Search

Friday, March 15, 2024

Banjir di kota Semarang 13 Maret 2024

Semenjak cedera kaki di bulan Januari 2024 lalu, aku mulai selang seling naik motor ke kantor, tidak melulu naik sepeda, karena terapis menyarankanku untuk tidak sepedaan terlebih dahulu, seperti yang kutulis di sini.  Mulai sekitar pertengahan February, aku kembali naik sepeda, khawatir jika aku terkena kemalasan bersepeda ke kantor, jujur saja. hahahaha ... tapi, ya itulah, tidak setiap hari aku bike to work, aku tetap harus mendengarkan tubuhku. Jika kaki terasa nyaman, aku bersepeda, jika kaki kok terasa berat, aku naik motor.

Rabu 13 Maret itu turun hujan sejak pagi, bikin mager beneran. Ini bulan Ramadan hari kedua ya, menurut pemerintah. Sore itu aku sempat menimbang-nimbang enaknya naik motor atau sepeda. biasanya, dulu, tanpa berpikir panjang jika hujan turun, aku akan lebih memilih naik sepeda, andai banjir, aku ga perlu khawatir bakal terkendala dalam perjalanan. tapi, akhirnya aku putuskan naik motor. hujan yang datang dan pergi dengan cepat, membuatku berpikir, jika berangkat dari rumah pas terang, naik sepeda, butuh waktu lebih lama ketimbang naik motor, ah, ya sudahlah, naik motor saja. kupikir, hujannya ga turun terus menerus, selalu ada jeda, jadi kayaknya gapapa deh.

Sekitar pukul 19.00 hujan kian menderas, dan kali ini ... tanpa jeda! hujan terus terusan turun lebat. meski di dalam gedung, aku tetap bisa mendengar suara gemuruh hujan, jadi tahu kalau hujannya deras sekali, dan blas tanpa jeda, tidak seperti biasanya.

pukul 21.05 aku meninggalkan kantor. Jl Sugiyopranoto nampak baik-baik saja, tidak ada genangan air. setelah menyeberang sungai Banjirkanal Barat, ada sedikit genangan pas di belokan menuju Jl. Bojongsalaman/menyusuri tanggul. Begitu aku masuk jl. Pusponjolo Tengah, aku disambut banjir yang cukup dalam. honestly, aku degdegan, ini kali pertama aku menerjang banjir setinggi itu. aku ingat pesan bokapnya Angie jika melewati banjir, "Jangan pernah melepas gas! terus ngegas saja, ini akan membuat busi aman." 

satu hal yang tidak aku antisipasi adalah jalanan ternyata cukup padat dengan mobil-mobil. gile. di hari biasa tidak ada ini mobil-mobil lewat sini di lepas jam 9 malam. menjelang sampai Jl. Pusponjolo Tengah gang 3, mobil-mobil itu berhenti di depanku. aku panik, tak lagi bisa terus ngegas, kalau ngegas, bakal nabrak mobil itu dong. aku antara terus ngegas namun juga menekan rem. dan ... akhirnya mesin motor mati, aku hampir jatuh karena ga kuat menahan arus air. untunglah ada 2 perempuan muda berdiri di pinggir jalan, aku meminta tolong, mereka langsung menuju ke arahku, dan membantu memegang motor. aku turun, salah satu dari mereka menuntun motorku ke pinggir, yang kebetulan lebih tinggi dari permukaan jalan.

aku mau langsung menuntun motor pulang ke rumah, mungkin sekitar kurang 300 - 400 meter lagi. tapi si perempuan itu menyarankan aku menunggu sampai jalan tidak terlalu penuh mobil / kendaraan lalu lalang. jika ada mobil / kendaraan lewat, air banjir akan bergelombang, membuat langkah kian terasa berat. 

tak jauh dari tempat aku berhenti, ada satu rumah kos, yang terbuka halamannya. aku masuk ke situ, agar aku tidak kehujanan (hujan masih turun lebat), aku nge-WA Angie, minta tolong dia jemput, untuk membantuku menuntun motor pulang. penghuninya -- remaja-remaja lelaki -- terlihat berdiri-diri di situ, ada yang sibuk nyuting jalan, atau hanya sekedar 'menikmati pemandangan' orang-orang yang menuntun motornya, atau yang berusaha terus menggeber gas berusaha menerjang banjir.

setelah Angie datang, dia menyarankan untuk menitipkan motor di rumah Andini, kawan SD Rani, keponakan, agar motor tidak terendam air banjir hingga ratusan meter. tapi, kurasa, saat menuntun motor menuju rumah Andini -- mungkin hanya sekitar 50 meter jaraknya -- sama saja, busi motor pasti sudah terendam. 'kebetulan' kok ya orang-orang di rumah Andini sudah pada tidur, tidak ada yang membukakan pintu. akhirnya Angie mengajakku pulang. 

Keesokan hari, motor kubawa ke bengkel dekat rumah. alhamdulillah sudah bisa kunaiki lagi.

Di bawah ini, ada video pendek yang aku syut saat berdiri di halaman rumah kos yang kuceritakan di atas.

 

Guess what yang menyebabkan banjir 'di Jalan Pusponjolo Tengah? Adanya 'polisi tidur' yang cukup tinggi di beberapa titik itu menyebabkan air tidak leluasa mengalir ke tempat yang lebih rendah. ada beberapa polisi tidur di perempatan Pusponjolo Tengah - Pusponjolo Dalam gang 4, lalu lagi di perempatan Pusponjolo Tengah - Pusponjolo Dalam gang 5. setelah melewati 'polisi tidur' yang terletak di perempatan gang 5 itu banjir hanya sampai semata kaki, sementara di antara 'polisi tidur' itu, kedalamannya sampai di bawah lututku persis, sekitar 30 cm. 

Berikut ini foto-foto banjir di beberapa lokasi kota Semarang, yang kuambil dari google. 









Tuesday, March 12, 2024

Chinese New Year 2024 Holiday

 

Saudagar Laweyan 10 Feb 2024

9 February 2024

 

Ini adalah cuti bersama hari Imlek 2024. aku lupa kapan ya tepatnya pemerintah mulai memberi 'cuti bersama', yang seringnya jatuh di satu hari sebelum / sesudah tanggal merah. Tanggal 8 February adalah libur Isra' Mi'raj, dan libur Imlek jatuh pada hari Sabtu 10 February 2024.

 

Aku berangkat ke Solo dengan naik travel arag*n pukul 09.00. meski hari ini adalah hari cuti bersama, Angie tetap masuk kantor, sementara kantorku libur. So? Aku dolan sendiri ke Solo. Sesampai pool arag*n di Jl. Slamet Riyadi, to my surprise, Ranz ternyata menjemputku. Dia mengaku sudah beberapa hari tidak punya nafsu makan sehingga tubuhnya lemah. Dari pool travel, dia mengajakku mampir ke Lana Café. Aku senang main ke sini karena ada perpustakaannya. :)

 



 

Dari Lana Café, aku mengajak Ranz berjalan kaki ke rumahnya. Ternyata jaraknya hanya kurang lebih 1,5 km. Malamnya, Ranz mengajakku makan di satu warung penyetan, tak jauh dari rumahnya.

 

10 February 2024

 

Pagi ini kami ga ada rencana mau ngapain. Ranz menawariku untuk dolan ke Lokananta. Aku pun mencoba mencari info di akun IG Lokananta cara untuk mendaftar (Angie yang bilang ke aku bahwa kita tidak bisa begitu saja datang ke Lokananta, tapi kami harus mendaftar terlebih dahulu.) Menurut info yang kudapatkan, link pendaftaran dibuka pukul 07.00, namun aku nyantai saja, baru membukanya sekitar pukul 09.00 karena Ranz mengajak sekitar jam 14.00.

 

Akan tetapi saat aku akan mencoba mendaftar, aku gagal melulu. Aku pun berinisiatif mengirim message ke nomor WA yang tertera. Aku mendapatkan info bahwa aku bisa mendaftar melalui link yang ada di IG Lokananta. Atau jika sudah penuh, kami boleh kok tinggal datang saja ke lokasi, akan ada sesi dimana tamu bisa masuk, tapi tanpa ada tour guide yang menemani.

 

Sementara itu, Ranz benar-benar sedang tidak enak badan. Setelah aku gagal mendaftar, dia tidur melulu. Aku sendiri yang merasa kurang nyaman tubuhku, dengan serta merta ikut tidur. Lol.

 


Sekitar pukul 11.30 kami keluar, naik sepeda. Aku bilang aku kepengen makan tahu kupat. Usai makan tahu kupat, kami balik ke rumah Ranz.

 


Sorenya Ranz mengajakku ke Saudagar Laweyan. To our disappointment, mereka hanya melayani pesanan minuman, semua jenis makanan sudah habis. Akhirnya aku mengajak Ranz pindah ke kafe di seberangnya. Di Café Batik ini aku pesan hot cappuccino, tahu cabe garam dan chicken wings. Sementara Ranz pesan coklat panas.

 

11 February 2024

 

Aku mengajak Ranz sarapan di soto Hj. Fatimah, di Jl. Bhayangkara. Naik motor, karena Ranz menolak kuajak kesana naik sepeda. Oh ya, sekitar pukul 07.00 Ranz sudah mendaftarkan diri untuk masuk ke Lokananta.

 


Pulang dari sarapan, kami leyeh-leyeh di rumah. Baru sekitar pukul 11.30 kami berangkat ke Lokananta, naik taksi online. Aku tidak berani naik motor matic yang bukan motorku sendiri, lol.

 

Ranz memesan tiket masuk pukul 12.00. Tiket dibayar di tempat saat daftar ulang, satu orang membayar Rp. 30.000,00, non cash. Bagi mereka yang menyukai sejarah musik di Indonesia, aku sarankan untuk menyempatkan diri dolan ke Lokananta.

 

Malamnya, aku pulang naik travel arag*n pukul 20.00.

 









Ranz's lunch, I dunno what it was called

spaghetti, my lunch

Monday, March 04, 2024

NH Dini dan Motinggo Busye

 

teras rumah tinggal NH Dini kecil

Dari NH Dini ke Motinggo Busye hingga Oh Mama Oh Papa

Saat berbincang dengan one loved of mine tentang keikutsertaanku dalam event BERSUKARIAWALK, dimana salah satu spot kami mampir adalah rumah tinggal masa kecil NH Dini, dia teringat pada his dear late Mom yang ternyata penyuka karya-karya NH Dini dan Motinggo Busye. Masih ada beberapa novel karya dua sastrawan Indonesia itu di rak buku di rumahnya. Maka obrolan kami pun mengalir kemana-mana, seperti kata-kata para buzzer politisi #ehhhh

 

Di rak bukuku tentu juga ada beberapa novel karya NH Dini. Tapi, aku tidak pernah punya novel karya Busye. Seingatku, aku pernah juga membaca karyanya, duluuuuuuuuuuuuu, saat my dear late Mom masih berlangganan majalah Kartini, saat aku masih duduk di bangku SMP dan SMA. Karya Busye yang kubaca waktu itu dalam bentuk cerita bersambung.

 

Dan membandingkan dua sastrawan ini mengingatkanku saat membaca artikel-artikel para feminis. Saat karya-karya Ayu Utami mendapar perhatian lebih di khalayak pecinta sastra, banyak kritikus sastra yang mengkritik adegan-adegan 'panas' yang bisa didapatkan di banyak novel karya AU. AU sendiri mengaku bahwa hanya di karyanya yang berupa biografi 'Sugija' (Mgr. Sugijapranata) pembaca tidak akan menemukan adegan 'panas'. Para kritikus ini pun membandingkannya dengan karya-karya Dini dan Busye.

 

Sekian puluh tahun yang lalu, kebetulan aku pernah menghadiri bincang-bincang dengan NH Dini di satu kesempatan. Dini bercerita tentang kritik yang dia terima karena dalam beberapa novel karyanya, dia pun menulis beberapa adegan yang 'nyerempet-nyerempet'. Namun herannya, karya-karya Busye yang sarat dengan adegan-adegan yang sama, tidak pernah dikritik di bagian yang 'itu'.

 

"Mengapa begitu?" tanya mamas.

 

Well, it's simple. Di masyarakat yang masih seksis tentu berpendapat bahwa lelaki boleh menulis novel-novel yang 'berbumbu' adegan seks, tapi kalau perempuan tidak boleh.

 

Dan begitu saja obrolan ini mengingatkanku pada kesukaanku membaca novelet-novelet yang kadang disisipkan sebagai bonus majalah Kartini, 40 tahun lalu. Masih ada satu kisah yang tidak pernah lekang dari ingatanku.

 

"Tell me about it, please." kata mamas.

 

Tokoh utamanya seorang perempuan, bernama Indi, yang sedang melanjutkan kuliah di Amrik. Di sana dia punya seorang teman dekat yang satu kali bertanya padanya, "Apa cita-citamu sepulang dari Amrik?"

 

"Aku ingin menjadi presiden," jawab Indi.

 

"Apa? Presiden? Mengapa? Bukankah jika menjadi presiden, kamu akan dibenci orang banyak?"

 

Sambil tertawa, Indi menjawab, "Oh, itu kan di negaramu. Di negara kami, Indonesia, presiden itu dicintai rakyatnya."

 

40 tahun yang lalu, saat aku masih duduk di bangku SMP, aku melihat 'kebenaran' di pernyataan Indi. Semua penduduk Indonesia mencintai presidennya.

 

Dan ternyata, di tahun 1998, rakyat yang (mungkin) sama memaksa Suharto turun dari tahta yang telah dia duduki selama 32 tahun. Dan di awal orde reformasi, dibuatlah satu UU bahwa seseorang bisa menjabat sebagai presiden hanya untuk 2 periode, tidak akan ada lagi seseorang memimpin Indonesia untuk lebih dari 10 tahun.

 

Dan ternyata (lagi), dari 'reels' pendek yang kutonton di IG beberapa hari lalu, aku baru mendapatkan informasi bagaimana mobil RI 1 itu dibuat sedemikian rupa -- misal terbuat dari bahan anti peluru, bannya terbuat dari blablabla -- untuk memastikan bahwa Presiden benar-benar terlindungi dari serangan yang tidak terduga.  Belum lagi pampapres yang jumlahnya banyak di sekitar Presiden siap untuk melindungi.

 

Satu hal yang tidak bisa dipungkiri, kondisi perpolitikan Indonesia sudah jauh berbeda. Tidak ada lagi presiden yang dicintai oleh 100% rakyatnya.

 

"Eh, btw, aku dulu kadang juga baca rubrik Oh Mama Oh Papa loh," kata mamas.

 

Haha … sama lah itu denganku; here is another similarity between us.j

 

PT56 11.05 04/03/2024

 

Wednesday, February 28, 2024

Rezeki

 

28 Desember 2022, Tugu Jogja

Once upon a time, someone dear to me (back then) told me, "Kamu tuh ga boleh pilih kasih. Mentang-mentang kamu mulai bisa menikmati sepedaan, janganlah kamu tinggalkan sepeda motormu. Kamu boleh menikmati rezeki berupa kesehatan sehingga bisa mengayuh sepeda kemana pun kamu mau, kamu tetap harus menikmati rezeki memiliki sepeda motor."

 

Setelah lebih dari 10 tahun aku jauh lebih merayakan nikmat sehat kaki -- kedua kaki yang telah mengantarku pergi menjelajah dari satu kota ke kota lain, dari satu propinsi ke propinsi lain, sampai dari satu pulau yang lain, dengan naik sepeda tentu saja -- akhirnya sampai juga aku pada satu waktu dimana aku harus lebih adil. Tak perlu tiap hari aku naik sepeda, tapi kadang juga bisa naik motor.

 

Sebenarnya aku mulai mendapatkan 'keluhan' di kaki, kalau mau jujur, adalah saat bersepeda menjelajah pantura dari Semarang ke Cirebon, bersama Ranz, Dwi, Hesti, dan Avitt, Desember 2016. hari pertama kami menempuh jarak 100 km, dari Semarang sampai Batang, dengan mendaki Alas Roban, di hari kedua kami kembali menempuh jarak 100 km, dari Batang ke Brebes. Di hari ketiga, entah mengapa, di tengah perjalanan tiba-tiba aku merasa kakiku kram (aku sudah lupa entah kaki kiri atau kaki kanan, it happened 7 years ago!) karena tidak mau ketinggalan -- meski tentu saja mereka ga mungkin meninggalkanku -- aku memaksa mengayuh pedal Austin lebih cepat, agar berada di depan, sehingga keempat anggota Semarang velogirls itu berada di belakangku, sehingga aku lah yang memainkan 'kecepatan' a.k.a speed.

 

Selama lebih dari 5 tahun dari sejak mulai bertualang dengan Ranz di tahun 2011, tak pernah sekali pun aku menggunakan obat salep sebangsa counterpain atau voltaren atau flamar saat otot kaki terasa kaku karena terforsir bersepeda. Saat itu aku sengaja membawa counterpain (haha, akhirnya tiba juga saatnya ya?)

 

Meski sejak saat itu kaki sudah mulai memberi sinyal untuk dirawat lebih baik, aku tetap saja tidak ngeh. Hingga akhir tahun 2021 paha kanan kecethit, dan Ranz menyarankanku untuk terapi ke terapis langganan keluarganya, aku tetap saja kurang mengerti bahwa kakiku minta disayang dengan cara lain: istirahat secukupnya; jangan diforsir setiap hari.

 

Sejak awal tahun 2022 aku kembali berenang, untuk mengimbangi olahraga sepedaan. Ketika membaca blog tulisan tahun 2008, aku menemukan nasehat Abang, "Na, meski kamu mulai menikmati naik sepeda, jangan kamu tinggalkan berenang." nah lo. Memang aku yang ndableg dan pelupa. Lol. Waktu itu, mbak terapis memang menyarankanku untuk berenang, dan dia tidak melarangku untuk sepedaan, meski dia bilang awal mula 'ketidakberesan' otot-otot di kakiku adalah salah posisi saat mengayuh pedal sepeda. (Loh, memang posisi kaki yang benar bagaimana? Entahlah. Hihihi.)

 

Akhir tahun 2023 saat dolan-dolan ke Gunung Kidul, Kemuning, Mojokerto, Wonogiri, kakiku mungkin dalam posisi yang kurang nyaman saat duduk dalam mobil, hingga aku mulai merasa kaki tidak nyaman untuk berjalan. Maka mulai bulan Januari 2024, aku kembali terapi. Plus, aku juga mengalami kecethit lagi, di paha kiri bagian dalam. Mbak terapis sampai melarangku bersepeda, dan membolehkanku berenang jika menggunakan gaya bebas, bukan gaya dada, dalam kurun waktu tertentu. Kalau aku melanggar, dia bilang, "nanti mbak Nana ga bisa jalan loh." WADUWWW.

 

So? Ya begitulah, aku kembali dengan suka cita menikmati rezeki memiliki sepeda motor. Plus, aku merasa perlu 'membaik-baiki' kaki dengan sering mengajaknya berbicara, "thank you for taking me anywhere I want to go, for being very helpful so far. I am sorry for not treating you as best as I could. I love you so much."

 

PT56 15.15 28/02/2024

 

Tuesday, February 27, 2024

Monday, February 26, 2024

S u n g k e m

 


sungkem maut.

yang disungkemi bapak dan anak ini langsung nyungsep. 

26 February 2024

Tuesday, February 13, 2024

Making Choices

 


Dalam kehidupan kita sehari-hari, tak pernah kita terlepas dari saat-saat kita harus memilih. Saat alarm berbunyi di pagi hari, kita mulai membuat pilihan: mau mematikan alarm kemudian langsung bangun dan memulai 'household chores' di pagi hari, atau kita akan melanjutkan leyeh-leyeh selama beberapa menit, atau malah justru kembali tidur karena mimpi indah yang terputus gegara suara alarm membuat kita gusar.

 

Pilihan berikutnya, dari sekian sayuran yang ada di kulkas, yang mana yang akan kita pilih untuk kita masak; lagu apa yang akan kita dengarkan saat sibuk memasak di dapur; mau mandi jam berapa setelah masak, mau mengenakan baju yang mana, sepatu yang mana, tas yang mana yang akan kita bawa beraktifitas, and so on and so forth.

 

Dari hal-hal 'mundane' seperti itu, hal-hal yang harus kita pilih kian meningkat tingkat urgensinya. Ada yang bisa kita pilih tanpa perlu melakukan pertimbangan-pertimbangan pelik, ada juga yang membuat kita (mungkin) perlu melakukan kontemplasi dalam kurun waktu yang cukup lama sampai saat akhirnya kita dengan 'legawa' memilih dari sekian 'options' yang ada.

 

Pilpres

 

Bagi saya pribadi, memilih paslon capres cawapres tentu bukan hal sepele. Banyak hal yang menjadi pertimbangan saya sebelum memutuskan berlabuh pada paslon 02. Keputusan ini tentu dilandasi oleh banyak info yang 'datang' kepada saya (yang bisa dikategorikan sebagai 'rezeki' kata Mbak RRM). Rezeki yang datang pada saya bisa jadi berbeda dari rezeki yang datang ke orang lain sehingga pilihan kita berbeda. Tentu ini sah-sah saja. Yang penting adalah kita aktif untuk ikut membentuk negeri seperti apa yang akan menjadi ayoman generasi penerus kita.

 

Saya yakin, semua pilihan baik adanya. Plus tiap-tiap paslon memiliki sisi positif maupun negatif. Semua pilihan akan membawa advantages tertentu, dan mungkin disadvantages yang lain. Namun ya itu tadi, kita harus memilih, dan hati nurani tiap-tiap warga negara Indonesia tidak pasti harus sama. Ingat: satu orang satu suara, tidak peduli kedudukan kita di tengah masyarakat.

 

H-1 menuju pilpres 2024

 

Mari bergembira bersama dalam pesta demokrasi ini.

 

Semarang, 13 Februari 2024