Search

Friday, June 26, 2020

Sekolah Favorit (2)

Tahun lalu, menjelang penerimaan siswa baru, masyarakat heboh tentang rayonisasi. Satu sekolah negeri yang mungkin terletak dekat rumah, belum tentu satu rayon, (eh, zona ya? Ah, anggap saja sama ya. :) ) misal: rumah saya terletak di Pusponjolo Dalam, SMP negeri terdekat SMP N 40, namun karena sekolah yang terletak di Jl. Suyudono ini masuk kecamatan Semarang Selatan, sedangkan Pusponjolo masuk Semarang Barat, maka SMP N 40 beda zonasi.

 

 


Ternyata tahun ini ada satu hal lagi yang dihebohkan orang (boleh juga dibaca sebagai 'dikeluhkan'): umur! Ketika aku kecil dulu (puluhan tahun lalu gaes, lol), duduk di bangku TK itu tidak wajib, usia seorang anak masuk SD itu 'biasanya' 7 tahun, (biasanya = tidak wajib). Asal sudah umur 7 tahun, seorang anak bisa masuk SD, meski mungkin belum bisa membaca menulis. Ya zaman orba belum ada kebijakan 'wajib belajar', jadi jika ada orangtua yang mampu memasukkan anaknya sekolah, pemerintah selayaknya harus bersyukur banget.

 

 

Ketika anakku mulai masuk TK, rata-rata usia seorang anak masuk TK itu 4 tahun. Angie masuk SD umur 6 tahun. Meski waktu TK dia kumasukkan ke TK Nasima, ketika masuk SD, Angie kumasukkan ke SD Siliwangi (sekarang namanya SD Kalibanteng Kidul). Dia beruntung bisa masuk ke SD ini karena dia tidak kusekolahkan di TK PGRI 10 yang terletak satu area dengan SD Siliwangi; (FYI, 90% anak-anak SD Siliwangi 'lulusan' TK PGRI 10) Seorang guru SD Kalibanteng Kidul yang tinggal tak jauh dari rumahku (saat itu) bilang, seorang calon siswa kelas 1 SD negeri wajib berusia minimal 6 tahun. Jika kurang dari itu, jangan harap bisa masuk sekolah negeri, apalagi sekolah negeri yang dianggap cukup 'favorit'. Saat itu, SD Siliwangi ternyata dianggap satu sekolah favorit di kecamatan Semarang Barat.

 

 

 

Tahun ini, masih dengan semangat menghapuskan anggapan 'sekolah favorit', pemerintah mengeluarkan satu kebijakan baru: untuk masuk SD negeri, MINIMAL usia seorang calon siswa adalah 7 tahun. Usia MAKSIMAL seorang calon siswa SMP 15 tahun; untuk masuk SMA MAKSIMAL 21 tahun. Kebijakan 'zonasi' tetap diberlakukan ya, jadi jika ada 2 calon siswa memiliki nilai yang sama, zonasi sama, jika harus bersaing, yang berusia lebih muda terpaksa kalah. Dengan kebijakan WAJIB BELAJAR dari SD hingga SMA, pemerintah benar-benar ingin merangkul semua anak-anak Indonesia untuk sekolah.

 

Permendikbud no. 44/2019

 

Pasal 25

(1) seleksi calon peserta didik baru kelas 7 SMP dan kelas 10 SMA dilakukan dengan memprioritaskan jarak tempat tinggal terdekat ke sekolah dalam wilayah zonasi yang ditetapkan

(2) jika jarak tempat tinggal calon peserta didik dengan sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  sama, maka seleksi untuk pemenuhan kuota/daya tampung terakhir menggunakan usia peserta didik yang lebih tua berdasarkan surat keterangan lahir atau akta kelahiran.

 

 

 

Sebagai orangtua yang pernah mengalami disindir-sindir melulu saat ada agenda pertemuan antara orangtua siswa dan sekolah saat Angie duduk di bangku SMA, dan sebagai seseorang yang pernah bekerja di sebuah sekolah swasta yang tidak favorit, lol, aku mendukung langkah apa pun yang dilakukan oleh pemerintah untuk menghapuskan anggapan sekolah favorit. Tapi, ya memang seharusnya pemerintah mengeluarkan kebijakan ini tidak 'ujug-ujug' lah. Permendikbud di atas dikeluarkan seharusnya untuk diaplikasikan 6 tahun ke depan. Jangan mak bedunduk ujug ujug sak det sak nyet, lol.

 

 

N.B.

 

  1. Angie masuk SMA tahun 2006 dimana SMA N 3 saat itu WAJIB mengikuti kebijakan rayonisasi/zonasi, hingga SMA N 3 terpaksa menerima siswa-siswa dengan jumlah NEM di bawah 18 karena mereka bertempat tinggal satu rayon dengan SMA N 3. and you know what, selama 3 tahun Angie sekolah disana, hal ini terus-menerus disebut berulang-ulang oleh kepala sekolah setiap ada pertemuan pihak wali siswa dan sekolah. Kepala sekolah dan guru-gurunya komplain keras karena mendadak harus 'mencerdaskan' anak-anak yang mungkin bibitnya tidak sebagus yang mereka harapkan. Komplain ini pun didengarkan pemkot loh karena tahun-tahun berikutnya sekolah yang waktu itu mendapat lisensi 'sekolah berstandar internasional' diizinkan untuk tidak memberlakukan zonasi, sampai lisensi SBI ini tidak berlaku lagi.
  2. Well, paling tidak, aku dan Angie pernah merasakan sekolah di sekolah favorit, lol, dimana jika kita berjalan dengan seragam sekolah kebanggaan, orang-orang yang melihat akan terkagum-kagum, lol. Untuk masa nanti, setelah Angie punya anak, ya dipikir nanti saja. At least, aku sudah melihat dengan mata kepala sendiri, bahwa sekolah di sekolah favorit tidak selalu menjamin 'kesuksesan' (sukes yang bermakna memiliki pekerjaan yang mentereng, menghasilkan uang banyak bisa untuk membeli rumah dan mobil berderet, lol) meski kesuksesan yang seperti itu belum tentu membawa kebahagiaan. :)

 

PT56 11.35 26-Juni 2020


Tulisan senada bisa diklik disini ya 


No comments: