Search

Saturday, October 21, 2006

One Ex Student of Mine

I was at my workplace this morning. I had two sessions to teach, 08.00-10.00 and then 10.00-12.00, the same class, Conversation Class level 2.

During the two sessions, we have a ten-minute break. During the break, I usually go back to the teachers' room and have a chat with my workmates, or read newspaper, or read a book.

After the break was over, I went upstairs again, coz the classroom where I had my CV 2 class was located on the second floor. On the stairs, a student called my name, and hurriedly walked to me, "Ms. Nana ..." I stopped, waited for her to come to me.

She asked, "Do you remember one of my classmate named Ruminatih?"

I replied, "Yes. What about with her?" I remembered that name, but I a bit forgot which one.

She went on, "She got an accident yesterday Ma'am. She got injured in her left head and her back very seriously so that she was unconscious for six hours yesterday. This morning, she died."

I responded, "Oh... I am really sorry to hear that."

I forced myself to remember which one Ruminatih was. At last I remembered, the first time she mentioned her name, I teased her by saying, "Can I call you Rumi?"

She complained, and said, "Call me Ratih Ma'am."

I said, "But Rumi was a great writer. Don't you ever hear name Jalalludddin Rumi?"

"No Ma'am, please call me Ratih, not Rumi. I hate that name you know."

I remember it happened around 2 years ago, in one class, Intermediate 1. The class was full of students from SMA N 3 and SMA N 5 Semarang; a very lively class, very enthusiastic students, love all of them.
Ruminatih, or Ratih, already had quite good English, I liked her accent when speaking, not really like other Javanese students I had. I liked her spoiled behavior coz she was the youngest in the class at that time. It was okay for me to have spoiled student like her coz she studied seriously.

Hmmm ... I am really sorry to know that such a lively, lovely, smart student only had a very short period to live in this world, although I believe she was already happy there, in that other world.

My condolences to the family.

JDC 15.50 211006

Be Near You

I'd try to do anything
Just to be near you
Get a little bit closer
To you it's heaven.

Whenever our eyes meet
You make my heartbeat fast
I always wanted to be near you,
Because in you, I've found the one.

Being close to you
Makes me feel so right
I can do everything
Wherever I go, whatever i do
The thoughts of you
Brings a smile into my heart.

Now, here you are
Closer to me
I can't believe it's you
Everything will change, I know
But always for me, it will be you.

Until You Return

You have always done so much for me
I miss your love and tender embrace
The love you express is genuine
Memories of you, I cannot erase.

I miss your eyes of unspoken love
They sparkle as diamonds in the sun
Your smiles will never be forgotten
I think of you 'til the day is done.

Your gentle touch is greatly missed
The words of love you've always spoken
Will be held forever in my heart
The bond we have cannot be broken.

I will always love only you dear
I'll be waiting 'til you again return
Time is passing very slow each day
There's so much I still must learn.

The friendship you and I still share
Quickly blossomed into true love
Our hearts blend when we're together
Our love is given from God above.

You're Special and I miss you!

JDC 15.15 211006

Aku Ingin Pulang


 

"Aku Ingin Pulang" adalah salah satu topik yang akhir-akhir ini marak diperbincangkan di salah satu milis yang kuikuti SASTRA-PEMBEBASAN. Mungkin karena berkenaan dengan Idul Fitri yang akan datang sebentar lagi, dimana sudah merupakan suatu tradisi di Indonesia untuk pulang kampung alias mudik, untuk merayakan Idul Fitri dengan semua sanak saudara.

FYI, orang-orang milis SP yang terkena virus "Aku Ingin Pulang" adalah orang-orang Indonesia yang bermukim di luar negeri. Tidak mudah bagi mereka untuk ikutan pulang mudik ke kampung halaman pada kesempatan hari baik ini, Idul Fitri, karena berbagai macam hal. Pertama, tentu butuh dana yang tidak sedikit. Kedua, kesibukan bekerja mereka di negeri orang itu tentu tidak bisa disesuaikan dengan kondisi di tanah air, yang sangat memanjakan ini, (libur kerja selama seminggu untuk merayakan Idul Fitri, bukankah ini sangat memanjakan?) Ketika orang-orang di Indo bisa menikmati libur panjang, orang-orang di negeri orang itu masih harus bekerja keras, demi membuat mereka hidup layak.

Tanah kelahiran orang tuaku adalah Gorontalo yang terletak di Sulawesi Utara. Keadaan uang yang tidak memungkinkan membuat orang tuaku tidak membiasakan diri pulang kampung di Idul Fitri. Sehingga kita selalu merayakan Idul Fitri di kota kelahiran anak-anak orang tuaku--Semarang. Kita tidak pernah kemana-mana.

Aku ikut merasakan mudik ketika aku kuliah di UGM Yogya, baik ketika duduk di bangku S1 maupun S2. Was it great? I dont remember. LOL.

Btw, it is great to read what those milisters living abroad write on this subject "Aku Ingin Pulang". "Home is in your heart" kata mbak Omie. "This world is just a small village to me" kata pak Danar. Apa kata Abangku? Oh well, he didnt say anything on this subject, kali karena dia sibuk sehingga tak sempat menulis di milis. Tapi aku tahu, dia selalu merindukan Indonesia sebagai tanah kelahirannya, terutama Jakarta dimana dia dilahirkan dan dibesarkan oleh Maminya tercinta.

"Kapan pulang Bang?" :) di NZ ga ada kodok ngangkang kan? LOL. ga ada sate Ungaran, ga ada makan di lesehan Malioboro (ga ada Maliboro di NZ toh? LOL) ga ada matahari yang mengobral sinarnya, dll dll dll ...

FBS UA 12.40 201006

Superioritas Laki-Laki

Why do people get married?

Kembali ke pertanyaan klise yang beberapa bulan lalu cukup sering kubahas dalam blog.

Aku yakin seharusnya orang menikah bukan hanya karena ingin mengikuti norma masyarakat sebagai "orang yang normal" => setelah memasuki umur tertentu, seseorang harus menikah agar dianggap "normal".

Menikah bukan hanya untuk memiliki keturunan, karena tanpa menikah orang tetap bisa memiliki keturunan, asalkan they have sex, dan terjadi pertemuan antara sperma dan sel telur.

Menikah bukan hanya untuk mendapatkan "tunjangan menikah" dari tempat kerja.

Menikah bukan hanya agar memiliki legal partner to have sex, agar dianggap sebagai orang "baik-baik".

dan lain lain ...

Menurutku yang paling penting dari menikah adalah memiliki someone to talk to, someone to listen to, someone to rely on, seseorang yang bisa 'soothing' kita tatkala kita "panas" di luar, ketika seseorang membuat kita mangkel atau jengkel, atau tatkala kita merasa gembira, pasangan kitalah yang akan kita luapi kegembiraan itu pertama kali, untuk berbagi kebahagiaan tersebut.

Aku memiliki seorang rekan kerja laki-laki yang cara pandangnya menunjukkan bahwa sebagai laki-laki dia harus superior, dia harus mampu mengayomi istrinya, mencukupi segala kebutuhannya, harus "lebih" dari istrinya, dll. Kalau memang dia mampu, ya go ahead lah. It is not a big deal. Tapi kalau dia tidak--atau belum--mampu? Buat apa memaksa diri? Komunikasi dengan istri adalah jalan yang terbaik. Bukankah fungsi soul mate--istilah orang Inggris--atau sigaring nyawa--istilah orang Jawa--adalah untuk berbagi suka dan duka?

Rekan kerjaku ini sedang menanti kelahiran anak pertamanya. Namun nasib baik belum berpihak kepadanya karena baru saja dia "diturunkan" statusnya dari karyawan kontrak menjadi karyawan part-timer. Dan dia merasa tidak sampai hati untuk memberitahu istrinya masalah ini. Beberapa hari lalu dia cerita istrinya minta dibelikan baju lebaran, dan dia tidak kuasa menolaknya.

He is a very good husband, that's for sure. Tapi, mengapa dia membuat beban di pundaknya lebih berat dengan tidak membaginya dengan soulmatenya? Apakah istrinya tidak akan mau mengerti kesulitan sang suami yang baik hati ini?

Aku sendiri selalu terbuka masalah keuangan dengan anakku. Sebisa mungkin aku membagi yang aku miliki dengan Angie. Kalau aku tidak punya uang, aku akan bilang terus terang kepadanya ketika dia minta dibelikan sesuatu dan dia selalu mengerti. Kalau aku punya uang berlebih, aku akan membelikan apa yang dia ingini. Bukankah hidup menjadi lebih mudah dan ringan?

Mengapa rekan kerjaku itu tidak segera "melepaskan" saja beban superioritas sebagai laki-laki yang selalu dia sandang? Seperti aku pun telah melepaskan superioritasku sebagai seorang Ibu di mata Angie.

FBS UA 12.00 201006

Swikee

Sudah pernahkah kamu makan makanan satu ini "swikee"?

Aku belum pernah. Ada beberapa alasan mengapa aku belum pernah makan swikee. Pertama, dan yang terutama orang tuaku--especially my mom--tidak pernah memasukkan menu swikee ini ke dalam menu makan sehari-hari. Mereka juga tidak pernah mengajak anak-anaknya untuk makan di restoran yang menyediakan menu ini. Kalau pun ada, mereka tidak pernah memilih swikee ketika kita makan di restoran. FYI, orang tuaku bukan tipe orang yang suka eating out. That's why as far as I remember, sangat jarang dulu orang tuaku mengajak anak-anaknya makan di restoran.

Kedua, berhubung tidak pernah mengenal swikee dalam menu sehari-hari, tentu saja aku tidak pernah berkeinginan untuk mencobanya. (Ato, apakah seharusnya aku justru merasa penasaran ya mengapa aku tidak pernah menemui menu ini di meja makan rumah? But the fact is: aku tidak pernah penasaran.)

Ketiga, di benakku katak alias kodok merupakan binatang yang menjijikkan. Mungkin karena warnanya yang hijau tua, hidup dalam lingkungan yang bagiku menjijikkan pula. LOL. Aku bayangkan setelah matang, kodok yang berubah nama menjadi swikee ini pun tetap berwarna hijau tua. LOL. Tambah lagi kodok selalu mengangkang sehingga menimbulkan efek porno bagiku. LOL. Sehingga mungkin di bawah alam sadarku mempengaruhiku untuk tidak makan segala sesuatu yang porno. LOL.

Keempat, aku termasuk tipe orang yang tidak suka mencoba makanan baru. Mungkin aku akan lebih memilih kelaparan daripada harus memakan suatu makanan yang asing di lidahku.

Namun ternyata Abangku suka banget dengan swikee, apalagi dia tinggal di tempat yang sangat sulit bagi dia untuk memperoleh swikee, sehingga baginya makan swikee adalah satu anugrah yang patut dihargai. LOL. Dan dia heran mengapa seumur hidupku ini aku belum pernah sekali pun mencicipi makanan yang baginya sangat lezat ini. LOL. Dia memintaku untuk mencoba mencicipi swikee. But, as usual, aku tipe orang yang "get command from no one". Sehingga dia tidak berhasil memprovokasiku untuk mencoba mencicipinya dari tempat tinggalnya yang ribuan mil jauhnya dari Semarang. LOL. Walhasil ... "makan swikee alias kodok ngangkang" ini pun menjadi salah satu hal yang akan kita lakukan berdua jikalau kita diberi kesempatan Tuhan untuk bertemu in person, di antara hal-hal lain lagi yang pengen kita lakukan bersama :) such as bernyanyi karaoke beberapa lagu Ebiet G. Ade dan John Denver, berenang bersama untuk mencari tahu siapa di antara kita berdua yang bisa mengapung lebih lama. LOL. (Clue: I can swim for two hours without taking a break, he gets bored before swimming for an hour. It means: I will be the winner. LOL.)

Can't wait, Bang. :)

FBS UA 13.50 191006

One day

I am at my workplace right now, with four students are around me. They haven't seen me for ages, they said. LOL. Hahaha ...

One of them--Merlin said, "Ma'am, you are really a supporter of feminism ideologi, aren't you? So, will you support polyandry?"

I responded, "Yeah ... why not? If men can have more than one wife, why women cannot have more than one husband?" LOL.

This conversation reminded me of one experience I had with Angie. We went to restaurant "Ayam Bakar Wong Solo", coz suddenly I felt so restless without any clear reason. If I were "healthily okay" LOL, I wouldn't go to that restaurant coz it means that I gave income to the owner that I really disliked for his polygamy campaign. (Oh well, I sometimes cannot control my psychological problem. :-D)

When choosing what drink to have, I spotted "Juice polygamy" UGHH!!!! I felt like I wanted to run away from the restaurant right away. LOL. But I didnt think it was polite to cancel our meal there. (So, what do you interpret from "juice polygamy" What is the recipe??

After finishing our meal, I paid to the cashier. On the table I spotted a tabloid entitled POLIGAMI, with one big headline, "Tunjukkan bahwa anda adalah laki-laki ulung dengan memiliki istri lebih dari satu." HUEEEKKKKK!!!!!

I instantly ran away from that place. I said to Angie, "We will not go back to this place, although the food is delicious." LOL.

FBS UA 13.00 181006

Love Quotes

"If God is the DJ, then Life is the dance floor; Love is the rhythm, and You are the music."

"Love is not about finding the right person, but creating a right relationship. It's not about how much love you have in the beginning but how much love you build till the end."

"Love is a noble act of self-giving, offering trust, faith, and loyalty. The more you love, the more you lose a part of yourself, yet you don't become less of who you are; you end up being complete with your loved ones."

"Life is a song - sing it. Life is a game - play it. Life is a challenge - meet it. Life is a dream - realize it. Life is a sacrifice - offer it. Life is love - enjoy it."

"It's not the presence of someone that gives life a beautiful meaning, it's the way that someone touches your heart that gives life a beautiful meaning."

Wednesday, October 18, 2006

Ethnicity, religiosity, ...

I have been bothered with these two things--ethnicity and religiosity--recently due to an "accident" I had to undergo. I am somewhat bored to try writing about these, actually, since I suppose I have written some articles on these in my blogs.
Some days ago I got a reply from a good friend of mine that is still trying to know internet in order that she is not labeled as "internet illiterate"; her reply commented on my email to her about these two things; and for your information, her reply shocked me a bit. Instead of feeling attentive to my problem, she even justified what my superior has done to me--discrimination based on ethnicity and religiosity. "Those people have been discriminated during their whole life. And in some extent, that's the way they try to survive among their own "community". Do you agree if I say that it is the same as TAKING REVENGE? And taking revenge will never ever overcome problems. It will even create more grudge, annoyance, and sort of things. Consequently, it will create a social disease that is like a cycle, that will never stop.
When will the life really bring peace to everybody?
Should I say that one natural law is that discrimination--be it due to ethnicity, and religiosity, or in any other form such as gender--will always exist? Is it natural law that people will always have grudge to other people? Is it natural law that people love fighting, trying to conquer others to show their superiority?
SIGH ...
JDC 10.10 181006

Tuesday, October 03, 2006

Professional???

Saat ini tiba-tiba aku ingat salah satu adegan dalam film Sex and The City ketika Carrie kalang kabut merasa bahwa dia akan kehilangan pekerjaannya. (Aku lupa episode berapa, dan season yang keberapa.)

Carrie mengatakan, "If you are not considered qualified anymore for your job in New York, prepare yourself to be laid off."

Saat itu, tiba-tiba Carrie mendapatkan surat panggilan dari Editornya tempat dia bekerja. Dan dia merasa buruk karenanya, apakah dia akan kehilangan pekerjaannya karena mungkin tulisannya tidak lagi cukup menarik.

Sangat mudah dimengerti bukan kalau seseorang akan kehilangan pekerjaannya karena dianggap tidak cukup qualified.

Namun, pernahkah kamu mendengar kasus bahwa seseorang didepak dari tempat kerjanya karena dianggap terlalu berkualitas sehingga dikhawatirkan akan membahayakan posisi atasanmu?

Kasus ini sering terjadi di tempat-tempat yang tidak mementingkan keprofesionalan bekerja.

so, guys, please pay attention. When you work in such a company, don't bother yourself to be too professional!!!

FBS UA 11.45 021009

Wearing uniform, anyone?

Di tempat kerjaku—sebuah universitas swasta di Semarang—ada peraturan untuk memakai seragam. Semua karyawan—dosen dan non dosen—memakai seragam yang sama, merah untuk atasan pada hari Senin dan Rabu, biru untuk atasan pada hari Selasa dan Kamis, dengan bawahan hitam—rok untuk perempuan, dan celana panjang untuk laki-laki.

(“Apa esensi dari penyeragaman pakaian ini?” sebuah pertanyaan yang belum pernah terjawabkan.)

Beberapa tahun yang silam, tatkala peraturan memakai seragam ini mulai diberlakukan, aku pernah mewawancarai beberapa mahasiswa apa pendapat mereka tentang hal ini. Sebagian dari mereka ada yang cuek dan tidak ambil peduli (“yang penting mengenakan pakaian lah Ma’am,” canda mereka. LOL) ada yang menyambut hangat, namun banyak dari mereka yang tidak setuju; dengan berbagai macam alasan. Misal, “Bosen amat melihat semua dosen di depan kelas mengenakan baju yang sama. Tidak variatif sama sekali.” Ada juga yang mengatakan, “Kalau pegawai non dosen sih oke-oke saja, toh kita tidak berinteraksi dengan mereka setiap hari. Tapi kalau dosen kayaknya kok pemaksaan kehendak.” Dan ada juga yang mengatakan, “Kalau pun memakai seragam ini menjadi kewajiban, ya tolonglah dibedakan antara seragam untuk dosen dan non dosen. Kita mahasiswa kan kadang-kadang grogi kalau bertemu dosen di lift, atau di hall, atau dimana saja. Nah, kadang kita udah terlanjur grogi melihat seseorang yang berseragam, eh, ternyata hanya seorang pegawai non dosen. Mubazir amat nih perasaan groginya.” Huahahaha ...

Aku dan teman-temanku sefakultas yang mbalelo, paling malas mengenakan seragam, karena itu merupakan suatu opresi terhadap kebebasan memilih mengenakan pakaian sesuai karakter kita masing-masing. Maklum dosen Sastra, suka nyeni kan? LOL. Beberapa teman dosen perempuan suka mengenakan celana panjang dipadu dengan blus dan blazer dalam berbagai variasi warna, dan mereka sangat nyaman. Aku sendiri lebih merasa nyaman mengenakan rok panjang semata kaki dengan blus/blazer hitam, plus sepatu boots hitam dengan hak setinggi kurang lebih 7 cm. Kalau memakai sepatu boots dengan hak yang hanya 3 cm, atau kurang dari itu seperti memakai sepatu satpam. LOL. (Nah lo, stereotyping, eh? LOL.) Walhasil aku pun harus siap dikomentari “FUNKY” oleh orang. LOL.

Di tempat kerjaku yang lain—an English Course—tidak ada peraturan mengenakan seragam. Konon di kantor pusat di Jakarta pernah ada ide untuk menyediakan seragam untuk guru, dan ide ini langsung ditolak karena itu sama saja dengan pemasungan kreatifitas guru dalam memilih mengenakan pakaian yang sesuai dengan karakternya, selain pemaksaan menunjukkan karakter yang sama kepada para siswa, padahal tentu guru satu memiliki karakter yang berbeda dengan guru yang lain.

Jadi ingat beberapa tahun yang lalu ketika ada seorang ex student yang diterima menjadi guru di lembaga ini. Dia mengaku kepadaku, salah satu yang suka dia lakukan dengan teman-teman sekelasnya—ketika aku menjadi guru kelasnya—adalah memperhatikan caraku memadu-madankan pakaian dan sepatu yang sewarna, dan berapa pasang sepatu yang kira-kira kumiliki. LOL. (FYI, hal ini terjadi sebelum aku membentuk identitas diri sebagai “Ms. Black” LOL. Warna kesukaanku untuk pakaian, sepatu, dan tas adalah maroon, kemudian merah, dan hitam, selain beige.) Jikalau ada kebijakan bagi guru untuk mengenakan seragam, akan hilanglah kesempatan bagi para siswa untuk dengan “kurang kerjaan”nya memperhatikan cara berpakaian guru-guru. LOL.

Mengenai kegemaranku mengenakan busana serba hitam—bukan karena pengikut Permadi si paranormal LOL—ada banyak siswa yang bertanya, “Why black, Ma’am?”

Jawabanku bisa bervariasi, “People say that those wearing black always look elegant and charming.” Yang biasanya kemudian akan disambut dengan teriakan “huuuu....” oleh para siswa, terutama kalau aku berada di satu kelas baru. LOL.

Kadang-kadang aku menjawab, “Well, to make myself look slimmer.” LOL.

Kadang-kadang ada siswa bertanya, “Do you want to look gothic?” LOL.

Dan kujawab, “Oh well, not really. I just want to look mysterious, but not gothic.” LOL.

Jika menurut Angie kecil bahwa dokter seharusnya mengenakan pakaian dokternya ketika memeriksa pasien—agar lebih mantap, mungk in begitu pikir Angie kecil, LOL,--bagaimana dengan dosen? Seperti dalam postinganku beberapa hari lalu, yang penting adalah apa yang ada di otak seorang dosen yang akan dia bagikan kepada mahasiswanya, dan bukan apa yang melekat di badannya.

PT56 23.52 300906