Search

Tuesday, October 23, 2007

Lebaran 2007

Seperti tahun lalu, tahun ini Muhammadiyah memutuskan Hari Raya Idul Fitri jatuh satu hari lebih cepat daripada yang diputuskan oleh pemerintah. Dan karena keluargaku—my dearest Mom and my siblings, including my late dad—adalah alumni sekolah Muhammadiyah, kita sekeluarga pun melakukan shalat Idul Fitri pada hari Jumat 12 Oktober 2007. Di bawah ini adalah foto-foto sewaktu shalat Id di lapangan tennis Jalan Pamularsih Semarang.




Jika tahun lalu kakakku dan istrinya sudah ada di Semarang, tahun ini mereka berdua melakukan shalat Id di Cirebon, baru kemudian ‘mudik’—bagi kakakku tentu untuk memenuhi panggilan ‘primitif’nya atas masa kanak-kanaknya yang dia habiskan di Semarang bersama adik-adiknya—ke Semarang. Kebetulan istrinya berasal dari Cirebon sehingga tidak perlu mudik ke kota lain.
Sepulang dari shalat Id, aku, mom, kedua adikku, plus Angie mampir ke pasar Krempyeng di ujung Jalan Pusponjolo Selatan. Suasana pasar cukup ramai, banyak penjual janur dan selongsong ketupat. Harga-harga yang naik hampir 50% dari satu hari sebelumnya tidak mengurangi antusiasme masyarakat untuk berbelanja untuk menyambut Lebaran.
Sepulang dari pasar (FYI, mom helped by my sister and me cooked opor etc on Thursday), kita sekeluarga tidak pergi kemana-mana, seperti masa kecilku dulu, Lebaran kita ngendon di rumah saja. Cuma dulu aku dan kakak beserta adik suka duduk-duduk di ruang tamu ngeliatin orang-orang yang lalu lalang, kali ini aku ngendon di kamar melulu, bercinta dengan my dearest desktop.  Seandainya warnet langgananku buka, tentu aku akan mengajak Angie ngenet. 
Selepas Maghrib, suasana di Pusponjolo mulai ramai dengan suara takbir dan bedug yang dipukul bertalu-talu, banyak orang larut dengan kegembiraan bertakbir, menyambut kedatangan hari yang paling ditunggu selama bulan Ramadhan. Angie dan adikku ikut nonton dari teras depan rumah.

Aku tetap ngendon di kamar, ngebut balesin email Abang yang telah ngendon di desktop sejak dua bulan lalu. (Karena kesibukanku ngikut lomba blog bulan Agustus kemarin, emailnya pun tersingkir dengan damai. LOL.) Kakakku dan istrinya datang sekitar pukul 20.00. Mereka berangkat meninggalkan Cirebon selepas shalat Jumat karena pagi hari setelah shalat Id jalan pantura macet.
Hari Sabtu, I didn’t go anywhere. Seperti biasa, ngendon di depan desktop, nge-game, ngetik, nonton film, plus ngobrol dengan Angie. Adikku yang merayu kakakku untuk jalan-jalan nampaknya tidak berhasil. LOL. Kakakku satu ini termasuk usil pula, suka godain adik-adiknya.
Hari Minggu pagi, saat pergi berenang! Suasana kolam renang yang sepi pengunjung membuatku merasa nyaman untuk berenang selama satu jam tanpa berhenti. Sinar matahari yang telah memantul ke kolam renang semenjak aku nyemplung kolam (sekitar pukul 06.15) tidak kupedulikan. Btw, seandainya aku benar-benar tidak peduli, mungkin aku tidak akan naik sampai aku teler berenang kali. LOL. Kenyataannya pukul 07.20 aku sudah meninggalkan kolam, menuju tempat shower.
Seusai mandi, seperti biasa (kalau tidak terburu-buru harus menghadiri suatu acara penting), aku nongkrong di salah satu bangku yang tersedia, scribbling in my diary, plus baca Jurnal Perempuan no 51 yang bertajuk “Mengapa Mereka Diperdagangkan”. Dari judulnya, kita bisa menebak isinya berupa artikel-artikel yang membahas tentang children and women trafficking.
Begitu rambutku kering, aku cabut. Ga langsung pulang ke rumah, tapi mampir ke warnet. Email balasan buat Abang ga bisa nunggu sampai warnet langgananku buka tanggal 22 Oktober nanti. (Well, you can also read it as “I cannot wait that long to send the reply. ) Rencana untuk ngumpet dari milis RKB sampai sok tanggal 22 Oktober tak jadi kulakukan karena aku tergoda untuk menulis komentar dua postingan. 
Pulang dari ngenet, sesampai rumah, my mom greeted, “Kerasan amat di kolam renang, eh?” LOL.
Selesai sarapan (rasanya lapar poll kayak orang ga makan seharian aja LOL), cuci piring, help Mom cook in the kitchen, aku masuk kamar. Berhubung Angie asik menggunakan desktop, aku scribbling di the cutie. But ga lama ... baru satu jam aku nulis dan baca di the cutie, telerlah aku sambil memeluk bantal cinta pemberian mbak Icha bulan Agustus lalu. Cuapekkkk ... ZzzZZzZZzzzzzzz ...
****
Tiga jam napping. Nyaman sekali, eh? Padahal Semarang panas banget siang ini. Setelah bangun, aku langsung ke dapur membuat cappuccino dingin. Balik ke kamar, nonton disk 2 FREEDOM WRITERS. I do want to write a review on this great movie but berhubung terlalu banyak yang ingin kutulis, jadi bingung mau mulai dari mana. :(
Sementara itu, ternyata kakak dan adik-adik pergi entah kemana. They didn’t offer me to join. Akhirnya aku berinisiatif ngajakin Angie keluar.
Tujuan pertama adalah kawasan CITY WALK Semarang yang berlokasi di Jalan Merak Kota Lama. Seperti biasa, aku ini tipe lelet, sehingga meskipun kawasan CITY WALK telah diresmikan oleh pemerintah beberapa minggu lalu (entah tepatnya kapan, aku lupa), aku baru kali ini berkesempatan jalan-jalan ke sana. Bulan puasa kemarin tentu membuatku malas jalan-jalan. (Biasa lah, ngeles! LOL)
Mengapa tiba-tiba aku pengen mengunjungi CITY WALK? Beberapa hari lalu seorang siswa meminta bantuanku untuk menerjemahkan laporannya ke dalam Bahasa Inggris, tentang kunjungannya ke CITY WALK. Hal ini membuatku ingin berkunjung ke sana sendiri, membuktikan bahwa CITY WALK benar-benar sepi, yang berarti tujuan pemerintah Semarang untuk ‘mengubah’ citra kawasan tersebut, sekaligus untuk menambah pusat kuliner di Semarang gagal.
Mengubah citra?
Kawasan yang dipilih untuk menjadi CITY WALK dulu (mungkin sekarang pun masih) adalah kawasan ‘hitam’, tempat para kriminal dan pemabuk mangkal, tempat para PSK (pekerja seksual komersial) menunggu langganan yang berhidung belang (kayak zebra? LOL) dan biasa terjadi perkelahian antar geng. Wah, seperti kawasan Long Beach dalam film FREEDOM WRITERS? Nana adalah tipe ‘anak manis’ yang tentu tidak tahu apa-apa kalau ditanya masalah perkelahian antar geng di Semarang, tempat kriminal, pemabuk, dan PSK mangkal. Count me out. (Dengan kata lain you can say NANA YANG KUPER.)
Dengan memilih kawasan itu menjadi CITY WALK, memang diharapkan akan mengubah citra kawasan tersebut menjadi satu kawasan yang ramah penduduk, tak lagi dicap ‘hitam’. Masyarakat akan berani berkunjung ke sana karena tak lagi merupakan area yang harus dihindari. Unfortunately usaha pemerintah kota Semarang ini nampaknya gagal. Paling tidak untuk ukuran saat ini.
Menambah pusat kuliner.
Semarang bisa dianggap cukup berhasil dengan usaha WAROENG SEMAWIS tempat masyarakat bisa berkunjung untuk mendapati berbagai macam makanan. WAROENG SEMAWIS yang dikelola oleh KOPI SEMAWIS (Komunitas Pecinan Semarang untuk Pariwisata) diselenggarakan setiap hari Jumat-Sabtu-Minggu tiap minggu.
Pemerintah kota Semarang berkeinginan menjadikan CITY WALK juga menjadi pusat kuliner seperti WAROENG SEMAWIS yang telah berhasil menyedot perhatian masyarakat Semarang yang terkenal suka makan enak.
Mengapa proyek CITY WALK gagal menarik minat masyarakat? Pemerintah harus segera introspeksi dan segera pula memperbaikinya agar proyek ini tidak gagal total begitu saja.
Berikut ini gambar CITY WALK yang memang lengang, hanya ada tenda-tenda kosong tanpa seorang pedagang pun.


Dari kawasan CITY WALK, aku mengajak Angie ke WAROENG SEMAWIS. Lebaran ternyata tidak berarti WAROENG SEMAWIS tutup. Tatkala aku sampai di sana, kurang lebih pukul 18.15, suasana masih sepi, mungkin karena aku sampai di sana terlalu sore. Beberapa pedagang sedang sibuk menata barang dagangannya. Tidak ada tumpukan pelancong di jalanan maupun di tenda-tenda yang menawarkan berbagai macam makanan. Selain makanan, ada pula stand pakaian, pernak pernik aksesoris, dan dua stand khusus ramalan, seperti biasa.
Waktu aku dan Angie menikmati makan malam, gerimis turun. Namun gerimis tidak berarti minat masyarakat turun. Beberapa orang kulihat segera mengembangkan payungnya dan tetap berjalan, menunjukkan bahwa mereka telah mempersiapkan diri dari rumah seandainya turun hujan, mereka akan tetap bisa berjalan-jalan di sepanjang jalan yang disebut Gang Warung itu.
Di bawah ini beberapa foto yang kujepret di kawasan WAROENG SEMAWIS pada hari Minggu 14 Oktober 2007..



Sayangnya makan malam itu kurang nikmat. Aku pesan tahu dan tempe penyet, sambelnya ampuuuuunnn... pedesnya ga karuan. :( :( Angie yang ingin makan siomay membuatku memilih makanan yang terletak di tenda tidak jauh dari stand siomay itu. Di sebelah kanan stand siomay, ada stand sate babi. Count me out for this kind of food.  Di sebelah kiri ada pusat lalapan yang berjualan ayam goreng, bebek goreng, burung dara goreng, plus tempe dan tahu penyet. Aku ingin burung dara goreng, tapi mereka tidak punya. Ayam goreng, wah .. Lebaran selalu identik dengan ayam, so aku males makan ayam goreng di situ. Ditawari bebek goreng, ah ... ga berani nyoba aku. (I am not a food adventurer!!!) akhirnya aku pilih tahu dan tempe penyet yang sambelnya minta ampun pedesnya itu. (Perhaps my Abang would enjoy it coz he said he loved spicy food.)
Selesai makan, dan gerimis telah reda, aku dan Angie jalan-jalan lagi, yah cuma muter-muter doang sih di sekitar situ. :) kali ini aku tidak sampai ke kelenteng Tay Kak Sie dan replika kapal Cheng Ho.
Sewaktu aku dan Angie meninggalkan pelataran parkir, kulihat lebih banyak pengunjung yang berdatangan. Kata tukang parkir, malam minggu pengunjung Waroeng Semawis banyak seperti biasa, tidak ada perubahan meskipun hari itu merupakan Lebaran hari pertama.
Aku dan Angie sampai di rumah sekitar pukul 20.00. begitu memasuki kamar, hujan turun dengan deras. Wah ... pas banget? :)
PT 22.40 141007

Monday, October 22, 2007

My dear Motorcycle

Aku super heran dengan motorku yang rada ajaib (kayak yang punya kali. LOL.) Gimana ga heran, setahun yang lalu, tak pernah kubawa ke bengkel sekalipun, namun tak pernah sekalipun dia membuatku repot, karena mogok misalnya. Busi pun ga pernah kuganti. Sakti kan? LOL. Paling-paling yah ... cuma nambah angin untuk bannya.
Nah, sekitar bulan Juli lalu motor akhirnya kubawa ke bengkel setelah beberapa minggu sebelumnya sempat mogok sejenak, meskipun setelah kuganti businya dengan yang baru, motor langsung hidup lagi, dan dengan setianya mengantarku kemana-mana lagi. Akhirnya motor kubawa ke bengkel setelah adikku ngomelin aku, “Kamu tuh kebangeten. Motormu setia banget padamu, kamu cuma mau menaikinya doang. Tapi ga mau membawanya ke bengkel.” (Udah untung yah aku mau menaikinya? Berapa banyak orang yang ngantri minta kunaiki tapi kucuekin? Wakakakaka ... Ssssssttt .. dilarang parno meskipun bulan Ramadhan telah usai. LOL).
Setelah bulan Juli yang lalu, awal bulan September kemarin motor kubawa ke bengkel lagi, karena kebetulan ban luar roda belakang perlu diganti, sekaligus servis dan stroom accu.
Kalau dihitung-hitung, motor perlu kubawa ke bengkel lagi paling cepet bulan November lah kupikir, karena motor jarang kunaiki ke satu tempat yang jauh. (aku bukan tipe orang yang suka keluyuran kemana-mana. Kegiatanku setiap hari hanya mengantar anak semata wayangku ke sekolah, menjemputnya, trus ke kantor. Jarak rumah ke sekolah Angie, sekitar 3 km. Jarak rumah ke kantor juga cuma sekitar 3 km. Oh yah, selain itu, ke Paradise Club fitness center, mungkin ya sekitar 3-4 km. Warnet tempatku online untuk blogging, milising, dan chatting dengan Abangku seorang juga berada di daerah yang sama.) Namun ternyata perhitunganku meleset.
Hari Kamis sore 18 Oktober 2007 sekitar pukul 18.15, seusai berenang, motorku mogok dalam perjalanan pulang. Aku yakin pasti businya harus diganti karena sekitar 10 hari sebelumnya, waktu hujan turun deras, aku sedang dalam perjalanan pulang dari kantor, sempat terjebak banjir. Mungkin busi kena cipratan air waktu itu. Cukup ajaib pula kalau ternyata motorku masih bisa bertahan selama kurang lebih 10 hari setelah kejadian terjebak banjir itu.
Setelah menuntun motor (bayangkan, aku kalah gede dibandingkan motorku LOL), selama kurang lebih 2 km (bayangkan lagi, aku memakai rok panjang hitam, jaket yang lumayan tebal, sandal jepit, plus tas punggung berisi baju berenang, handuk, dll), akhirnya aku menemukan sebuah bengkel buka. Alhamdulillah ... Tanpa ba bi bu, aku langsung bilang ke pemilik (atau pegawai ... atau apalah) bengkel, “Busi Pak...”
Si pemilik segera mengambilkan busi dan menyerahkannya kepadaku.
Aku tidak mengatakan apa-apa selain menunjuk ke arah motorku. Dia langsung bertanya, “Sekalian dipasang?”
“Iya ...” wah ... not a bad body language, eh? LOL.
Setelah busi diganti, motor langsung bisa nyala setelah distarter. Syukurlah ...
*****
Namun tiba-tiba motorku ga mau distarter lagi keesokan harinya, Jumat 19 Oktober 2007 seusai aku ngenet (sepulang dari kantor). Si Bapak pemilik warnet yang (ternyata) baikan, langsung menawarkan jasa untuk menstarterkan motor, dengan alasan, “Eman-eman sepatunya mbak, kalau dipakai untuk starter motor nanti cepat rusak.” (FYI, aku memakai sepatu boots hitamku yang memiliki hak setinggi (cuma) 5 cm.) Namun ternyata jasa baiknya tidak disambut baik oleh motorku yang sedang ngambek (kayak Abangku yang sedang ngambek saat ini. LOL.) Mesin motor tetap saja ga mau nyala meskipun telah ada 3 orang yang membantu menstarternya. Busi juga dicek lagi, meskipun aku sudah bilang kalau busi barusan ganti satu hari sebelumnya.
Aku yang merasa ga enak karena ngerepoti banyak orang, akhirnya bilang, “Sampun Pak, dalem beto wonten bengkel kemawon. Wonten bengkel caket mriki to nggih?” Kebetulan memang letak warnet yang satu ini dekat dengan bengkel tempat aku membeli busi satu hari sebelumnya. Akhirnya si Bapak itu mengalah, ga lagi ngotot untuk bisa membuat mesin motorku nyala. LOL.
But ... it was not my lucky day.  Abangku ngambek, motor ngambek, eh, bengkel ngambek pula, LOL, alias tutup. Aku langsung berinisiatif menuntun motor ke arah rumah, karena seingatku sepanjang jalan Indraprasta itu ada beberapa bengkel. Bayangkan keadaanku waktu itu, memakai rok panjang hitam, blazer hitam, kalung pemberian anakku tersayang, sepatu boots berhak 5 cm, membawa tas punggung mungil berisi the cutie, buku, dll. Dalam perjalanan, aku ternyata sempat “menarik perhatian” beberapa orang. Ada dua orang laki-laki yang dengan sengaja berhenti, menyapaku, “Mogok mbak?” dan dengan sok pahlawan menawariku untuk melakukan sesuatu. LOL. Misal: mencoba menstarterkan motor, ngecek busi, nanya apakah aku bawa peralatan di bawah jok motor. Setelah gagal, mereka menawariku untuk mendorong motorku. Caranya begini, motorku dan motornya berjalan bersisian. Dia akan menarik motorku sembari menaruh kakinya di knalpot, atau bagaimanalah, yang penting motorku mau jalan, tanpa aku menuntunnya. Namun dengan simple kujawab, ”Waduh ... kulo mboten wantun menawi ngoten.” Akhirnya mereka (keduanya menawari hal yang sama, dalam waktu yang berbeda. Heran, kok mereka bisa punya ide yang sama yah?) pun meninggalkanku sembari bilang, “Nyuwun ngapunten mbak nggih, kulo tak rumiyin...” dengan sorot mata yang kuterjemahkan, “I do want to help you, but I cannot.” LOL.
Dan aku pun heran ternyata masih ada juga orang yang baik hati begitu? Atau aku memang terlalu merasuk ke dalam my individualistic lifestyle sehingga perlu merasa heran dan hostile tatkala ada orang asing menawarkan jasa baiknya kepadaku?
Dalam perjalanan pulang masih banyak orang yang menyapa, “Mogok mbak? Bisa saya bantu?” namun aku cuma tersenyum (entah manis entah pahit entah kecut LOL) sembari meneruskan perjalanan. Well, kira-kira aku berjalan sembari menunton motor sekitar 2 km. Capek sih engga, tapi yang kukhawatirkan adalah telapak kakiku yang mungkin akan lecet karena aku memakai high-heeled boots. Betapa lega ketika aku sudah memasuki kompleks Pusponjolo. Lebih lega lagi setelah sampai rumah tentu.  dan ternyata telapak kakiku ga lecet. Kalau lecet repot lah ke kantor. Sepatu ketsku yang berwarna hitam rusak, yang ada cuma high-heeled shoes plus boots, yang tentu akan semakin memperparah lecet.
Sekarang hari Sabtu 20 Oktober 2007 pukul 19.20. Aku belum sempat bawa motor ke bengkel. Tadi pagi ngajar pukul 08.00-12.00, aku dipinjami motor adikku terkecil yang kebetulan ga pergi kemana-mana. Setelah pulang, makan siang, aku berangkat lagi ke kantor naik bus. Jadi bernostalgia waktu sering pulang pergi ke Jogja.
Pulang dari kantor naik bus. Waktu turun dari bus, memasuki jalan Pusponjolo Tengah aku memang berniat untuk jalan kaki saja, ga naik becak (waktu berangkat aku ya jalan kaki), lumayan berolah raga, jalan kaki kurang lebih 10 menit naik high-heeled boots. LOL. Namun, waktu turun dari bus, seorang tukang becak menawariku, aku langsung menggelengkan kepala, sembari bilang, “Mboten Pak...” pas waktu itu aku menatap matanya, dan kulihat sinar kekecewaan di sana.  Aduh ... Tapi masak setelah bilang, “Mboten Pak...” aku balik lagi dan meralat, “Nggih pun Pak...” kok aku ya merasa ga nyaman? Kok jadi plintat plintut? (Betapa aku memang sering merumitkan masalah yang sebenarnya ga rumit-rumit amat. :)) Walhasil, selama berjalan sampai rumah, di pelupuk mataku terus terbayang sorot mata dengan sinar kekecewaan itu. I was unhappy. :(
PT56 19.40 201007

Friday, October 19, 2007

K A L U N G

Beberapa bulan yang lalu di kantin kantor, aku ditawari oleh Ibu penjaga kantin,
“Bu Nana ... kalungnya indah-indah loh. Murah-murah lagi.”


Aku sempat bengong. Heran, mengapa Ibu kantin menawariku kalung? Apakah tak pernah dia perhatikan aku bukan tipe orang yang suka memakai berbagai macam aksesori? Aku hanya memakai anting lama, pemberian my beloved Mom, mungkin tatkala aku duduk di bangku SMA, atau bahkan sebelum itu. Kalung yang dibelikan oleh my Mom waktu aku masih duduk di bangku kuliah S1 kujual tahun 2002 lalu, dan uangnya kubelikan handphone, sebelum aku berangkat untuk melanjutkan kuliah di American Studies UGM. Handphone lebih penting bagiku waktu itu agar bisa berkomunikasi dengan Angie yang berada di Semarang. 



Namun karena tawaran Ibu kantin itulah, aku mulai memperhatikan aksesori yang dikenakan para siswa/mahasiswa yang datang. Nampaknya aksesori kalung mulai digemari lagi. Atau mungkin aku yang terlalu kuper dan tidak pernah memperhatikan hal tersebut karena aku sendiri tidak pernah peduli. Akan tetapi hal ini tidak berarti aku serta merta ngikut apa yang sedang trend. Aku tetap tidak kepengen memakai kalung, so ngapain beli?


(Telah cukup lama aku tidak lagi memperhatikan penampilan dan aksesorisnya, seperti tas tangan, sepatu, bros, dan lain-lain. Pakaian pun aku memakai yang berwarna hitam melulu sehingga dijuluki “Ms. Black” oleh banyak siswa/mahasiswa. Namun, di zaman ‘jahiliyah’ku dulu, aku suka juga koleksi sepatu dan tas berwarna warni, bros, dll.)


****


Hari Sabtu 29 September 2007 di hotel The Sultan, mbak Angel menunjukkan padaku kalung yang dia pakai. “Kalung ini yang membelikan Luna loh mbak Nana, satu hari waktu di sekolah ada acara semacam bazaar untuk memperingati Mother’s Day. Luna masih duduk di bangku SD waktu itu. Sepulang sekolah dia berikan kalung ini kepada saya. I do appreciate it much more than a golden necklace, karena yang memberi Luna, anakku semata wayang, di hari Ibu pula.”


Dan aku pun memandangnya dengan takjub. Sorot mata kebanggaan terpancar dari mata mbak Angel. Sedangkan Luna yang disebut-sebut tersenyum simpul, berbangga hati pula karena kalung pemberiannya sangat dibanggakan oleh Mamanya.


Aku beberapa kali sempat bertanya pada diri sendiri, apakah aku akan tetap memiliki hubungan yang harmonis dengan anakku, seandainya anakku laki-laki. Dan pada hari itu kulihat keharmonisan antara mbak Angel dengan Luna, anak laki-lakinya. Would I experience like that if my child were a son?


Aku yang feminis ini, plus semasa kecil sering mainan “khas anak laki-laki” sebangsa layang-layang, kelereng, mobil-mobilan, dan sewaktu SMP ikut ekstra kurikuler karate, sehingga aku merasa ‘pernah’ bersikap tomboy, tetap merasa tidak mampu menyelami jiwa laki-laki. Mungkin aku akan tetap bisa berusaha membina hubungan harmonis dengan seorang anak laki-laki (jika dikaruniai seorang anak laki-laki LOL). Namun untuk ‘membentuknya’ menjadi seorang sosok laki-laki yang macho, entahlah.
Beberapa minggu lalu waktu mengunjungi dugderan, aku senang melihat permainan kapal-kapalan, (aku pernah membelikan Angie kapal-kapalan, sekedar untuk ‘menularkan’ kebahagiaan kepadanya sewaktu aku kecil bermain kapal-kapalan ini dengan kakakku.) gasing, mobil-mobilan. Tapi tatkala melihat satu stand PSIS yang berjualan segala macam atribut sepakbola, aku tak bisa membayangkan apakah aku akan dengan senang hati mengajak anak laki-lakiku ke stand tersebut. Satu hal yang pasti, waktu aku kecil di dugder belum ada stand seperti itu. LOL. Dugderan memang merupakan salah satu perekatku dengan ‘akar budaya’ masa kecilku. 


****


Kurang lebih sepuluh hari yang lalu tatkala membeli sebuah rok dengan belahan dada yang agak rendah, aku bilang ke Angie, “Bakal terlihat aneh ya Yang kalau di leher Mama kosong? Mama mau beli kalung ah.” 


Angie yang semula tidak begitu tertarik dengan kalung (waktu kecil yang dia sukai adalah aksesori untuk rambut) ternyata waktu itu ikut antusias memilihkan kalung buatku. Beberapa hari kemudian aku menemukan jawabannya, “Angie bisa pinjam kalungnya Mama waktu pentas drama POCAHONTAS nanti. Kan Angie jadi Ratu?” Wah ... ternyata ... LOL.

****


Hari Sabtu 6 Oktober 07 lalu sepulang dari latihan drama POCAHONTAS dengan beberapa teman sekolahnya, Angie menunjukkan kepadaku sebuah kalung dengan bandul Mickey Mouse. “Ma ... ini Mickey loh! Imut kan?” 


Ternyata dia beli kalung itu di DP Mall, waktu jalan-jalan dengan teman-temannya, tatkala hunting aksesori apa aja yang akan dikenakan waktu pentas drama di sekolah. 


Hari Senin 8 Oktober 07, sepulang dari latihan drama lagi, Angie mengulurkan kalung lain. Kali ini bandulnya berbentuk hati.


“Tadi Angie dan teman-teman hunting aksesori lagi di DP Mall, dan Angie lihat ini. Angie beli buat Mama.”


Uh ... aku jadi ingat mbak Angel yang dengan bangga mengenakan kalung pemberian Luna anaknya. Dan akupun merasa bahagia menerima kalung pemberian Angie.


****


Hari ini Rabu 10 Oktober 07, aku memakai kalung pemberian Angie waktu mengajar. Beberapa teman kerja mengomentari, “Wah kalungya eye-catching banget Ms. Nana.”


“Wah ... kalungnya ABG banget Ms. Nana.”


Dengan bangga aku menjawab, “Ini kalung pemberian Angie. Maklumlah kalau modelnya ABG lha wong yang beli juga seorang ABG.”


Ternyata bangga banget ya diberi sesuatu oleh anak kita? 😍😍
PT56 23.55 101007

Monday, October 01, 2007

Kopi Darat Milis RumahKitaBersama

KOPI DARAT YANG MENGESANKAN

Pesawat yang kutumpangi menuju Jakarta meninggalkan bandara Ahmad Yani Semarang kurang lebih pukul 12.00, terlambat 20 menit dari jadual semula. Namun hal tersebut tidak mengurangi my excitement karena membayangkan akan bertemu some wonderful people yang selama ini hanya kukenal nama, cara menulisnya, dan beberapa fotonya lewat milis RumahKitaBersama. Oh well, kecuali mbak Icha yang telah datang ke Semarang dua kali, sehingga aku telah bertemu dengannya dua kali. 


Pesawat mendarat di bandara Soekarno Hatta sekitar pukul 12.55. Tatkala sedang antri ambil luggage, ponselku berbunyi. Pasti Abang yang ngecek apakah aku sudah sampai (so caring of him!!!). Yeah, it was him, so I told him that I was waiting for my luggage and he said that he was waiting for me—and my lovely star, Angie, plus my sister—outside. Setelah mendapatkan luggage aku keluar. Sempat celingukan kesana kemari mencari dimana Abang berada, akhirnya dia pun muncul, mobilnya berada di tengah-tengah taksi yang sedang mengharapkan segera mendapatkan penumpang. Wah, untung aku telah mengenalinya lewat beberapa foto yang dia kirimkan kepadaku, juga lewat webcam beberapa kali sewaktu kita chat lewat Yahoo! Messenger, sehingga aku langsung tahu ketika dia melambaikan tangannya, memintaku berburu-buru karena mobilnya menghalangi taksi yang ada di belakangnya!


Berhubung kita harus buru-buru sebelum disumpahi para sopir taksi yang nampak sama tidak sabarnya dengan Abang (LOL), aku tidak sempat mengulurkan tangan untuk berjabatan, apalagi cium pipi. LOL. And there I was, sitting next to him, mantan pereli antar negara. LOL. Dia langsung tancap gas sembari bertanya, “Siap untuk ngebut?” Bukan sebuah pertanyaan kukira, tapi pernyataan. Hahahaha ...Well, memang aku sudah lama penasaran ingin membuktikan bagaimana caranya mengemudikan mobil. Kata mbak Omie Abang kalo nyetir gila-gilaan. (Bayangin aja kalau rombongan RKB dari Jakarta berkunjung ke Semarang dan Candi Sukuh dengan sesekali Abang yang nyetir, bakal mabuk darat semua. Wakakakaka ...)


“Loh, mbak Angel kemana Bang? Bukannya dia seharusnya sudah sampai sebelum aku?” aku sempat bertanya sebelum mobil meninggalkan terminal 1B. 


“Pesawatnya delay entar jam 3. Biar dia entar naik taksi aja.” Jawabnya. Wah ...


Setelah meninggalkan kompleks bandara Soekarno Hatta, ternyata lalu lintas padat, sehingga Abang ga bisa tancap gas melulu, meskipun sempat juga membuatku merasa, “Kayak main game di playstation Bang! Itu loh yang kebut-kebutan naik mobil.” Komentarnya, “Iya, sama. Cuma kalau cuma main game, kamu tetap hidup meskipun nabrak. Di sini, bablaslah kamu kalau nabrak.” Hahahaha ...


Well, terakhir kali aku ke Jakarta di tahun 2001 untuk menghadiri seminar internasional yang diselenggarakan oleh LBPP LIA Jakarta, rasanya Jakarta waktu itu belum sepadat sekarang. Atau mungkin kebetulan saja waktu itu aku tidak berada di jalan pada saat peak hours. Abang ternyata hobby ngomel sewaktu nyetir karena lalu lintas padat (sorry nih, buka kartu Bang, wakakakaka ..). Mungkin banyak orang lain lagi yang suka ngomel juga yah karena lalu lintas yang padat. Di Semarang, sepadat apapun lalu lintas, ga bakal segila di Jakarta. Apalagi kebetulan kantorku terletak tidak jauh dari rumah, perjalanan dari rumah ke kantor cuma butuh 5 menit, macet parah paling-paling aku butuh waktu 15 menit deh. Entah karena aku tidak terbiasa dengan lalu lintas padat, atau karena Abang ngomelin pemerintah kota Jakarta yang tidak becus mengatur tata kota melulu, aku pun dengan mudah ikut senewen. (Meskipun begitu, ternyata perjalananku dari bandara ke The Sultan Hotel masih mending dibandingkan mbak Angel yang datang belakangan, dan terhalang macet, sampai taksi tidak mampu bergerak maju sampai satu jam! Gosh!!!)


Sesampai di hotel sekitar pukul 14.00, ah ... leganya! 


Setelah mengantarku ke kamar nomor 885, dan ngobrol sejenak, Abang turun ke lobby, menunggu kedatangan mbak Icha dan mbak Angel.


Aku turun sekitar pukul 17.00 karena acara buka puasa bersama akan dimulai pukul 18.00. Namun ternyata mbak Icha dan keluarga, juga mbak Angel belum nongol juga. Traffic jam yang gila penyebab mereka berdua belum sampai. 


Mbak Icha bersama kedua buah hatinya, Bastian dan Vanessa datang terlebih dahulu. Kak Frisch yang sedang mencari tempat untuk parkir mobil masuk belakangan. Bas ternyata lebih ramah dan murah senyum dibandingkan Van sehingga dia langsung menyambut uluran tanganku dan membiarkanku mencium pipinya, sedangkan Van menghindar. Lah, heran kan aku? kata mbak Icha, Van kenes, Bas pemalu. Oh, ternyata karena Van masih jet lag karena perjalanan dari Ciledug ke hotel. “Nyawanya belum ngumpul tuh!” kata mbak Icha. LOL.


Mbak Angel akhirnya muncul juga sekitar pukul 17.30. Oh, she must have been very tired! Dan aku heran, kok mbak Angel datang sendirian, kemana Luna, sang jagoannya? Ternyata Luna akan nyusul dari Lippo Karawaci, tempat sekarang dia menimba ilmu di Universitas Pelita Harapan. Dan tentu bisa dimaklumi, perjalanan Luna pun terhalang macet sehingga dia akan datang belakangan. 


Adzan maghrib menunjukkan waktu berbuka telah terdengar sewaktu kita serombongan akan meninggalkan hotel menuju RM Pulau Dua. Kegembiraan bertemu dengan orang-orang special itu membuatku lupa bahwa aku berpuasa. Aku lupa bahwa seharusnya aku merasa lapar. LOL. Aku bersama Angie dan Nunuk plus mbak Angel berada dalam mobil Abang, sedangkan mbak Icha sekeluarga berada dalam mobil lain.


Sewaktu memasuki tempat parkir RM Pulau Dua, Abang sempat menyapa seseorang, “Liquid!” Oh ... he must be si anak bangor, yang hobby kirim postingan yang lucu-lucu tur saru (wakakakaka ...). “Kok masih nampak muda banget?” komentar mbak Angel. “Masih kayak anak kuliahan,” katanya lagi. Loh, saingan sama Luna dong? LOL.


Memasuki RM Pulau Dua, gile, rame banget? aku sempat mikir kayak orang-orang Jakarta tumplek bleg di sana, buka puasa bersama. Sewaktu aku dan rombongan sampai di meja nomor 300, Pak Anwari dan istri, plus Pak Djoko beserta istri dan anak putrinya yang mantan sopir busway telah duduk di meja menunggu kita. Setelah bersalam-salaman, saling memperkenalkan diri masing-masing, kita duduk. Pak Anwari berkomentar dengan bangga, “Saya datang nomor satu! Sudah ada foto yang menunjukkan saya datang tepat waktu, juga hidangan yang lengkap sudah ada di kamera saya.” Wah ... Pak, di Semarang aku juga termasuk punctual comers, Abang juga begitu di tempatnya sono, dan sering ngomentarin aku lelet kayak kuya. Wakakakaka ... But pada kesempatan itu, ya mohon dimaklumi kalau kita datang terlambat. Pesawat mbak Angel yang delay dari jam 11.00-an, mundur sampai jam 14.00-an (if I am not mistaken), lalu lintas macet yang tak terkira membuat kita semua datang terlambat.


Btw, Pak Anwari yang tidak memakai topi (maklum, aku hafalnya fotonya yang banyak bertebaran di www.superkoran.info memakai topi) terlihat lebih muda dari usianya yang 69 tahun. Sewaktu aku bilang, “Wah Pak Anwari terlihat lebih muda di aslinya loh dibanding di foto,” Bu Anwari bilang, “Waduh mbak, nanti kepalanya jadi membesar! Topinya bakal ga muat dipakai lagi.” Hahahaha ...
Setelah minum teh manis yang tersedia untuk membatalkan puasa alias berbuka, aku, Angie dan Nunuk, beserta Bu Djoko dan anaknya shalat dulu di musholla yang tersedia. 


Kembali ke meja nomor 300, kita langsung makan, sambil ngobrol, foto-foto, khas orang-orang kopi darat deh. obrolan yang semula kita lakukan lewat dunia “maya”—milis—kita lanjutkan di dunia “nyata”. Mas Budiman yang juragan minyaknya RKB datang setelah kita ramai-ramai makan, ngobrol, dan lain lain. Setelah bersalam-salaman dengan semua yang hadir, dia pun langsung gabung. 


Pak Djoko yang duduk di sebelahku, sempat memberiku buku “Semarang Tempo Dulu, Teori Desain Kawasan Bersejarah”. Wah, tentu sudah dipersiapkan sebelumnya. Thanks a lot Pak Djoko. Pak Anwari yang duduk berhadapan dengan pak Djoko bilang aku dan Angie look like sisters. Well, banyak sih yang bilang begitu. Waktu Pak Anwari nanya, “Kalau begitu siapa yang dimudakan siapa yang dituakan?” untuk menggoda Angie, aku bilang, “Dia dituakan Pak, sehingga pantas menjadi adik saya.” LOL. But tentu saja di dalam hati aku pengennya aku yang dimudakan dari usiaku sebenarnya. (Goodness, Pak Djoko masih ingat yang kukatakan di milis, bahwa usiaku akan selalu 36 tahun, seperti alamat emailku fe36smg@yahoo.com) 


Acara ngobrol-ngobrol beramai-ramai ini sempat terganggu karena kebetulan kita duduk di dekat panggung yang ada live music nya. Abang yang semula didaulat untuk menyanyi di milis, tidak mau menyanyi di situ. Dia berencana mengajak kita ke karaoke setelah acara buka puasa bersama itu selesai. Nah, kalau di karaoke dia mau menyanyi tentu. He told me he loves berkaraoke-ria. 


Yang paling belakangan datang Pak Danar beserta Ibu Roosye yang cantik jelita. Tentu karena macet. Luna pun datang hampir berbarengan. Tepat pada waktu itu, beberapa meja yang ada di dalam ruangan telah kosong sehingga rombongan RKB memutuskan untuk pindah ke dalam sehingga acara ngobrol kita tidak terganggu live music. Meskipun begitu ternyata suara orang berceloteh—ga cuma rombongan RKB yang ngobrol dan bercanda—tetap saja mengganggu. 


Angie yang ngantuk, bersandar di bahuku, sambil memejamkan mata menjadi sasaran empuk kamera Pak Anwari. LOL. Akhirnya kak Frisch menawarkan mengantar Angie balik ke hotel. Nunuk pun ngikut. Thanks a lot kak Frisch. 


Pak Djoko dan istri plus anak meninggalkan tempat sebelum pukul 21.00 karena Bu Djoko ingin melakukan shalat tarawih. Sekitar 30 menit kemudian, Pak Anwari beserta Ibu mohon diri karena telah dijemput sang pengawal. LOL.


Kita semua yang tersisa meninggalkan RM Pulau Dua sekitar pukul 22.00. 


Sesuai rencana, Abang ngajakin aku berkaraoke. Sayangnya Liquid dan mas Bud’s pulang, ga ngikut. Mbak Angel dan Luna yang kecapaian pun memilih balik ke hotel untuk beristirahat. “Wah, ga rame nih, masak cuma 4 orang?” komentar Abang. Yah, mau bagaimana lagi Bang? Aku tentu saja semangat 45 ngikut karena berkaraoke bareng Abang kan merupakan salah satu item dalam daftar yang ingin kita lakukan bersama jikalau kita bertemu?


Setelah mengantar mbak Angel dan Luna balik ke The Sultan, kita berempat, terbagi dalam dua mobil, menuju ke karaoke yang terletak di Kelapa Gading, tak jauh dari tempat tinggal Abang. Jalan tol dalam kota tetap saja macet membuat Abang ga habis pikir. “Sudah hampir jam 11 malam gini jalan tol tetap macet? What is wrong with Jakarta?” omelnya. LOL. Well, aku ga perlu lah ikutan ngomel. Hahahaha ... aku dengerin aja dia ngomel ngalor ngidul tentang kota kelahirannya itu, sembari menikmati pemandangan di luar kaca mobil, Jakarta di waktu malam hari.


“Jakarta benar-benar ga pernah tidur ya Bang?” tanyaku.


“Iyalah. Kamu baru tahu toh?” tanyanya balik. LOL.


Setelah lalu lintas lancar lagi, nah ... aku serasa naik mobil reli lagi deh. LOL. Abang langsung ngebut! Aku bayangin kak Frisch yang ada di belakang, harus ikut-ikutan ngebut agar tidak kehilangan jejak. Oh ya, Van dan Bas sudah balik ke hotel, diantar Papanya, jauh sebelum kak Frisch nganter Angie dan tantenya balik ke hotel. 


Dan ...


Betapa kecewanya Abang tatkala mendapati “Happy Puppy” tempatnya biasa berkaraoke tutup. Iya, T U T U P!!! Aku, mbak Icha, dan kak Frisch ketawa aja. Mau bagaimana lagi? Akhirnya Abang ngajakin kita minum juice di salah satu tempat makan di Kelapa Gading. Kata kak Frisch, daerah Kelapa Gading memang terkenal memiliki banyak pusat jajan yang enak dengan harga terjangkau. Banyak orang dari seantero Jakarta datang ke Kelapa Gading hanya untuk makan.


Seusai ngobrol sambil minum juice, kita memisahkan diri. Abang pulang ke rumah, aku bersama mbak Icha dan kak Frisch balik ke The Sultan. Berbeda dengan Abang yang mantan pereli antar negara sehingga kalau nyetir ngebut, kak Frisch nyetir dengan santai, sambil ngobrol, sekaligus menjadi tourist guide yang sabar. LOL. Aku ditunjukinya tempat-tempat yang pernah memiliki sejarah, misal eks lapangan IKADA, dan yang lain-lain, termasuk “Ini dia rumah sakit Papinya Icha,” katanya. LOL. Mbak Icha langsung ketawa, “Emang orang kaya punya rumah sakit? Maksudnya di rumah sakit inilah Papiku dirawat selama kurang lebih satu bulan sebelum beliau menghembuskan nafas yang terakhir. Kita anaknya bersebelas bergantian menjaganya di rumah sakit.” 


Dalam perjalanan kita sempat ketemu rombongan sahur on the road. Entah mereka beneran beribadah melakukannya atau sekedar hura-hura di malam hari di bulan puasa, sehingga tidak bakal ditangkap polisi. Oh ya, kita sempat dicegat polisi yang ngecek kelengkapan surat-surat seperti STNK mobil dan SIM. Heran, malam hari gitu, kok ya masih ada oknum yang mencari tambahan duit buat Lebaran? Hahahaha ... 


Semula mbak Icha mau ngajakin aku beli sesuatu untuk sahur di Jalan Sabang, tapi ga jadi karena pertemuan dengan rombongan sahur on the road. Akhirnya kita jadi juga mampir di satu jalan—aku lupa bertanya apa namanya dan mbak Icha ga bilang—dimana banyak kafe tenda bertebaran, berjualan segala macam makanan. Aku memilih menu nasi goreng yang ga ribet cara makannya. Banyak manusia kalong di sini, LOL, yang sedang makan, entah makan malam yang sangat terlambat, atau makan sahur yang terlalu awal. 


Kita bertiga sampai di hotel sekitar pukul 01.30, if I am not mistaken.


*****


Walaupun tidur sangat terlambat, dan bangun untuk sahur sekitar pukul 03.30-04.00, jam 6 pagi aku sudah bangun, tergolek kesana kemari. I don’t know what made me not able to sleep. Akhirnya pukul 06.30 aku turun, berenang, meskipun aku bilang ke mbak Icha aku akan berenang bersama Van sekitar pukul 09.00. Well, kalau pengen berenang lagi, toh aku bisa juga melakukannya.

“Puasa-puasa kok berenang Na?”


“Well, yang membatalkan puasa kan makan, minum dan have sex secara sengaja di siang hari? Berenang tidak termasuk minum secara (tidak) sengaja toh? Kan kata hadits yang penting nawaitunya? Berniat berenang untuk bisa minum air secara sengaja atau berenang untuk berolahraga?” LOL.
Seusai berenang selama kurang lebih satu jam, (pengennya berendam selama mungkin sebenarnya hahahaha ...) aku balik ke kamar, mandi. Angie masih molor. Nunuk melakukan yoga, or whatever it is called. LOL.


Sekitar pukul 9, Abang nelpon aku dari kamar 895, tempat mbak Angel dan Luna menginap. Dituduhnya aku baru bangun tidur. Enak aja, udah berenang kok dibilang baru bangun tidur. Aku segera ke kamar 895, berkumpul. Mbak Icha dan si cantik Van yang sudah keliatan aslinya, kenes LOL, nyusul. Dan, di sanalah kita mempertontonkan diri bersama-sama di depan web cam untuk dilihat mbak Omie. Mbak Omie pengen lihat kebersamaan kita, ikut merasakan kegembiraan kita yang berkumpul di darat, ga cuma lewat milis doang. 


Selesai chatting dengan mbak Omie, Abang dan lain-lain turun untuk sarapan. Aku balik ke kamar, packing. Seusai packing, aku ajakin Angie turun, berkumpul dengan mbak Icha yang sedang nungguin Van bermain air. Abang sempat bergabung dengan kita, ngobrol-ngobrol. Aku ga jadi nyebur lagi. 

Abang ngeledek, “Takut item ya Na?” LOL. Aku bawa baju berenang full body kok, yang kayak baju selam itu. Males harus mandi lagi, ngeringin rambut lagi, dll. Abang yang bilang di milis katanya mau bertopless ria (untuk nunjukin kalau dirinya memang laki-laki, bukan perempuan LOL) di kolam renang juga ga jadi. It means, kita masih bisa menodongnya untuk melakukannya di kesempatan yang akan datang. LOL. Cihui!!! LOL. LOL. 


Btw, di film SHE’S THE MAN, Viola Hastings dan Sebastian Hastings, si kembar yang bertukar tempat, tatkala membuktikan bahwa diri mereka perempuan/laki-laki, Viola menunjukkan dadanya, sedangkan Sebastian melorotkan celananya. It means kalau Abang hanya akan bertopless ria untuk menunjukkan bahwa dia laki-laki, itu kurang mantap. Wakakakakaka ...


Setelah mbak Angel turun dan ngobrol sejenak dengan kita bertiga, Abang pamitan karena dia akan pergi ke satu tempat lain. Aku dan mbak Angel pamitan ke mbak Icha karena kita akan berangkat ke bandara bareng. Mbak Icha dan kakaknya Beby masih menunggui si kecil-kecil bermain air.


Aku dan mbak Angel saling berpelukan dan cium pipi kiri kanan di taksi setelah sampai di bandara. Oh ya, komentar mbak Angel tentang aku, “Aku bayangin mbak Nana ini tinggi besar, karena dia kan feminis? Eh, ga tahunya mbak Nana ini kecil mungil dan feminin.” Kata mbak Icha, “Berarti mbak Angel ga nyimak ya waktu di milis kita bercanda siapa yang paling enak digendong, ya tentu si Nana yang kecil.” Ah, ini sih candaan setahun yang lalu di milis lain, waktu Abang bilang dia sedang belajar ginkang sehingga dia bisa gendong aku naik Borobudur. Hahahahaha ... 


What a lovely and wonderful kopi darat. (what is it called in English? LOL.)


I am looking forward to mbak Omie’s coming next year. Hopefully we can spend time together. Kalau bisa barengan dengan yang lain, misal mbak Roslina, Don Marco, Kang Beth, Pak Sumar ... tentu saja sekaligus Abang, Pak Danar, dan Pak Anwari yang home-based nya di luar, what a miracle comes true.


Love you all,
Nana
PT56 10.35 011007


Below are some pictures of that dinner :) Can you guess which one is my Abang? :)