Search

Monday, June 22, 2009

J-O-M-B-L-O


 

Hari Minggu 21 Juni 09 ketika menghadiri acara syukuran khitanan anak seorang teman anggota komunitas b2w Semarang, beberapa teman laki-laki curhat tentang betapa galau mereka saat malam minggu datang dan mereka masih jomblo. (Background: dari kurang lebih 30-50 anggota komunitas yang lumayan aktif beraktifitas bersama, jumlah perempuan yang bergabung masih di bawah 10 orang.)
“Rasanya malu kalau malam minggu di rumah saja, ketahuan belum punya pacar.” Kata seseorang. Itu sebabnya dia akan pergi dari rumah tatkala malam minggu tiba, tidak penting dia akan menghabiskan malam minggunya dimana. 


Jadi ingat malam minggu sebelumnya, tatkala kumpul-kumpul dengan teman dari komunitas yang sama, b2w Semarang, seorang teman laki-laki bilang, “Ayo to Jeng, aku dicariin pacar. Murid-muridmu tentu ada kan yang ‘melek’? Kasihan malam minggu gini aku seorang diri saja.”

Belum pernah aku menyadari bahwa kesendirian bisa menjadi begitu hal yang menyedihkan, sekaligus memalukan bagi orang-orang tertentu. LOL. Atau mungkin aku sudah lupa karena tahun-tahun terakhir ini aku dengan bangga mengakui menjadi anggota ‘single and happy’ community. LOL. Kalau pun toh duuuuluuuuu aku pernah mengalami rasa ‘kok aku ga laku ya?’ (LOL), tapi seingatku aku ga sampai merasa suatu hal yang memalukan malam minggu kok di rumah saja, ga ada yang ngapelin. (Maklum, aku perempuan, tinggal di kultur dimana perempuan biasanya ‘diapeli’ dan bukannya pihak yang ‘ngapeli’.)


Hal ini mengingatkanku kasus Cici Faramida yang dianiaya oleh suaminya. Pertanyaan pertama yang langsung muncul dari benakku tatkala mendengar kasus ini adalah, “Why the hell did she marry that jerk?” 


Mengapa menikah? Mengapa harus merasa bahwa orang yang menikah lebih bahagia daripada orang yang tidak (atau belum) menikah? (I have many articles on this in my blog at http://afeministblog.blogspot.com under tag ‘marriage’.)


Mengapa harus punya pacar? Mengapa harus merasa nelangsa tatkala tidak punya pacar?

“What have you done so far to get a boyfriend?” tanya seseorang padaku beberapa bulan lalu.


“Should I really do something serious to get one?” tanyaku balik.


“Well, do you think you will get a boyfriend without ‘struggling’?” tanyanya lagi.


“I am okay. Why should you trouble yourself to ask me such a thing?” aku sebenarnya ingin mengatakan, “Mind your own business!” tapi Nana adalah seseorang yang sangat sweet (LOL) untuk mengatakan hal seperti itu. LOL.


“You are lonely, aren’t you?” tuduhnya.


Iki piye to ki? LOL. Sing ngrasakke sopo jal? LOL.


Well, anyway, he is just a guy I found on net. It is very easy to discard him from my list. So, aku tidak perlu memasukkan kata-katanya dalam hati.

Another related case. 


Beberapa minggu lalu seorang sepupu (perempuan) jauh datang ke Semarang. Aku lupa kita sedang ngobrol apa, tahu-tahu dia bilang, “Kalau mbak Nana tinggal di Gorontalo, tentu mbak Nana sudah menikah lagi.”


I was really dumbfounded sehingga aku hanya bengong saja dan tidak berkomentar apa-apa.


Tak lama kemudian, suami sepupu (yang juga sepupuku) ini mengirim email kepadaku, bertanya apa rencanaku ke depan to get a hubby-to-be. Kalau perlu mungkin aku sebaiknya berkunjung ke Gorontalo. (Mungkin ada banyak cousin Podungge yang masih single? LOL.)


What a ridiculous thing. 


Tatkala aku bilang, “I have no idea yet about getting married again.” dia berkomentar, “You are a good woman.” 


(HELLO EVERYONE OUT THERE!!! CAN YOU EXPLAIN IT TO ME, PLEASE??? Apa hubungan antara belum punya rencana menikah lagi dengan being a good woman?


Jadi ingat omongan usil Wakasek Angie beberapa bulan lalu, waktu aku terpaksa menemuinya karena suatu kasus. Sang Wakasek yang rese ini bertanya, “Ga ada rencana menikah lagi Bu?”
“Belum.” Jawabku. 


Ekspresi wajahnya kaget. “Belum atau tidak?” tanyanya, meyakinkan telinganya barangkali. LOL.


“Belum.” Jawabku lagi.


“Oh, sebaiknya Ibu menjawab tidak, toh sudah punya anak. Sebaiknya Ibu berkonsentrasi membesarkan anak saja. Tapi kalau memang Ibu berencana menikah lagi, ya saya doakan semoga mendapatkan suami yang baik.”


R-E-S-E!!!


See? Betapa kontradiktif apa yang dikatakan oleh sepupuku dan Wakasek yang super rese itu.

Kembali ke percakapan teman-teman b2w Semarang.


Aku belum menemukan jawaban mengapa seseorang harus merasa nelangsa dan malu tatkala belum punya pacar. 


Mengapa seseorang harus merasa nelangsa dan malu tatkala dia belum (atau tidak) menikah. Apalagi hal ini diakui oleh kaum laki-laki, yang menurutku, seharusnya tidak begitu ‘peduli’ pada kejombloan, mengingat di ‘marriage-oriented society’ tempat kita tinggal ini, yang biasanya sangat merasa merana kalau belum menikah itu biasanya perempuan. (For one example, you can click this http://afeministblog.blogspot.com/2006/05/marriage-oriented-society.html


Anybody can help me? 


PT56 21.13 210609

Saturday, June 06, 2009

Menunggu

Sampai payah aku menunggu
saat kuhapus bayangmu
dari benakku
maupun sudut hatiku

sampai jatuh bangun aku
mencerabut rasa itu dari kalbu
serta segala peristiwa
yang menghiasi jalan hidup kita

masa itu tak tiba jua

L-E-L-A-H!!!

Tbl 15.26 060609

Thursday, June 04, 2009

Rindu

rinduku padamu tak kan menghilang
meski terkadang bersembunyi
di balik tumpukan kesibukan

SPB 11.55 040509