkir atau dua cangkir lah satu hari. :D untuk membantu para petani kopi, meski aku ga yakin, kopi yang biasa kukonsumsi, buatan kebun kopi mana yaaa? :D

LG 10.00 26/07/2016

Monday, July 11, 2016

Lebaran 2016

LEBARAN 2016

Lebaran memang tak lagi bernuansa sakral bagiku, entah mulai tahun berapa. 10 tahun lalu? Atau lebih lama dari itu? Namun, meski tak lagi sakral, aku masih tetap mengikuti “ritual” tahunan keluarga Podungge di Semarang. Sibuk mempersiapkan masakan, misal ketupat, opor ayam, sambal goreng ati, dan biluluhe. Ini satu hari menjelang Idulfitri. Di hari H, ikut ke lapangan untuk shalat Ied bersama keluarga. Pulang dari shalat Ied, bersalam-salaman dengan seluruh anggota keluarga. Kemudian sarapan ketupat + opor ayam + sambal goreng ati + kerupuk udang.


Kakakku yang telah hijrah ke Cirebon tahun 1990, mudik ke Semarang. Well, ketika dia masih “married” dengan istri pertamanya, dia gantian, jika tahun ini, lebaran hari pertema berada di Semarang, hari kedua berangkat ke Purwokerto, tahun berikutnya dibalik. Setelah istri pertamanya meninggal, istri keduanya asli Cirebon. Maka, tiap tahun, tiap lebaran, dia mudik ke Semarang.

Tahun 2010, adik bungsuku menikah. Suaminya asli Weleri. Maka, bisa dimaklumi, jika tiap lebaran, dia ke Weleri. J

Usai sarapan sekeluarga, biasanya aku melakukan “household chores”, misal laundry. :D Angie biasanya dijemput oleh ayahnya, untuk berkumpul dengan keluarga besar ayahnya.

Tahun ini, semua berjalan seperti biasa. J yang mungkin agak berbeda adalah kita tidak berangkat shalat Ied di lokasi yang terletak di Jalan Pamularsih. Kita shalat Ied di masjid dekat rumah. Kita cukup berjalan kaki kesananya.

Tak lagi menganggap sakral, namun aku tetap menjalankan shalat Ied? :D

Well, hanya sekedar ritual. Seperti jika di pagi hari kita butuh melakukan ritual di toilet, demi kesehatan perut khususnya dan tubuh umumnya. LOL. I don’t mind at all.

Jadi ingat seorang rekan facebook yang mengaku menjadi atheis, padahal dia asli Aceh, dimana disana biasanya orang-orang sangat relijius. He used to be religious, for sure. Namun semenjak aku kenal dia di facebook, entah tepatnya kapan aku lupa, dia terus menerus mengejek segala sesuatu yang berbau relijius. :D Dia spesialisasi mengejek agama yang dulu dia peluk. :D Berbeda dengan Muhammad Amin, anak dusun asli Jawa Timur yang hijrah ke Belanda (ketika pertama aku “mengenalnya” di facebook tahun 2010), kemudian hijrah lagi ke California (entah mulai tahun berapa, aku kurang memperhatikan). Dia mengkritik segala jenis agama yang baginya merupakan kebodohan, sama bodohnya dengan atheisme. LOL.

Si Aceh sempat update status berupa komplain dari istrinya, mengapa dia tidak mau melaksanakan shalat Ied, meski hanya sekedar untuk ritual. Dia bilang shalat Ied itu tidak berbeda dengan menyembah sandal. Kekekekeke ... Do you know what I mean? LOL.

Muhammad Amin tidak update apa-apa. Well, semenjak dia kena “skors” beberapa kali di facebook beberapa waktu lalu, dia jadi sangat jarang update status. Padahal dulu dia rajin update, minimal sehari sekali. Di hari Jumat dia akan update yang dia beri judul “khutbah Jumat”, di hari Minggu ya berkaitan dengan ritual gereja.

Tahun ini, seperti tahun lalu, 2015 dan setahun sebelumnya, 2014, aku dan Ranz tidak bikepacking. L ini sangat menyedihkan. L Tahun 2014, di awal bulan Ramadhan, kita mbolang ke Blitar dan Malang. Tahun 2015, juga di awal bulan Ramadhan, kita bikepacking ke Bali dan Lombok. Tahun ini, awal bulan Ramadhan kita ga kemana-kemana. Bukankah ini sangat menyedihkan? L

Mendadak aku ingin membuat kaleidoskop bikepacking kita. :D

Tulisan “lebaran 2016” cukup sekian aja ya?


PT56 11.07 09/07/2016

Facebook


Media sosial satu ini memang cukup fenomenal dalam hidupku. Well, jika dibandingkan medsos lain yang (dulu) aku pernah “aktif”; let’s say friendster dan multiply. Friendster tidak (terlalu) terasa mengubah hidupku. Multiply agak mending. Aku sempat kenal dengan seseorang, dan merasa jatuh cinta pada tulisan-tulisannya. LOL.

pic taken from here

Sekitar bulan Maret 2009, aku mulai membuat akun di facebook. Semula hanya berteman dengan teman-teman sepedaan (B2W Semarang awal), para siswa/mantan siswa, rekan kerja, hingga bertemu dengan akun kawan-kawan lama (SMP/SMA). Nothing special tahun itu.

Awal tahun 2010, aku dikenalkan pada orang-orang yang nantinya sedikit banyak mempengaruhi perjalanan spiritual-ku. Yang mengenalkanku pada mereka adalah seseorang yang bisa merasakan keresahanku, merasa terasing di antara para the so-called religious people. Mungkin dia juga merasakan hal yang sama denganku ya? Bedanya adalah, aku berangkat dari keluarga Muslim, dia dari keluarga Nasrani.

Akhirnya aku pun bisa membuat beberapa kategori kawan-kawan facebook-ku.
 (1) siswa/mantan siswa/rekan kerja 
(2) saudara sepupu 
(3) kawan lama 
(4) para pesepeda 
(5) para penggemar puisi 
(6) para ‘spiritualis’. Yang sangat mempengaruhi perjalanan spiritual-ku adalah kategori keenam ini.

Jika di awal sejarah aku “main” di facebook, aku sangat membatasi pertemananku, lama-lama, aku tak lagi ‘strict’ membatasi mereka yang “add friend”. Di awal, jumlah “teman” facebook hanya sekian ratus orang, pertengahan tahun 2016 ini jumlahnya berlipat ganda, hingga sekitar 2000 orang. Well, meski tak semua dari mereka aktif berinteraksi denganku. Ada juga akun yang tak lagi aktif. Namun aku malas untuk “bersih-bersih”. Biarkan saja, asal tidak mengganggu.

Nah ... diantara lima kategori itu, lama-lama kurasakan tak semua sepemahaman denganku, terutama di bidang spiritual. Kudapati banyak kawan di kategori empat (pesepeda) (plus kategori2 lain juga) adalah orang yang relijius. Pastinya mereka terganggu postinganku yang (kadang) menyentil relijiusitas. Di awal-awal dulu (tahun 2010-2011) aku masih “punya energi” untuk beradu argumen, akhir-akhir ini aku tak lagi merasa bersedia untuk melakukannya. Kucueki saja jika mereka menulis komen yang “nyolot”. Ujung-ujungnya, yaaahhh ... tinggal menunggu siapa di antara kita yang akan unfriend terlebih dahulu. LOL.

Mereka yang mengirim “add friend” padaku, dengan “mutual friend” kebanyakan masuk kategori enam (para spiritualis) adalah kategori paling aman. LOL. Mereka tidak akan pernah berkontradiksi dengan status-statusku yang kadang menyentil relijiusitas. Tentu saja mereka tidak akan terganggu dengan postinganku yang tentang sepeda.

Inilah sebabnya aku sering enggan confirm mereka yang mengirim “add friend” setelah kulihat “mutual friend” kita kebanyakan kawan sepedaan. Jika mereka ternyata (super) relijius, bukan kawan yang kudapat, malah sebaliknya, musuh. LOL.

Bagaimana pengalamanmu dalam bermedia sosial, kawan? J


PT56 11.50 09/07/2016 

P.S.:

(1) Ternyata aku sudah pernah menulis tentang facebook, klik link ini ya? :)

(2) Check this link for my explanation how social medias (especially facebook) influence my spiritual journey 

Wednesday, May 25, 2016

S O T O : sarapan atau makan siang?

soto dan lauk-pauk pelengkapnya


S O T O : untuk sarapan, makan siang, atau makan malam?

Indonesia sangat kaya dengan banyak macam masakan tradisionalnya. Bahkan satu jenis masakan saja memiliki kekhasan sendiri di tiap-tiap daerah. Missal : soto. Soto Semarang berbeda dengan soto Kudus, berbeda juga dengan soto Lamongan, beda lagi dengan soto Sokaraja. Selain keempat jenis soto yang pernah kumakan, aku yakin masih ada jenis-jenis soto lain.

Di tulisan ini aku hanya ingin focus pada soto Semarang dan soto Sokaraja, dan saat yang tepat untuk menyantapnya. 

SOTO SEMARANG

Berhubung aku lahir dan besar di Semarang, rasa soto yang paling familiar dengan lidahku adalah soto Semarang. Kuahnya bening, tanpa santan. Tidak ada taburan jeroan, hanya suwiran daging ayam atau sapi. Yang paling menonjol dari soto Semarang ini adalah tambahan soun, yang sangat jarang ditemui di jenis soto-soto yang lain. Bagi mereka yang tidak biasa sarapan nasi, soun ini cukup mengenyangkan sebagai ganti nasi. 

foto diambil dari sini

Warung soto di Semarang biasa buka sejak pagi hari, sekitar pukul enam pagi. Bagi orang Semarang, soto adalah salah satu pilihan nikmat untuk sarapan karena sangat ringan untuk perut. Selain soto itu sendiri, hidangan pendamping lain yang disediakan di atas meja biasanya adalah tahu dan tempe goreng, sate ayam, sate kerang, atau pun satu telur puyuh dan perkedel kentang. Karena ‘ringan’, banyak warung soto yang buka hanya di pagi hari hingga kurang lebih pukul 10.00.

Bagiku pribadi, soto kurang cocok dimakan untuk makan siang maupun makan malam.

SOTO SOKARAJA

Pertama kali aku mencicipi soto Sokaraja di tahun 2000, ketika dalam perjalanan dari Semarang menuju Purwokerto, kakakku mengajak mampir di satu warung soto di Sokaraja. Satu hal unik yang membedakannya dengan soto Semarang adalah penggunaan ketupat sebagai ganti nasi. Di atasnya ada taburan krupuk berwarna merah. Untuk sambal, soto Sokaraja menggunakan sambal kacang.

7 Mei 2016 aku, Ranz, Nte Yatmi (Federal Tangerang) dan empat JFBers (Nte Dyah, Om Chandra, Om Aryo, dan Om Irfan) berencana untuk sarapan soto seusai gowes pagi mencari icon Purwokerto (buat unjuk narsis kita gowes di kota mendoan) di warung soto Jalan Bank. Kita sampai sana pukul 08.00. To our surprise, warung belum buka! Ketika om Chandra bertanya apakah warung tutup hari itu atau buka agak siang, kita mendapat jawaban bahwa warung buka jam 10.00. Bagi orang Semarang dan Jogja, warung soto buka jam 10.00 itu sangatlah kebangeten … malesnya. LOL. Alesan pegawai bahwa pada hari itu mereka ada banyak pesanan tetap tidak membuat kita bisa menerimanya. LOL.
Om Chandra mencoba mencari warung soto di jalan yang sama, terletak kurang lebih 100 meter dari tempat kita berdiri, hasilnya sama saja. Warung buka pukul 10.00.

Dikarenakan perut telah keroncongan, namun sebelum meninggalkan Purwokerto kepengen merasakan soto Sokaraja, teman-teman JFB pun ngomel2. LOL. 

foto diambil dari sini

Usut punya usut, setelah bertanya dengan beberapa teman – baik yang asli Purwokerto maupun yang telah lama tinggal di Purwokerto – aku mendapati “kenyataan” bahwa di seluruh kawasan Purwokerto (mungkin juga Sokaraja) warung soto baru buka sekitar pukul 10.00, paling cepat mungkin ada yang sudah buka jam 09.00. Jenis soto yang berbeda ternyata waktu yang “tepat” untuk menyantapnya pun berbeda. Jika di Semarang (dan Jogja, mungkin juga Jakarta) waktu yang tepat untuk menyantap soto itu sekitar pukul 06.00 – 10.00, sedangkan di kawasan Banyumas, soto pas disantap untuk ‘brunch’.

Lain ladang lain belalang. Lain lubuk lain pula ikannya. Begitulah pepatah yang kita dengar sejak kita kecil kan ya? J

LG 15.30 24/05/2016

P.S. :

Di kotamu, soto itu untuk sarapan, makan siang, atau makan malam? :) 
 


Saturday, March 12, 2016

Friendly though not sociable

Aku adalah seseorang yang ramah namun bukan seseorang yang sociable, yang bisa dengan mudah bergaul dengan orang.lain. Bahkan aku cenderung individualis, yang menikmati kesendirian, melakukan segala hal sendiri dan jika bisa tak terlalu sering berinteraksi dengan orang lain.

Maka, saat aku menghadiri rapat yang menghasilkan 10 orang Semarang "membidani" lahirnya komunitas B2W Semarang di tanggal 26 Juni 2008 adalah saat yang tak akan gampang mencari 'padanannya'. Aku yang biasanya lebih suka menikmati sunyi, mendadak bergabung dengan satu komunitas, untunglah visi komunitas ini bisa dikatakan mulia, memasyarakatkan sepeda sebagai moda transportasi sehari-hari.

Di luar komunitas B2W Semarang ini, aku tetap memilih menyendiri. Tetap lebih memilih menghindari kontak langsung dengan orang lain. Aku berkomunikasi lewat tulisan lebih lancar ketimbang bicara langsung dengan seseorang yang belum kukenal dengan baik. Ini yang dulu kulakukan dengan Abangku yang tinggal di Auckland, New Zealand. Kita berkomunikasi lewat email dengan intense. :)

Ranz, my present dear companion in biking, bisa dikatakan berkebalikan denganku. Dia bukan seseorang yang ramah, namun dia tidak bisa menikmati kesendirian. Konon, dia bisa dengan mudah ngobrol dengan orang baru jika orang itu menganggapnya laki-laki, (saking machonya Ranz kali ya? LOL) Aku ga mudah ngobrol dengan orang baru, meski orang itu menganggapku entah laki-laki atau perempuan. LOL.

To be continued LOL.

IB180 17.26 12/03/2016

Tuesday, February 16, 2016

Coretan buat para kekasih (2)


 

CORETAN BUAT PARA (MANTAN) KEKASIH (2)

Kekasih #5

Seperti para (mantan) kekasih sebelum kamu -- kecuali kekasih #1 -- kita pertama kali bertemu lewat dunia maya. Pedekate yang kamu lakukan dengan begitu gencar membuat hubungan kita terasa telah terjalin begitu lama dan mendalam. Mungkin karena saat kita bersama, kita berbincang tentang banyak hal.

Satu hal yang membuat kita memiliki kesamaan adalah sepeda. :) Kisah-kisahmu tentang perjalananmu yang penuh adventure -- entah naik sepeda maupun naik motor -- membuatku memimpikan satu relationship yang akan membuatku memiliki banyak kisah petualangan, satu hal yang kuimpikan sejak kecil. Gegara membaca novel kanak-kanak karya Enid Blyton.

Satu hal lain yang membuat kita begitu berbeda adalah spiritualitas. Kamu tipe relijius (so I thought) sedangkan aku sekuler. (Ahaa ... waktu itu aku masih mengklaim diri sebagai sekuler, belum agnostic.) Honestly, kenyambungan kita ketika berbincang membuatku berharap bahwa lama-lama kamu pun akan ketularan cara pandangku yang sekuler. Namun, on the contrary, aku juga berpikir bahwa bersamamu tentunya perjalanan spiritualku akan berlanjut, dimana selalu akan ada kemungkinan bahwa aku akan kembali ke ke titik mula perjalanan, namun tentu dengan cara pandang yang berbeda, lebih mendalam dan matang. No matter what I used to be wearing the same shoes you were wearing when we were together.

Yang merupakan 'peninggalan'mu dalam hidupku adalah ratusan puisi yang kutulis untukmu. :) Seorang sobat pernah menyebutku mendadak menjadi penyair ketika jatuh cinta. :D Akan tetapi bukan karena kamu adalah seorang yang istimewa aku 'mampu' menggubah ratusan puisi untukmu, sementara untuk kekasih-kekasih yang lain paling tak lebih dari puluhan. Saat kamu hadir adalah saat aku berinteraksi dengan para 'seniman' di dunia maya -- facebook -- secara intense. Ih wow. LOL. Ahh ... jadi ingat, andai saja kita beneran menikah waktu itu, aku ingin mencetak puisi-puisiku untukmu dan menjadikannya sebagai suvenir pernikahan kita. LOL.

Anyway, kamu adalah satu kenangan manis dalam hidupku.

Kekasih #6

Selalu ada sesuatu yang baru dalam kisah kasih dengan seorang kekasih. Demikian juga dengan hadirmu yang super singkat dalam hidupku. Kamu menginspirasiku menulis puisi-puisi nakal, tak hanya puisi romantis yang mendayu, mengharubiru. Aku menyukai puisi-puisi itu karena entah mengapa setelah hubungan kita hanya tinggal cerita, aku tak lagi mampu menulis puisi-puisi nan panas menggelora. LOL.

Kekasih #7

Kamu adalah orang pertama yang berhasil membuatku  mabuk cinta hanya dengan membaca tulisan-tulisanmu di blog. Kecerdasanmu yang -- bagiku -- di atas rata-rata orang yang kukenal nampak jelas dalam tulisan-tulisanmu. Kenakalanmu dan 'pembangkangan'mu pun juga tersirat di dalamnya. Dan ... ya ... begitu saja -- hanya dengan membacamu -- aku klepek-klepek tak berdaya. LOL.

Bulan Februari lima tahun lalu ternyata adalah saat-saat aku bergairah menulis puisi untukmu. Thanks to facebook yang telah menghadirkan status-status lama di aplikasi 'on this day'. Hihihihi ... Instead of broken-hearted, aku sangat menikmati coretan-coretan lamaku yang terinspirasi karena hadirmu dalam hidupku. (Ini bulan Februari!)

=====

By the way busway, ternyata tak satu pun dari para (mantan) kekasihku yang membuatku ill-feel jika mengingat mereka. Selain mungkin karena aku menikmati saat-saat kedekatan dengan mereka dulu, tak satu pun dari mereka yang membuatku berkenalan dengan cinta sejati. Eh, what on earth is cinta sejati? LOL.

So far, seven is enough. Kapan-kapan lagi mungkin akan kutambah (mantan) kekasih-kekasih yang lain. LOL.

IB 20.50 16/02/2016

Lanjutan tulisan di link ini :)