Search

Saturday, December 30, 2006

Naik Otopet



Guess what???
Nonton film ini--LITTLE MANHATTAN-- aku jadi pengen ngerasain naik otopet barengan Abangku. :) Kapan ya??????????

KPDE 20.50 301206

Little Manhattan



How old were you when you fell in love for the first time?

Indeed love doesn’t require a certain age for someone to feel it. Usually we think that mostly people reach teenage years—or perhaps older than that—to fall in love for the first time. However, it is always possible for children under teenage age to fall in love.

That is the main theme of Little Manhattan movie. The movie is starred by John Hutcherson as Gabe, a ten-year-old boy who falls in love with Rosemary Telesco, played by Charlie Ray. The two other major characters are Leslie, Gabe’s mother, played by Cynthia Nixon, and Adam, Gabe’s father, played by Bradley Whitford.

Some interesting things I spotten from this movie are:

First, in a very young age, boys and girls keep in touch very well, play together, study together at school—for example when they attend nursery school or kindergarten. They don’t pay attention that they are two different sexes—male and female—that consequently have different anatomy of bodies. However, after they realize that they are different creatures, they start to keep distance. Gabe uses term “when a big iron wall separate us—boys and girls”. They oftentimes show disgust to each other. Boys will choose to be with boys only, mostly at school; and so will girls. They will feel embarrassed if they play with friends from different sex. Boys in this patriarchal culture are usually taught by their (patriarchal) parents that they are better than girls.

I am wondering why they should undergo this phase in their life?

It is clearly seen in the movie, where it illustrates the period of hating each other starts when they are in the first grade of elementary school. Since this movie is narrated from Gabe’s point of view, it shows us clearly how Gabe—representing boys—thinks that boys are better than girls, and that girls are just disgusting creatures. It is not clearly depicted , however, whether the girls in the movie consider boys as disgusting creatures too. Rosemary—representing girls—only says in the movie that girls get mature at a younger age than boys. From her observation on her younger sister’s school, she draws a conclusion that girls speak and walk earlier than boys do. In the Karate class where both Gabe and Rosemary attend together, Rose gets the yellow belt first while Gabe still holds the white one.

Based on my observation on my students who attend junior high school (their age ranges from eleven until fifteen years old), they always refuse when I ask them to pair up with the opposite sex. They will strongly complain me by citing their religion’s teaching that boys and girls are not supposed to keep in toush closely. They also sometimes show disgust to each other.

However, this hating the opposite sex doesn’t last forever. I suppose it is because the natural law says that boys and girls (male and female) are created to be attracted to each other; especially from heterosexual people’s point of view. In Little Manhattan, Gabe (ten years old at that time) starts to be attracted to Rosemary when they have to get a sparring-partner in their Karate class. Although at first Gabe doesn’t think it as a good thing—a boy has a girl to be the sparring-partner--, he doesn’t find any other familiar face. (Gabe and Rosemary are kindergarten classmates.) This makes their relationship closer, especially after Rose gets her yellow belt, and she offers Gabe to practice in her house. Realizing that Rose is a pretty and smart girl , Gabe feels something strange in his heart when his heart beats very strongly when looking at her. He realizes he no longer finds girls as disgusting creature anymore. It is not clear how Rose feels toward Gabe except that she enjoys their relationship; especially their fun experience when they are looking for an apartment for Gabe’s father. Gabe’s parents are still in the process of getting divorced.

Second, I am interested in Gabe’s parents’ way to explain to Gabe why they are going to get divorced. They sit together—three of them—and the parents explain what makes them conclude to be separated. The movie doesn’t illustrate it in a long scene but this part attracts me very much. I believe in Indonesia, I find very few examples of this kind of thing. “Gabe, your daddy and I have become a lot different than before. And we cannot live together anymore.” That’s what Leslie said to her only son and Adam nods to show agreement. Explaining about divorce to small kids is not an easy matter. And I really appreciate parents who talk to their children and consider them as mature so that they don’t’ need to hide the biter fact.

Another scene that attracts my attention is when Gabe asks Adam why and how love ends. Adam simply says that he and Leslie take each other’s existence in their life for granted; that they are husband and wife that are supposed to understand each other without saying things that in fact need to be said. And with so many unsaid things compiling in their mind, they realize that they suddenly feel like they face strangers, not a loved spouse anymore. So, the point is, to say everything openly to the loved one is very important so that the other party will know what we feel and think.

This conversation encourages Gabe to make up his mind—to tell his feeling toward Rosemary. The same conversation also encourages Adam to repair his relationship with Leslie.

Love is always interesting to talk about, isn’t it? :)

PT56 10.33 301206

Saturday, December 23, 2006

Feminisme Marxis ...



Mengacu ke tulisanku sebelum ini, terutama yang menyangkut Feminisme Marxis/Sosialis, ada sedikit hal yang ingin kutambahkan di sini. (sebelum diprotes oleh seseorang nih. LOL.) => lihat tulisanku di sini ya.

 

Aku punya seorang teman baik, Y, yang bersuamikan seorang dokter, profesi yang lumayan terpandang di Indonesia. Ketika Y tinggal di Semarang, dia berkarir sebagai seorang guru Bahasa Inggris, sepertiku. Namun, tentu saja penghasilannya jauh di bawah sang suami yang seorang dokter. Apakah hal ini kemudian membuat relasi suami istri ini seperti seseorang dari kelas borjuis dan yang satu dari kelas proletar?

 

Aku harus mengatakan TIDAK. Y yang di mataku memiliki suatu kehebatan yang tidak dimiliki oleh sembarang perempuan—mampu menjinakkan suaminya, dan laki-laki lain, LOL, bercerita kepadaku bahwa di rumah, dia tetap merupakan sang Ratu yang dilayani oleh suaminya. Sebelum mereka memiliki anak, temanku biasa bangun siang, sedang suami karena kadang-kadang harus jaga di rumah sakit pagi hari, jam 6 pagi sudah siap berangkat. Sebelum berangkat, dia bangunkan sang istri tercinta, “Bangun Sayang. Sarapan sudah siap di meja makan. Jangan lupa sarapan yah? Aku berangkat dulu.”

 

Sekarang mereka memiliki dua buah hati yang membuat temanku sibuk mengurusi keduanya. Namun urusan rumah tangga, suaminya yang baru saja lulus dari spesialisnya ini tetaplah mengambil peran. Beberapa bulan lalu ketika mereka ke Semarang, aku bertandang ke rumah mereka. Sementara aku dan Y asik ngobrol, suaminya memasak spaghetti yang lezat buat makan siang kita bersama. Dan Y dengan bangga mengatakan kalau anak-anaknya paling suka spaghetti masakan papinya.

 

Selain Y, seseorang yang dekat denganku juga mengatakan bahwa dia menganggap istrinya tidak seperti kelas proletar dan dia kelas borjuis hanya karena dia laki-laki yang bekerja. Namun dalam hal mengambil keputusa, oh well, dia HARUS yang merupakan the decision maker dalam keluarganya. 

 

Meskipun dia tentu bisa memasak instant noodle, LOL, dia akan sangat suka dimasakin oleh anaknya/istrinya karena dia mengaku sebagai seseorang yang kolokan. LOL. Paling suka kopi tubruk, tapi sering malas bikin sendiri sehingga lebih memilih minum wine yang tinggal ambil dari kulkas, trus ambil gelas, dan gluk gluk gluk. LOL. Untungnya dia bukanlah seorang yang penuntut, minta disiapin makan ini itu. Disiapin apa aja oke, karena dia akan selalu menghargainya.

 

Dan aku harus segera mengakhiri tulisan ini sebelum dia menjewer telingaku karena buka-buka rahasia. Hahahaha ...

 

PT56 12.30 231206

Saturday, December 16, 2006

J e n g l o t

Pernah dengar istilah “jenglot”?
Istilah ini pertama kali kudengar sekitar 8-10 tahun yang lalu ketika ada pameran sebuah (seorang?) makhluk yang menyerupai manusia ini di Semarang. Aku tidak begitu suka pameran hal-hal yang berbau mistis seperti itu sehingga aku tidak datang untuk mengunjunginya. Angie dan bokapnya waktu itu melihatnya. Dan dari cerita mereka berdua, well, memang jenglot ini bentuk fisiknya menyerupai manusia, dengan tinggi berkisar antara 10-20 cm, dengan rambut yang sangat panjang, terlalu panjang bagi ukuran tubuh yang hanya 10-20cm tersebut.
Sepulang dari nonton pameran itu, bokapnya Angie mulai godain Angie dengan menyebut boneka Barbie nya dengan istilah ‘jenglot’. LOL. Hal ini sering membuat Angie ngeri karena membayangkan boneka Barbienya yang imut mendadak berubah menjadi makhluk yang secara fisik menakutkan tersebut.
Sekian waktu berlalu. Dan lupalah aku dengan istilah ini.
Beberapa hari lalu seorang miliser di Sastra Pembebasan tahu-tahu menyebut istilah ‘jenglot’ ini. dan nyebelinnya dia bandingin jenglot denganku!!!    karena ukurannya yang mungil tentu saja. (padahal Abangku tersayang, nyamain aku dengan boneka Barbie. Lah, kan itu mungil dan imut. Kalau jenglot???   ) Abangku yang belum pernah mendengar kata jenglot penasaran, so I explained. Sayangnya, dia tidak percaya padaku awalnya. Dikira aku cuma mengarang cerita kalau ada makhluk menyerupai manusia yang tingginya hanya sekitar 10-20 cm?
Kebetulan bebarapa minggu yang lalu salah satu murid privatku bercerita ketika dia tinggal di pedalaman Kalimantan Tengah sekitar tahun 1998-1999, dia melihat makhluk yang sejenis jenglot ini, hidup di ranting-ranting pohon di sebuah hutan. Tidak hanya satu dua, tapi banyak!!! Konon, ketika terjadi kerusuhan antara suku Dayak dan Madura, makhluk ini keluar dari persembunyiannya dan membantu saudara-saudaranya suku Dayak untuk mengusir suku Madura dari tempat tinggalnya.
Karena Abang tidak percaya juga dengan ceritaku, aku bilang aja ke dia untuk browse di google. And ... VOILA!!!! Muncullah website-website yang menulis tentang makhluk mistis yang bentuknya menyerupai manusia dengan rambut yang sangat panjang ini, dan banyak tinggal di daerah Indonesia. Lebih lengkapnya lagi, di Kalimantan Tengah. Di Kalimantan, mereka dikenal sebagai masih satu saudara dengan suku Dayak. Info yang ini kudapatkan dari murid privatku yang melihat makhluk-makhluk tersebut dengan mata kepalanya sendiri.
Hanya kuasa Tuhan semata yang membuat dunia ini begitu kaya dengan segala macam makhluk.  dan aku yakin, belum semuanya telah dieksplorasi oleh manusia. So, kalau belum muncul di Discovery Channel, ya jangan gampang bilang ga percaya bahwa ada makhluk tertentu. (khusus buat Abangku nih. Hahahahaha ...)
PT56 13.29 141206

G u l i n g

Seberapa tergantungkah kamu dengan guling?
Semenjak kecil aku terbiasa tidur dengan memeluk guling, sehingga guling ini fungsinya, menurutku, sangat penting dibandingkan dengan bantal. Mottoku dalam tidur: lebih mending tidak pakai bantal daripada tidak pakai guling. LOL. Aku ingat ketika tahun 1977 aku dan keluarga berkunjung ke keluarga besar di Gorontalo, ortuku sampai perlu minta disediakan guling khusus untuk aku agar aku bisa tidur nyenyak. (Sedangkan untuk Nunuk adikku, yang dia butuhkan adalah tempe ketika makan, karena ketika kecil, dia hampir tidak mau makan tanpa tempe.) Loh, Na, apa hubungannya antara guling dan tempe? LOL.
Yang aku ingat guling yang disediakan waktu itu besar (untuk ukuranku yang masih duduk di bangku kelas 4 SD), dan keras, sama sekali tidak empuk. Pengalaman dengan guling yang sama sekali tidak menyenangkan bagiku. LOL.
Ketika aku ngekos di Yogya, tak satu kos pun yang pernah kutinggali yang menyediakan guling. Untunglah banyak toko yang menjualnya, sehingga it was really not a big deal.
Tahun 2004 ketika aku balik ngekos lagi di Yogya, to pursue my Master’s Degree study, aku beli bantal dan guling di Mirota Kampus Jl. C. Simanjuntak. Sampai sekarang guling ini merupakan guling kesayanganku, yang selalu kupeluk ketika aku beranjak tidur, maupun hanya duduk di depan monitor komputer sembari mengetik ataupun nonton VCD.
Masalahnya adalah, ketika aku balik ke Semarang, Angie pun suka pakai guling ini. walhasil, kita sering rebutan guling deh. Dalam hal lain aku biasa mengalah, namun dalam hal guling, aku pengennya menang. Hahaha ... Sayangnya, Angie yang sudah terbiasa kumenangkan ketika aku dan dia rebutan sesuatu, dia tetap saja maunya menang. Sehingga, dengan berat hati, aku pun mengalah. Kalau ke Abang aku sering bilang, “Sing waras ngalah Bang” (dan dia sempet ngomel-ngomel ketika alku menggunakan senjata ini, wakakakaka ...), kalau ke Angie tentu saja beda, “Sing gedhe ngalah ...”  Tapi, ada syaratnya, yang pakai guling kesayangan ini, harus tidur di pojok dekat tembok, jauh dari kipas angin. Hahahaha ... Angie setuju.
Beberapa bulan lalu, kala di Semarang hawa panas menyengat tidak saja di siang hari, namun juga di malam hari, Angie memilih untuk tidur di dekat kipas angin, dan aku yang di pojok. Dengan serta-merta aku minta guling spesial menjadi milikku, dan Angie memeluk guling yang lain.
Beberapa bulan berlalu.
Beberapa hari yang lalu, entah mengapa, tiba-tiba Angie memintaku untuk tukar tempat waktu tidur, dia di pojok dekat tembok, aku di pinggir, dekat kipas angin. Dan untuk ini, Angie memaksa guling kesayangannya menjadi miliknya. Aku oke-oke aja sih. Namun, ternyata ketika di malam hari mau tidur, aku ga bisa tertidur dengan mudah, karena guling yang kupakai terlalu mungil untukku. Aku pengennya guling yang gedhe. Well, aku pikir, aku hanya butuh waktu beradaptasi aja dengan guling mungil ini. Toh, aku sendiri orangnya ya mungil. LOL. Namun, ternyata, it was not as easy as I thought. Akhirnya aku berpikir, untuk membeli guling baru aja lagi, yang lebih besar, lebih empuk, enak untuk dipeluk, mengantarku ke alam mimpi, sembari menunggu sms dari orang yang kusayangi.
Heran, kenapa ga sejak aku balik ke Semarang aja yah aku beli guling baru lagi aja, biar ga rebutan melulu dengan Angie? Tapi, rebutan dengan Angie kadang-kadang enak juga kok. Kalau ga gitu, ga ramai lah. Hahahaha ...
PT56 11.35 151206

Rape ...

Beberapa tahun lalu dalam perjalanan dari Yogya ke Semarang, seorang laki-laki yang duduk di sebelahku dalam bus mengajakku berbincang-bincang yang lumayan mengasikkan, meskipun aku sudah lupa apa tepatnya topik kita waktu itu. Satu hal yang kuingat adalah ketika dia komplain bahwa perempuan-perempuan jaman sekarang ini sudah mulai lupa “keperempuanannya”. Jelas, pernyataan yang akan sangat mudah menyinggung perasaanku. Namun ketika kutanya apa maksud pernyataan tersebut, dia malah menghindar, dan berujar, “Yah ... seandainya tiba saatnya nanti perempuan memperkosa laki-laki, aku akan dengan senang hati mengajukan diri untuk menjadi volunteer.”

Aku sudah lupa apa yang kuucapkan untuk meresponsnya. Yang kuingat hanyalah aku berbicara dalam hati, “Seandainya terbetik keinginan dalam hati untuk memperkosa laki-laki, kamu tidak aku masukkan dalam daftar itu.” Wakakakaka ...

Beberapa bulan kemudian, aku ngobrol dengan seseorang lain—sangat keren, LOL, bayangin aja seperti Lelaki Terindah yang diilustrasikan oleh Andrei Aksana dalam novelnya—yang kemudian membuatku teringat atas perbincangan yang terjadi di atas bus Yogya-Semarang itu. Ketika kukemukakan pendapat laki-laki dalam bus kepada laki-laki yang Indah itu, LOL, dia tertawa, dan berkata, “Wow .. that’s a great idea. I suppose I will volunteer myself too if that happens.” Dan berhubung yang mengatakannnya seseorang yang sangat keren, aku jadi tersipu-sipu. Wakakakaka ...

Beberapa waktu lalu, aku berdiskusi tentang topik ini—perempuan memperkosa laki-laki—dengan Abang. Dia membantah keras bahwa tak akan pernah hal seperti ini berhasil terjadi. Definisiku : “perkosaan terjadi tatkala hubungan seks itu terjadi antara satu pihak yang menginginkannya, dan pihak lain menolaknya. Kalau kedua-duanya mau, itu bukan perkosaan namanya, melainkan hubungan mau sama mau.” Dengan mengatakan hal ini, aku ingin mementahkan pernyataan laki-laki dalam bus, dan juga si Lelaki Terindah itu—kalau mereka bersedia, itu bukan perkosaan namanya. LOL.

Dengan serta merta Abang bilang, “That’s it Na. Makanya laki-laki tak akan bisa diperkosa. Seandainya si laki-laki itu menjadi ereksi—meskipun awalnya dia ogah—itu berarti akhirnya dia pun jadi berhasrat untuk melakukannya. Kalau si laki-laki tidak ereksi, bagaimana cara si perempuan memperkosa laki-laki itu?

Ah entahlah Bang. LOL. Tumben aja si Nana mau ngalah sama Abangnya. Biasanya suka ngeyel dulu. Salah juga ga papa, yang penting ngeyel dulu. Wakakakaka ...

“Sing waras ngalah ya Bang?” ç senjataku yang kadang-kadang dia pakai untuk menyerang aku balik. Wakakakaka ...
PT56 22.39 151206

Penulis Perempuan

Penulis perempuan (Indonesia) yang hasil karyanya kumiliki tentu lebih banyak daripada penulis laki-laki. Maklum, I love women (because I am a feminist, not because I am a lesbian LOL)



Pertama, Ayu Utami dengan dwiloginya Saman dan Larung. Bukunya yang berjudul Si Parasit Lajang merupakan salah satu buku favoritku, yang tak bosan-bosannya kubaca. :) Gaya menulis khas Ayu Utami adalah menyentil masalah sosial—terutama yang berhubungan dengan perempuan—dengan gaya ringan dan bercanda yang membuatku sangat suka membacanya.


Kedua, Oka Rusmini. Aku memiliki beberapa novelnya, seperti Tarian Bumi dan Kenanga. Kumpulan cerpennya yang berjudul Sagra juga ada di antara buku-buku koleksiku. Topik khas tulisan Oka Rusmini tentu saja sentilannya tentang nasib perempuan Bali yang meskipun telah bekerja keras, masih saja direndahkan oleh masyarakatnya yang patriarki.



Ketiga, Djenar Maesa Ayu. Aku memiliki ketiga kumpulan cerpennya yang berjudul Mereka Bilang Saya Monyet, Jangan Main-main dengan Kelaminmu, dan Cerpen tentang Cerita Cinta Pendek. Aku juga memiliki novel tulisan Djenar yang berjudul Nayla. Meskipun sama-sama mengkritik tentang nasib perempuan yang kurang beruntung hidup dalam kungkungan patriarki—seperti Ayu Utami—satu hal yang jelas dan gampang terlihat adalah gaya menulis Djenar yang sangat sarkastis dan sinis. Suasana cerita lebih sering terasa gloomy.


Aku memiliki dua buah buku hasil karya Aquarini Priyatna yang bukan merupakan fiksi (baik novel maupun kumpulan cerpen). Yang pertama berjudul Becoming White: Representasi Ras, Kelas, Femininitas, dan Globalitas dalam Iklan Sabun. Yang kedua, salah satu buku favoritku, berjudul Kajian Budaya Feminis, Tubuh, Sastra, dan Budaya Pop. Aku juga memiliki terjemahan buku Feminist Thought milik Rosemary Tong, diterjemahkan oleh Aquarini.


Aku sangat suka dengan buku Filosofi Kopi hasil karya Dewi Lestari. Meskipun sangat suka, hal ini tidak berarti aku telah berhasil diprovokasi untuk membeli buku Dewi Lestari yang lain, seperti Supernova.



Aku memiliki dua buah buku hasil karya Gadis Arivia, si pemrakarsa terbitnya Jurnal Perempuan, jurnal favoritku. Pertama, berjudul Filsafat Berperspektif Feminis, dan yang kedua Feminisme: Satu Kata Hati.


Melulu tentang perempuan, feminisme, dan gender, eh? :-D Nana banget kan? LOL.


Selain buku-buku tersebut di atas, buku-buku lain yang kumiliki adalah buku berbahasa Inggris, yang membantuku dalam menulis tesis, buku-buku tentang Amerika, (maklum alumni American Studies), buku-buku sastra—baik yang teori maupun novel, kumpulan cerpen, antologi, dll, juga buku-buku terjemahan, seperti buku-buku tulisan Asghar Ali Engineer, Amina Wadud, Riffat Hassan dan Fatima Mernissi, Qasim Ali.


PT56 21.37 151206

Agus Noor

Potongan Cerita di Kartu Pos adalah kumpulan cerpen ketiga karya Agus Noor yang kumiliki, setelah Selingkuh Itu Indah dan Rendezvous: Kisah Cinta yang Tak Setia. Bisa dikatakan bahwa aku suka karya-karya penulis laki-laki satu ini mengingat aku memiliki tiga buah buku hasil tulisan laki-laki yang dilahirkan di Tegal 1968 ini. Seingatku sangat jarang aku memiliki buku tulisan penulis laki-laki lebih dari satu. Eka Kurniawan dengan novelnya yang berjudul Cantik Itu Luka dan mampu menghenyakkanku tatkala membacanya dari lembar ke lembar berikutnya, dan membuatku ternganga dengan kepiawaiannya merangkai alur cerita yang sangat kompleks, maju mundur dengan indahnya, pun hanya mampu memprovokasiku untuk membeli satu bukunya yang lain, yang berjudul Lelaki Harimau. Total hanya dua buah buku karya Eka Kurniawan yang kumiliki. Aku memiliki buku Pramudya Ananta Toer hanya satu buku, dan bukan satu dari buku tetraloginya yang sangat terkenal itu. Umar Kayam aku memiliki novel klasiknya yang berjudul Para Priyayi. Penulis (Indonesia) laki-laki mana lagi ya yang kumiliki bukunya? Lupa. LOL. Kayaknya memang hanya ketiga orang ini yang bukunya berada di rak bukuku. LOL. Gosh, hampir lupa, Andrei Aksana dengan Lelaki Terindahnya. :) Banyak puisi romantis dalam novel ini yang mampu menginspirasiku untuk menulis puisi-puisi romantis untuk Lelaki Terindahku. LOL. Namun toh, sampai sekarang aku belum terprovokasi untuk membeli novel-novelnya yang lain.
Kembali ke kumpulan cerpen terbaru dari Agus Noor yang kumiliki. Harus kuakui bahwa gaya menulisnya semakin matang, cerita mengalir dengan nikmat dan indah, meskipun itu merupakan tulisan surealis (yang terus terang saja, sebenarnya tidak begitu kusukai. LOL.) Tentu saja hal ini jika kubandingkan dengan kedua kumpulan cerpennya yang sebelumnya. Ada sembilan cerpen di buku ini, dan saat ini baru lima cerpen yang kubaca, karena memang kusengaja untuk tidak segera menghabiskan membaca semua cerpen itu dalam satu kali duduk. Dari kelima cerpen yang telah kubaca—masing-masing judulnya “Komposisi untuk Sebuah Ilusi”, “Sirkus”, “Cerita Buat Bapak Presiden”, “Pagi Bening Seekor Kupu-Kupu” dan “Dongeng buat Pussy”—yang membuatku tercenung dalam waktu yang cukup lama setelah usai membacanya adalah “Sirkus”.
Dalam “Sirkus”, Agus Noor mengungkapkan kegundahan hatinya melihat masalah-masalah sosial yang ada di Indonesia, seperti harga BBM yang melambung tinggi yang menyebabkan harga-harga sembako pun melonjak, tak terjangkau masyarakat kecil, dan akhirnya menyebabkan puluhan juta balita kekurangan gizi, yang di kemudian hari tentu akan menghasilkan generasi penerus yang tidak mumpuni. Poor us!!!:( :( :(
Guess where I read this short story? Di Paradise Club sewaktu aku melakukan cycling. I did three things at the same time: cycling, listening to music from my MP, and reading.
Btw, belum tahu penulis laki-laki siapa lagi yang bakal kubeli bukunya untuk menambahi koleksiku. :) Banyak penulis lain tentu saja, hanya aku belum tergoda saja untuk membelinya. :)
PT56 20.59 151206

Thursday, December 14, 2006

The English Lesson

from a friend's blog at http://doncasterhaikupoet.blog.co.uk/2006/
12/14/the_english_lesson~1436102

We must polish the Polish furniture.
He could lead if he would get the lead out.
The farm was used to produce produce.
The dump was so full that it had to refuse more refuse.
The soldier decided to desert in the desert.
This was a good time to present the present.
A bass was painted on the head of the bass drum.
When shot at, the dove dove into the bushes.
I did not object to the object.
The insurance was invalid for the invalid.
The bandage was wound around the wound.
There was a row among the oarsmen about how to row.
They were too close to the door to close it.
The buck does funny things when the does are present.
They sent a sewer down to stitch the tear in the sewer line.
To help with planting, the farmer taught his sow to sow.
The wind was too strong to wind the sail.
After a number of injections my jaw got number.
Upon seeing the tear in my clothes I shed a tear.
I had to subject the subject to a series of tests.
How can I intimate this to my most intimate friend?
She could not live with a live mouse in the house.
It was just a minute prick and over in a minute.
His mistake was putting his left foot forward while putting.
We would probably read more Shakespeare if we understood what we read.
There was a bow tied in the ropes on the bow of the ship.
You should spring that on us next spring!

Vibrator

Vibrator.

Apaan nih? Kok nulis jorok sih Na? Wakakakaka ...

Well, vibrator juga muncul menjadi salah satu topik perbincanganku dengan Abangku. (CATAT: Abangku cuma satu di dunia ini. LOL.) dari browsing tentang jenglot, katanya dia sampai membuka satu website konsultasi seks. Kok bisa? Entahlah. LOL.

Dan, berbincang tentang vibrator, aku jadi ingat Samantha Jones, salah satu tokoh dalam Sex and the City. Vibrator adalah sahabat Sammy—ini adalah nickname buat Samantha Jones ketika aku dan Abang memperbincangkannya—yang terbaik ketika dia tidak memiliki steady sex partner. Di salah satu episode Season kelima, Sammy kecewa ketika vibratornya tidak bekerja dengan baik. Itu sebab keesokan harinya dia membawa vibrator itu ke toko tempat dia membeli, kurang lebih enam bulan sebelumnya. Berikut ini adalah dialog pendek antara Sammy dan the salesperson (a man) è seingatku aja nih. LOL. Males harus ngecek lagi di VCDnya. LOL.

Sammy: I come here to complain about this vibrator.

Salesperson: Sorry, Miss, we dont sell vibrator here.

Sammy: What? But I bought this vibrator six months ago and it is still in warranty period. It failed to work last night. That’s why I take it here to ask for a replacement.

Salesperson: I have told you we dont sell vibrator here. We sell neck massager.

Sammy: What? A neck massager? Oh come on, I dont need a neck massager, I need a vibrator.

Bla bla bla ... akhirnya Sammy yang ngalah dengan tidak menyebutnya sebagai vibrator, melainkan neck massager. Hahahaha ...

Kesimpulan: ternyata di New York, di mana orang bisa menemukan toko yang menjual barang-barang semacam sex toys seperti ini pun orang tidak mau secara terbuka mengakui mereka menjual vibrator, dan menggantinya dengan istilah neck massager. What’s the point? Kepuasan seks masih dianggap tabu untuk dibicarakan di tempat umum? Barangkali. Sex is a natural need, and very humane, do you agree? Wah, apalagi di Indo ya yang orangnya masih sangat hipokrit?

PT56 13.43 141206

Monday, December 04, 2006

Friends



Friends see beyond the black and white to discover your true colors....



Friends always offer their shoulder to lean on :)

KPDE 12.45 041206

Friday, December 01, 2006

Funny Quotes

Here are some funny quotes from Abraham Lincoln. I got them from a friend's blog at
http://doncasterhaikupoet.blog.co.uk/

If I were two-faced, would I be wearing this one?

***
Better to remain silent and be thought a fool than to speak out and remove all doubt.

***
He can compress the most words into the smallest ideas better than any man I ever met. (referring to a lawyer)

***
It has been my experience that folks who have no vices have very few virtues.

***
You can fool some of the people all of the time, and all of the people some of the time, but you can not fool all of the people all of the time.

***
When I hear a man preach, I like to see him act as if he were fighting bees.

KPDE 13.48 21112006

Sunday, November 12, 2006

IF ...

Kemarin Abangku nanya, "If your blog becomes very booming, and you become very famous due to that, as famous as JK Rowling, will you still be willing to make friend with me?"

(Kebangeten banget yah dia, masak aku dibandingin JK Rowling? sounds very impossible, ya kan? Itu nanya atau ngeledek yah? LOL.)

I was speechless when he asked me like that. (Ternyata dia kreatif juga, nanya sesuatu that never comes across my mind yet. LOL.) But I was really wondering what on earth that out of the blue made him ask me such a question?

After being speechless for some time, I responded, "I never think about that yet Bang. I cannot answer that question then." And then he said, "Smart answer." Weleh, kayak ga kenal Nana aja, kan memang Nana smart? LOL.

Aku pengennya sih jawab, "I will not forget you of course Bang. How can I?" But kok sounds gombal yah? LOL. Kalo jawab, "Oh well Bang, for sure I will forget you." wakakakaka ... kok sounds very arrogant? belum pernah jadi orang terkenal yak? wakakakaka ... Padahal aku adalah orang yang sangat sensitif to "smell" arrogance, meskipun aku sendiri mengakui sometimes I am an intellectual snob, not my mistake lah tapinya kalau aku gampang bosen menghadapi orang yang tidak broad-minded karena kurang baca? (Nana is finding an excuse for herself. LOL.)

Kemarin aku post satu artikel di blog http://afemaleguest.blog.co.uk bukan tulisanku sendiri, tapi sebuah tulisan yang telah sekitar 3 tahun ini ngendon di dalam harddisk PC ku, about how Old Testament and New Testament describe women's position versus how Alquran describe women's position. Email yang kuterima dari seorang teman beberapa hari lalu membuatku membuka artikel yang telah kubaca beberapa kali itu sejak aku mendownloadnya dari internet, dan membuatku berpikir untuk mengirimkan artikel tersebut ke temanku itu now that she is accessible to internet.

Dan hari ini, ketika aku ngecek statistik di blog ku tersebut, jumlah pageviews melonjak lumayan tinggi. Dan, aku baca di postingan salah seorang teman blog (male), dia nulis uneg-unegnya tentang perempuan (dan juga laki-laki) yang kurang kerjaan meneriakkan feminism. Weleh ... orang Barat pun ternyata masih buanyak yang alergi dengan feminism. LOL.

Ketika ngecek statistik blog ku itu, and found the increasing number in the pageviews, aku jadi ingat keisengan Abangku kemarin. So, nulislah aku tentang hal itu di sini. :)

Here is the statistics:
Pageviews total: 21736

This page shows the daily pageviews of your blog.
Days of current month
Date Total Pageviews Total Visitors
11/10/06 261 17
11/09/06 127 69
11/08/06 106 57
11/07/06 120 52
11/06/06 97 42
11/05/06 113 42
11/04/06 94 28
11/03/06 118 52
11/02/06 60 41
11/01/06 102 31



Monthly history
Month Total Pageviews Total Visitors
October 2006 3313 1265
September 2006 3304 804
August 2006 3886 1076
July 2006 3428 1044
June 2006 2721 709
May 2006 2555 603
April 2006 577 273
March 2006 512 237
February 2006 176 95
January 2006 63 36
December 2005 3 3

Semalam dia sms nanya apakah aku masih kesel sama dia gara-gara dia godain tentang hal itu. Oh well, kok dia ge-er amat yah kalo aku masih kepikiran hal tersebut? huehehehe ... Padahal aku kan udah hafal banget keusilan dan keisengan dia kalo jailnya lagi kumat. LOL. Tapi kalau lagi baikan ya gitu deh, kirim mp3 players yang mirip iPOD itu ke aku, dua biji lagi. huehehehe ... Copy lagu-lagu di CDs, bikin cover CD yang keren abis, tulis namaku di situ, plus his loving nick for me, Humming Bird, dan beberapa picku dia print dan dia tempel di CD, weleh, narcissist abis deh pokoknya. Wakakakaka ...

If a picture paints a thousand words ...

The gift from him utters a million words about him to me ...

KPDE 14.24 101006

MP3 player, dll

Exactly a week ago, November 3, my Abang told me that he went to the post office to send me some CDs and 2 mp3players. (Pertanyaan: kok 2? lah inilah si Nana yang greedy, huehehehe, minta dikirimin 2 biji sekaligus, one for me, and the other one is for my lovely star, Angie. Lah, salah sapa kok Abang nawarin? Wakakaka ... )

We thought that the gift would arrive soon, just like the first one last September. He sent it on September 8, I got it on September 12, it only took 2 working days. Tunggu punya tunggu ... kok sampe 4 hari working days, tuh barang belum sampe ke alamatku??? Dan Abangku yang pakar IT itu (snob banget tuh kadang-kadang gara-gara aku gap tek, LOL) langsung ngecek track nya lewat internet. And he found out that the gift already arrived in DHL Jakarta on November 7. But then, nyasar kemana? Kok ga ada pemberitahuan ke aku?

This morning, November 10, I called the office of DHL Semarang to ask about that. A customer service answered, and she told me that the gift was already in Semarang, only I had to pay some fee, dibilangnya pajak import. Waduh, kayak aku ini importir aja harus bayar pajak import, padahal kan aku cuma dikirimin barang? LOL. Yah ... sekali-sekali ngerasain jadi tukang import deh. Wakakaka ...

After calling, I went to DHL office located on jalan Siliwangi, not far from my home. Dan setelah agak direpotkan dengan ID card, nomor hape yang salah ketik, dan ini dan itu, akhirnya I got the gift my only Abang sent me last Friday. I directly went home afterwards, ga tahan nafsu ngeliatnya. Huehehehe ...

At home, I opened the package in the livingroom, very carefully, very lovingly. LOL. Ah ... seandainya adikku yang kadang-kadang berperan sebagai tukang rekam gambar ada di rumah, kuminta dia mengabadikan peristiwa itu. Cie ... LOL. Abang pasti suka ngeliatnya. LOL. (sok pede, wakakakaka ...) There were some CDs, hasil kompilasi Abang dari ratusan CDs yang dia punya. (Catat: dia kompilasi dari ratusan CDs yang dia punya, kemudian dia menghasilkan sekitar 7 CDs spesial berisi lagu-lagu kesukaannya. He wanted to share those wonderful songs with me. (Oh you know, he always wants to share everything he has with me!!! How very sweet and kind and loving and caring and generous and ... apalagi yah??? LOL.)

Setelah puas memperhatikan CDs, aku membuka dos berisi mp3 players. Ups ... kok canggih amat yak? Ga ngertilah aku nih how to use them? Wakakakaka ... yang 1GB berwarna hitam, my favorite color, yang 2GB warna putih metalik. And I have already told Abang that I would use the one with 2GB (maklum, greedy, LOL. Besides, I told Angie that I would need to download many things from internet, mostly articles, pictures so I need the bigger memory than she does. And as usual, my understanding lovely star agreed. :) bukannya si nyokap sok mau menang sendiri loh ya? LOL.)

Tapi, waktu ngeliat warna yang 1GB itu hitam, wah, aku jadi tergoda untuk memakai yang 1GB itu. LOL. But, when I was chatting with Abang, dia bilang, "Na, kamu janji pakai yang 2GB, so kamu HARUS pakai yang 2GB. Okey?" Waduh, kok dia bisa baca pikiranku yah bahwa aku sudah tergoda dengan yang 1GB gara-gara warnanya hitam? huehehehe ... He is much better reader to me now, compared to some months ago. :)

Well, now he is waiting there (kira-kira dia ngapain yah ketika aku ngetik di sini? Asal ga lagi ngiler aja, wakakakaka ...) udah dulu ah, I cannot write long. I will go back chatting with him again. :)

Thanks a billion my dearest Abang for everything.

KPDE 12.50 101106

 


Saturday, October 21, 2006

One Ex Student of Mine

I was at my workplace this morning. I had two sessions to teach, 08.00-10.00 and then 10.00-12.00, the same class, Conversation Class level 2.

During the two sessions, we have a ten-minute break. During the break, I usually go back to the teachers' room and have a chat with my workmates, or read newspaper, or read a book.

After the break was over, I went upstairs again, coz the classroom where I had my CV 2 class was located on the second floor. On the stairs, a student called my name, and hurriedly walked to me, "Ms. Nana ..." I stopped, waited for her to come to me.

She asked, "Do you remember one of my classmate named Ruminatih?"

I replied, "Yes. What about with her?" I remembered that name, but I a bit forgot which one.

She went on, "She got an accident yesterday Ma'am. She got injured in her left head and her back very seriously so that she was unconscious for six hours yesterday. This morning, she died."

I responded, "Oh... I am really sorry to hear that."

I forced myself to remember which one Ruminatih was. At last I remembered, the first time she mentioned her name, I teased her by saying, "Can I call you Rumi?"

She complained, and said, "Call me Ratih Ma'am."

I said, "But Rumi was a great writer. Don't you ever hear name Jalalludddin Rumi?"

"No Ma'am, please call me Ratih, not Rumi. I hate that name you know."

I remember it happened around 2 years ago, in one class, Intermediate 1. The class was full of students from SMA N 3 and SMA N 5 Semarang; a very lively class, very enthusiastic students, love all of them.
Ruminatih, or Ratih, already had quite good English, I liked her accent when speaking, not really like other Javanese students I had. I liked her spoiled behavior coz she was the youngest in the class at that time. It was okay for me to have spoiled student like her coz she studied seriously.

Hmmm ... I am really sorry to know that such a lively, lovely, smart student only had a very short period to live in this world, although I believe she was already happy there, in that other world.

My condolences to the family.

JDC 15.50 211006

Be Near You

I'd try to do anything
Just to be near you
Get a little bit closer
To you it's heaven.

Whenever our eyes meet
You make my heartbeat fast
I always wanted to be near you,
Because in you, I've found the one.

Being close to you
Makes me feel so right
I can do everything
Wherever I go, whatever i do
The thoughts of you
Brings a smile into my heart.

Now, here you are
Closer to me
I can't believe it's you
Everything will change, I know
But always for me, it will be you.

Until You Return

You have always done so much for me
I miss your love and tender embrace
The love you express is genuine
Memories of you, I cannot erase.

I miss your eyes of unspoken love
They sparkle as diamonds in the sun
Your smiles will never be forgotten
I think of you 'til the day is done.

Your gentle touch is greatly missed
The words of love you've always spoken
Will be held forever in my heart
The bond we have cannot be broken.

I will always love only you dear
I'll be waiting 'til you again return
Time is passing very slow each day
There's so much I still must learn.

The friendship you and I still share
Quickly blossomed into true love
Our hearts blend when we're together
Our love is given from God above.

You're Special and I miss you!

JDC 15.15 211006

Aku Ingin Pulang


 

"Aku Ingin Pulang" adalah salah satu topik yang akhir-akhir ini marak diperbincangkan di salah satu milis yang kuikuti SASTRA-PEMBEBASAN. Mungkin karena berkenaan dengan Idul Fitri yang akan datang sebentar lagi, dimana sudah merupakan suatu tradisi di Indonesia untuk pulang kampung alias mudik, untuk merayakan Idul Fitri dengan semua sanak saudara.

FYI, orang-orang milis SP yang terkena virus "Aku Ingin Pulang" adalah orang-orang Indonesia yang bermukim di luar negeri. Tidak mudah bagi mereka untuk ikutan pulang mudik ke kampung halaman pada kesempatan hari baik ini, Idul Fitri, karena berbagai macam hal. Pertama, tentu butuh dana yang tidak sedikit. Kedua, kesibukan bekerja mereka di negeri orang itu tentu tidak bisa disesuaikan dengan kondisi di tanah air, yang sangat memanjakan ini, (libur kerja selama seminggu untuk merayakan Idul Fitri, bukankah ini sangat memanjakan?) Ketika orang-orang di Indo bisa menikmati libur panjang, orang-orang di negeri orang itu masih harus bekerja keras, demi membuat mereka hidup layak.

Tanah kelahiran orang tuaku adalah Gorontalo yang terletak di Sulawesi Utara. Keadaan uang yang tidak memungkinkan membuat orang tuaku tidak membiasakan diri pulang kampung di Idul Fitri. Sehingga kita selalu merayakan Idul Fitri di kota kelahiran anak-anak orang tuaku--Semarang. Kita tidak pernah kemana-mana.

Aku ikut merasakan mudik ketika aku kuliah di UGM Yogya, baik ketika duduk di bangku S1 maupun S2. Was it great? I dont remember. LOL.

Btw, it is great to read what those milisters living abroad write on this subject "Aku Ingin Pulang". "Home is in your heart" kata mbak Omie. "This world is just a small village to me" kata pak Danar. Apa kata Abangku? Oh well, he didnt say anything on this subject, kali karena dia sibuk sehingga tak sempat menulis di milis. Tapi aku tahu, dia selalu merindukan Indonesia sebagai tanah kelahirannya, terutama Jakarta dimana dia dilahirkan dan dibesarkan oleh Maminya tercinta.

"Kapan pulang Bang?" :) di NZ ga ada kodok ngangkang kan? LOL. ga ada sate Ungaran, ga ada makan di lesehan Malioboro (ga ada Maliboro di NZ toh? LOL) ga ada matahari yang mengobral sinarnya, dll dll dll ...

FBS UA 12.40 201006

Superioritas Laki-Laki

Why do people get married?

Kembali ke pertanyaan klise yang beberapa bulan lalu cukup sering kubahas dalam blog.

Aku yakin seharusnya orang menikah bukan hanya karena ingin mengikuti norma masyarakat sebagai "orang yang normal" => setelah memasuki umur tertentu, seseorang harus menikah agar dianggap "normal".

Menikah bukan hanya untuk memiliki keturunan, karena tanpa menikah orang tetap bisa memiliki keturunan, asalkan they have sex, dan terjadi pertemuan antara sperma dan sel telur.

Menikah bukan hanya untuk mendapatkan "tunjangan menikah" dari tempat kerja.

Menikah bukan hanya agar memiliki legal partner to have sex, agar dianggap sebagai orang "baik-baik".

dan lain lain ...

Menurutku yang paling penting dari menikah adalah memiliki someone to talk to, someone to listen to, someone to rely on, seseorang yang bisa 'soothing' kita tatkala kita "panas" di luar, ketika seseorang membuat kita mangkel atau jengkel, atau tatkala kita merasa gembira, pasangan kitalah yang akan kita luapi kegembiraan itu pertama kali, untuk berbagi kebahagiaan tersebut.

Aku memiliki seorang rekan kerja laki-laki yang cara pandangnya menunjukkan bahwa sebagai laki-laki dia harus superior, dia harus mampu mengayomi istrinya, mencukupi segala kebutuhannya, harus "lebih" dari istrinya, dll. Kalau memang dia mampu, ya go ahead lah. It is not a big deal. Tapi kalau dia tidak--atau belum--mampu? Buat apa memaksa diri? Komunikasi dengan istri adalah jalan yang terbaik. Bukankah fungsi soul mate--istilah orang Inggris--atau sigaring nyawa--istilah orang Jawa--adalah untuk berbagi suka dan duka?

Rekan kerjaku ini sedang menanti kelahiran anak pertamanya. Namun nasib baik belum berpihak kepadanya karena baru saja dia "diturunkan" statusnya dari karyawan kontrak menjadi karyawan part-timer. Dan dia merasa tidak sampai hati untuk memberitahu istrinya masalah ini. Beberapa hari lalu dia cerita istrinya minta dibelikan baju lebaran, dan dia tidak kuasa menolaknya.

He is a very good husband, that's for sure. Tapi, mengapa dia membuat beban di pundaknya lebih berat dengan tidak membaginya dengan soulmatenya? Apakah istrinya tidak akan mau mengerti kesulitan sang suami yang baik hati ini?

Aku sendiri selalu terbuka masalah keuangan dengan anakku. Sebisa mungkin aku membagi yang aku miliki dengan Angie. Kalau aku tidak punya uang, aku akan bilang terus terang kepadanya ketika dia minta dibelikan sesuatu dan dia selalu mengerti. Kalau aku punya uang berlebih, aku akan membelikan apa yang dia ingini. Bukankah hidup menjadi lebih mudah dan ringan?

Mengapa rekan kerjaku itu tidak segera "melepaskan" saja beban superioritas sebagai laki-laki yang selalu dia sandang? Seperti aku pun telah melepaskan superioritasku sebagai seorang Ibu di mata Angie.

FBS UA 12.00 201006

Swikee

Sudah pernahkah kamu makan makanan satu ini "swikee"?

Aku belum pernah. Ada beberapa alasan mengapa aku belum pernah makan swikee. Pertama, dan yang terutama orang tuaku--especially my mom--tidak pernah memasukkan menu swikee ini ke dalam menu makan sehari-hari. Mereka juga tidak pernah mengajak anak-anaknya untuk makan di restoran yang menyediakan menu ini. Kalau pun ada, mereka tidak pernah memilih swikee ketika kita makan di restoran. FYI, orang tuaku bukan tipe orang yang suka eating out. That's why as far as I remember, sangat jarang dulu orang tuaku mengajak anak-anaknya makan di restoran.

Kedua, berhubung tidak pernah mengenal swikee dalam menu sehari-hari, tentu saja aku tidak pernah berkeinginan untuk mencobanya. (Ato, apakah seharusnya aku justru merasa penasaran ya mengapa aku tidak pernah menemui menu ini di meja makan rumah? But the fact is: aku tidak pernah penasaran.)

Ketiga, di benakku katak alias kodok merupakan binatang yang menjijikkan. Mungkin karena warnanya yang hijau tua, hidup dalam lingkungan yang bagiku menjijikkan pula. LOL. Aku bayangkan setelah matang, kodok yang berubah nama menjadi swikee ini pun tetap berwarna hijau tua. LOL. Tambah lagi kodok selalu mengangkang sehingga menimbulkan efek porno bagiku. LOL. Sehingga mungkin di bawah alam sadarku mempengaruhiku untuk tidak makan segala sesuatu yang porno. LOL.

Keempat, aku termasuk tipe orang yang tidak suka mencoba makanan baru. Mungkin aku akan lebih memilih kelaparan daripada harus memakan suatu makanan yang asing di lidahku.

Namun ternyata Abangku suka banget dengan swikee, apalagi dia tinggal di tempat yang sangat sulit bagi dia untuk memperoleh swikee, sehingga baginya makan swikee adalah satu anugrah yang patut dihargai. LOL. Dan dia heran mengapa seumur hidupku ini aku belum pernah sekali pun mencicipi makanan yang baginya sangat lezat ini. LOL. Dia memintaku untuk mencoba mencicipi swikee. But, as usual, aku tipe orang yang "get command from no one". Sehingga dia tidak berhasil memprovokasiku untuk mencoba mencicipinya dari tempat tinggalnya yang ribuan mil jauhnya dari Semarang. LOL. Walhasil ... "makan swikee alias kodok ngangkang" ini pun menjadi salah satu hal yang akan kita lakukan berdua jikalau kita diberi kesempatan Tuhan untuk bertemu in person, di antara hal-hal lain lagi yang pengen kita lakukan bersama :) such as bernyanyi karaoke beberapa lagu Ebiet G. Ade dan John Denver, berenang bersama untuk mencari tahu siapa di antara kita berdua yang bisa mengapung lebih lama. LOL. (Clue: I can swim for two hours without taking a break, he gets bored before swimming for an hour. It means: I will be the winner. LOL.)

Can't wait, Bang. :)

FBS UA 13.50 191006

One day

I am at my workplace right now, with four students are around me. They haven't seen me for ages, they said. LOL. Hahaha ...

One of them--Merlin said, "Ma'am, you are really a supporter of feminism ideologi, aren't you? So, will you support polyandry?"

I responded, "Yeah ... why not? If men can have more than one wife, why women cannot have more than one husband?" LOL.

This conversation reminded me of one experience I had with Angie. We went to restaurant "Ayam Bakar Wong Solo", coz suddenly I felt so restless without any clear reason. If I were "healthily okay" LOL, I wouldn't go to that restaurant coz it means that I gave income to the owner that I really disliked for his polygamy campaign. (Oh well, I sometimes cannot control my psychological problem. :-D)

When choosing what drink to have, I spotted "Juice polygamy" UGHH!!!! I felt like I wanted to run away from the restaurant right away. LOL. But I didnt think it was polite to cancel our meal there. (So, what do you interpret from "juice polygamy" What is the recipe??

After finishing our meal, I paid to the cashier. On the table I spotted a tabloid entitled POLIGAMI, with one big headline, "Tunjukkan bahwa anda adalah laki-laki ulung dengan memiliki istri lebih dari satu." HUEEEKKKKK!!!!!

I instantly ran away from that place. I said to Angie, "We will not go back to this place, although the food is delicious." LOL.

FBS UA 13.00 181006

Love Quotes

"If God is the DJ, then Life is the dance floor; Love is the rhythm, and You are the music."

"Love is not about finding the right person, but creating a right relationship. It's not about how much love you have in the beginning but how much love you build till the end."

"Love is a noble act of self-giving, offering trust, faith, and loyalty. The more you love, the more you lose a part of yourself, yet you don't become less of who you are; you end up being complete with your loved ones."

"Life is a song - sing it. Life is a game - play it. Life is a challenge - meet it. Life is a dream - realize it. Life is a sacrifice - offer it. Life is love - enjoy it."

"It's not the presence of someone that gives life a beautiful meaning, it's the way that someone touches your heart that gives life a beautiful meaning."

Wednesday, October 18, 2006

Ethnicity, religiosity, ...

I have been bothered with these two things--ethnicity and religiosity--recently due to an "accident" I had to undergo. I am somewhat bored to try writing about these, actually, since I suppose I have written some articles on these in my blogs.
Some days ago I got a reply from a good friend of mine that is still trying to know internet in order that she is not labeled as "internet illiterate"; her reply commented on my email to her about these two things; and for your information, her reply shocked me a bit. Instead of feeling attentive to my problem, she even justified what my superior has done to me--discrimination based on ethnicity and religiosity. "Those people have been discriminated during their whole life. And in some extent, that's the way they try to survive among their own "community". Do you agree if I say that it is the same as TAKING REVENGE? And taking revenge will never ever overcome problems. It will even create more grudge, annoyance, and sort of things. Consequently, it will create a social disease that is like a cycle, that will never stop.
When will the life really bring peace to everybody?
Should I say that one natural law is that discrimination--be it due to ethnicity, and religiosity, or in any other form such as gender--will always exist? Is it natural law that people will always have grudge to other people? Is it natural law that people love fighting, trying to conquer others to show their superiority?
SIGH ...
JDC 10.10 181006

Tuesday, October 03, 2006

Professional???

Saat ini tiba-tiba aku ingat salah satu adegan dalam film Sex and The City ketika Carrie kalang kabut merasa bahwa dia akan kehilangan pekerjaannya. (Aku lupa episode berapa, dan season yang keberapa.)

Carrie mengatakan, "If you are not considered qualified anymore for your job in New York, prepare yourself to be laid off."

Saat itu, tiba-tiba Carrie mendapatkan surat panggilan dari Editornya tempat dia bekerja. Dan dia merasa buruk karenanya, apakah dia akan kehilangan pekerjaannya karena mungkin tulisannya tidak lagi cukup menarik.

Sangat mudah dimengerti bukan kalau seseorang akan kehilangan pekerjaannya karena dianggap tidak cukup qualified.

Namun, pernahkah kamu mendengar kasus bahwa seseorang didepak dari tempat kerjanya karena dianggap terlalu berkualitas sehingga dikhawatirkan akan membahayakan posisi atasanmu?

Kasus ini sering terjadi di tempat-tempat yang tidak mementingkan keprofesionalan bekerja.

so, guys, please pay attention. When you work in such a company, don't bother yourself to be too professional!!!

FBS UA 11.45 021009

Wearing uniform, anyone?

Di tempat kerjaku—sebuah universitas swasta di Semarang—ada peraturan untuk memakai seragam. Semua karyawan—dosen dan non dosen—memakai seragam yang sama, merah untuk atasan pada hari Senin dan Rabu, biru untuk atasan pada hari Selasa dan Kamis, dengan bawahan hitam—rok untuk perempuan, dan celana panjang untuk laki-laki.

(“Apa esensi dari penyeragaman pakaian ini?” sebuah pertanyaan yang belum pernah terjawabkan.)

Beberapa tahun yang silam, tatkala peraturan memakai seragam ini mulai diberlakukan, aku pernah mewawancarai beberapa mahasiswa apa pendapat mereka tentang hal ini. Sebagian dari mereka ada yang cuek dan tidak ambil peduli (“yang penting mengenakan pakaian lah Ma’am,” canda mereka. LOL) ada yang menyambut hangat, namun banyak dari mereka yang tidak setuju; dengan berbagai macam alasan. Misal, “Bosen amat melihat semua dosen di depan kelas mengenakan baju yang sama. Tidak variatif sama sekali.” Ada juga yang mengatakan, “Kalau pegawai non dosen sih oke-oke saja, toh kita tidak berinteraksi dengan mereka setiap hari. Tapi kalau dosen kayaknya kok pemaksaan kehendak.” Dan ada juga yang mengatakan, “Kalau pun memakai seragam ini menjadi kewajiban, ya tolonglah dibedakan antara seragam untuk dosen dan non dosen. Kita mahasiswa kan kadang-kadang grogi kalau bertemu dosen di lift, atau di hall, atau dimana saja. Nah, kadang kita udah terlanjur grogi melihat seseorang yang berseragam, eh, ternyata hanya seorang pegawai non dosen. Mubazir amat nih perasaan groginya.” Huahahaha ...

Aku dan teman-temanku sefakultas yang mbalelo, paling malas mengenakan seragam, karena itu merupakan suatu opresi terhadap kebebasan memilih mengenakan pakaian sesuai karakter kita masing-masing. Maklum dosen Sastra, suka nyeni kan? LOL. Beberapa teman dosen perempuan suka mengenakan celana panjang dipadu dengan blus dan blazer dalam berbagai variasi warna, dan mereka sangat nyaman. Aku sendiri lebih merasa nyaman mengenakan rok panjang semata kaki dengan blus/blazer hitam, plus sepatu boots hitam dengan hak setinggi kurang lebih 7 cm. Kalau memakai sepatu boots dengan hak yang hanya 3 cm, atau kurang dari itu seperti memakai sepatu satpam. LOL. (Nah lo, stereotyping, eh? LOL.) Walhasil aku pun harus siap dikomentari “FUNKY” oleh orang. LOL.

Di tempat kerjaku yang lain—an English Course—tidak ada peraturan mengenakan seragam. Konon di kantor pusat di Jakarta pernah ada ide untuk menyediakan seragam untuk guru, dan ide ini langsung ditolak karena itu sama saja dengan pemasungan kreatifitas guru dalam memilih mengenakan pakaian yang sesuai dengan karakternya, selain pemaksaan menunjukkan karakter yang sama kepada para siswa, padahal tentu guru satu memiliki karakter yang berbeda dengan guru yang lain.

Jadi ingat beberapa tahun yang lalu ketika ada seorang ex student yang diterima menjadi guru di lembaga ini. Dia mengaku kepadaku, salah satu yang suka dia lakukan dengan teman-teman sekelasnya—ketika aku menjadi guru kelasnya—adalah memperhatikan caraku memadu-madankan pakaian dan sepatu yang sewarna, dan berapa pasang sepatu yang kira-kira kumiliki. LOL. (FYI, hal ini terjadi sebelum aku membentuk identitas diri sebagai “Ms. Black” LOL. Warna kesukaanku untuk pakaian, sepatu, dan tas adalah maroon, kemudian merah, dan hitam, selain beige.) Jikalau ada kebijakan bagi guru untuk mengenakan seragam, akan hilanglah kesempatan bagi para siswa untuk dengan “kurang kerjaan”nya memperhatikan cara berpakaian guru-guru. LOL.

Mengenai kegemaranku mengenakan busana serba hitam—bukan karena pengikut Permadi si paranormal LOL—ada banyak siswa yang bertanya, “Why black, Ma’am?”

Jawabanku bisa bervariasi, “People say that those wearing black always look elegant and charming.” Yang biasanya kemudian akan disambut dengan teriakan “huuuu....” oleh para siswa, terutama kalau aku berada di satu kelas baru. LOL.

Kadang-kadang aku menjawab, “Well, to make myself look slimmer.” LOL.

Kadang-kadang ada siswa bertanya, “Do you want to look gothic?” LOL.

Dan kujawab, “Oh well, not really. I just want to look mysterious, but not gothic.” LOL.

Jika menurut Angie kecil bahwa dokter seharusnya mengenakan pakaian dokternya ketika memeriksa pasien—agar lebih mantap, mungk in begitu pikir Angie kecil, LOL,--bagaimana dengan dosen? Seperti dalam postinganku beberapa hari lalu, yang penting adalah apa yang ada di otak seorang dosen yang akan dia bagikan kepada mahasiswanya, dan bukan apa yang melekat di badannya.

PT56 23.52 300906

Saturday, September 30, 2006

Jeans versus Dosen 2

Ngomong-ngomong tentang masa-masa 'mbalelo'ku ketika mengenakan celana jeans dan T-shirt ketika mengajar di kampus, aku ada satu pengalaman yang selalu suka aku ingat-ingat dan ceritakan ke teman-teman.

Hari Kamis itu aku mengajar sejak jam 10am sampai malam, jam 9pm. Setelah usai mengajar sekitar jam 9pm, aku dan mahasiswaku turun ke lantai 1 naik lift. Dalam lift, ada juga beberapa mahasiswa dari fakultas lain, Fakultas Ekonomi. Setelah keluar dari lift, aku berbelok ke kanan, ke arah luar gedung, sedangkan banyak mahasiswa yang berbelok kiri, ke arah areal parkir di belakang gedung utama.

Ada seorang mahasiswa perempuan yang berusaha membarengiku ketika berjalan. Kemudian dia menyapa, "Mbak, punya pulsa nggak?"

Aku heran karena dia menyapaku 'mbak'. Semua mahasiswa FBS menyapaku, "Bu ...", atau "Ma'am..." atau pun "Miss ..." Dari cara dia menyapaku aku menyimpulkan bahwa dia tidak mengenaliku sebagai dosen.

"Emang kenapa sih?" tanyaku kepadanya.

"Boleh minta pulsanya dong?" rengeknya manja.

Ups ... pede banget nih cewek satu ini, pikirku.

"Untuk apa?" tanyaku lagi.

"Mau telpon minta dijemput." jawabnya, masih dengan nada manja.

"Hmm ... kenapa ga sms saja?" tanyaku, pelit. LOL.

"Wah ... kalo sms, lama ..." responsnya.

"Waduh, sorry, pulsa limit nih," jawabku sambil cepat-cepat ngacir pergi. LOL.

"Oh, ya udah mbak," katanya.

Ada dua alasan mengapa dia tidak mengenaliku sebagai seorang dosen di tempat dia kuliah. Pertama, ya karena aku hanya memakai celana jeans dan T-shirt. Kedua, di matanya aku masih terlihat imut sehingga pantas untuk menjadi mahasiswa S1. LOL.

***********

Beberapa bulan kemudian, aku bertemu mahasiswa yang bersangkutan. Aku mengenakan "seragam kebesaranku", rok panjang hitam dan blus hitam. Aku membawa beberapa berkas skripsi untuk kuuji hari itu (sedang musim ujian skripsi waktu itu). Dia dengan baik hati menyapaku, "Mau ujian skripsi mbak?"

Aku geli mendengarnya. Sehingga aku dengan baik hati pula menjawabnya, "Oh enggak. Mau nguji skripsi nih," sambil tersenyum.

Aku lihat ekspresi wajahnya kaget. Dia bertanya, "Nguji? Bukannya mau ujian?"

LOL.

"Menguji." jawabku pendek, sambil tersenyum manis, agar dia tidak terlalu malu, karena tetap saja menganggapku sebagai mahasiswa.

Dan dia melongo.

Hahaha ...

Kesimpulan: Dia menganggapku sebagai seorang mahasiswa bukan karena aku mengenakan celana jeans dan T-shirt waktu itu, melainkan karena dia mengira bahwa wajahku terlalu imut untuk pantas menjadi seorang dosen. LOL.

FBS UA 13.00 280906

Secret?

 
12 March 2011, at home

I realize that I am an extrovert person so that it is not really difficult for people to find out what has been happening to me. Besides, I also need to open up myself. I just cannot keep all things by myself, including a very trivial thing, such as some trivial experiences I have that I often write here in my blog--sitting in front of this computer for hours, while blogging, emailing--and some other things. Moreover when I feel annoyed coz of someone, I really have to tell someone else, writing to dead papers (read => my diary) is no longer enough for me.

This blog technology has lured me to write more and more, to express myself more and more. Having a "free of charge" therapist (read => my only Abang) also has lured me to express myself more. LOL. In short, I have to pour out anything on my mind to make myself feel better. Self-centered, isn't it? Yes, I've got to admit it, but I write it here in my blog, and I don't force anybody to read what I write here. If my friends find it interesting, they will read it (probably). If not, it is okay, I have poured out what I want to spit. LOL.

It reminds me of my own comment on PRIME the movie, where the main character needed to go to a therapist to tell her relationship with a guy 14 years younger. She needed to open herself about her intimate relationship with him, but she didn't feel comfortable to tell anybody else.

I don't need to go to a therapist. (yet? LOL.) I just need this blog technology, my dead papers--diary--, and my living papers alias my reliable garbage bin. Huehehehe ...

"You no longer have secrets, Nana," my Abang said.

"Oh well, Bang, what I write in my blog is not a secret for me. Everybody in the world can know this. And it is okay for me." I responded. "But, of course I have some, or maybe many, secrets I keep for myself." LOL.

"What is secret anyway, Bang?" I asked. huehehehe ...

FBS UA 15.00 280906

P.S.: Just got my Abang's email that I really want to reply as soon as possible. So I stop writing here. LOL.

Wednesday, September 27, 2006

Scribbling

Seandainya tidak ada teknologi blog ...

1. Ketika di kantor (terutama di musim break semester seperti sekarang ini), aku akan menghabiskan waktu hanya ngerumpi dengan rekan dosen yang lain.
2. Jikalau tidak ada teman untuk ngerumpi, aku akan menghabiskan waktuku menulis di buku harian (I have to express myself!!!)
3. Terlalu sering menulis di buku harian, akan cepat menghabiskan buku itu, sehingga aku harus sering membeli buku baru :-((
4. Terlalu sering menulis di buku harian, balpoint juga bakal cepat habis, harus beli yang baru lagi, lagi, dan lagi :-((
5. Setelah jari jemariku capek untuk menulis di buku, akhirnya aku akan membaca buku.
6. Membaca buku membuatku ingin menulis lagi.
7. Ingin menulis berarti kembali ke point 2, 3, 4, 5, 6 ... seperti lingkaran yang tak berkesudahan. LOL.

Finding blog technology is a great relief
Finding good friends here is a greater gift

FBS UA 12.15 270906

Jeans versus Dosen

Ide menulis artikel ini kudapatkan ketika membaca artikel Aquarini di bukunya KAJIAN BUDAYA FEMINIS yang berjudul "Jins, Dangdut, dan Dosen".

Di universitas tempat Aquarini bekerja, ada tulisan "Berpakaianlah sesuai profesi." Dan silakan terjemahkan sendiri apa makna peraturan tersebut. :-)

Di universitas tempatku kerja ada peraturan yang lebih jelas, perempuan harus memakai rok, atasan blus, atau blazer, sedangkan laki-laki celana panjang untuk bawahan, dan hem untuk atasan.

Di Fakultas tempatku bekerja, dosen perempuan sudah sangat biasa memakai celana panjang dan sama sekali kita tidak melihat signifikansi antara bekerja sebagai dosen dengan tugas utama mencerdaskan kehidupan bangsa (baca => mengajar) dengan harus memakai rok? Ada apa dengan memakai celana panjang? Walhasil, teman-temanku yang dosen sastra itu (sastra berarti seni, mana ada orang seni yang suka mengikuti peraturan? apalagi peraturan yang tidak jelas signifikansinya seperti itu?), tetap saja memakai celana panjang dengan blazer ketika mengajar. Toh, menurutku mereka tetap kelihatan rapi, dan tertutup kakinya, dibandingkan dengan memakai rok yang selutut misalnya, ataupun yang di atas lutut. :)

Bagaimana dengan memakai jeans?

Sewaktu aku kuliah di American Studies UGM, aku harus sering mondar-mandir Semarang--Yogya--Semarang. Perjalanan yang kutempuh kurang lebih tiga jam naik bus tersebut kurasakan akan sangat nyaman jikalau aku memakai celana jeans plus T-shirt. Hari Minggu biasanya aku berangkat ke Yogya, hari Kamis aku pulang ke Semarang dan kelas yang kuampu jam 10. Sudah merupakan pemandangan yang biasa kalau mahasiswaku melihatku datang dan mengajar di depan kelas sambil mengenakan jeans dan T-shirt. I told my students, "Kita sama-sama mengenakan jeans dan T-shirt, yang membedakan mengapa saya adalah dosen di sini sedangkan anda adalah mahasiswa saya adalah, saya membaca buku lebih dahulu daripada anda." LOL.

Kebetulan ketika aku kuliah dulu, dua dosen tamu dari New York dan Michigan, kedua-duanya tipe dosen yang rapi, mengenakan hem dan celana panjang yang bukan jeans. Namun aku bisa melihat dari cara pandang mereka bahwa yang penting dari seorang dosen adalah apa yang ada di otaknya, yang akan dia bagi kepada para mahasiswanya, daripada apa yang melekat di tubuhnya.

Agree???

Btw, itu dulu. Sekarang "seragam kebesaranku" adalah rok panjang warna hitam dan blazer hitam, atau blus hitam. And my students call me as "Ms. Black." And I don't mind it at all. :-) Memakai jeans hanya kadang-kadang ketika aku ke kantor hari Sabtu.

FBS UA 11.30 270906

P.S.: Aku belum selesai membaca artikel Aquarini, baru satu paragraf dan aku sudah tak tahan nafsu untuk menulis pengalamanku sendiri di sini. LOL. Itu sebabnya tidak ada hubungannya dengan dangdut, karena kebetulan juga I don't like this genre of music. :-)

Annoying Student

I was about to leave the teachers' room yesterday when a tone in my hp signalling that a message arrived. I opened it:

+6224702xxx: "I was so busy that made me only able coming over to campus yesterday. And I found E for my KKP lesson on the KHS. I don't know what should I do mom. Do you have any suggestion?"

My reply: "Repeat next semester. You didn't give me the result and the form from BAAK that I could fill in your score. So, no score from me. Sorry.

FYI, this particular student (btw, look at the grammatical mistake he made in the message LOL) often asks teachers' understanding for his being busy doing his business, and for that, he thinks that teachers must understand his position. Understanding him means to give him privilege. Who the hell does he think he is??? (Keluar judesnya si Nana. LOL.)

FYI (again) when the first time that particular student joined my class--Introduction to Literature--in 2003, at the beginning of the semester, I found him somewhat outstanding among his peers with his fluent spoken English. He talked a lot. But then the result of his mid-test and final-test showed that he was just an average student. His excuse was, "I don't like LIterature. What the hell is studying it for? I would prefer subjects such as "Speaking", and some others." His excuse showed that he didn't really grasp what I explained in the class. :-((

And I must say that his fluent spoken English (but bad grammar LOL) has made him confident to give private lessons outside. Having many private students boosts his confidence that he is "smart" --still without realizing that his grammar must be improved a lot.

With his considering himself as 'smart', I can feel that he somewhat underestimates the teachers here. During the process of paper consultation, he sometimes looked at me underestimatingly when I gave him some correction for his paper.

Another annoying thing is when he asked me, "What makes internet so attractive to you? Coz anytime I come to this teachers' room I oftentimes find you sit before this computer and busy internetting? I found it very boring."

I (unavoidably) related that suspicious question to the majority people who "suspect" that internet is the way for people to get one-night-stand partner. :-((

Coldly but trying to be patiently, I answered, "Oh, don't you know that internet is a very huge library? Any data you are looking for can be found here, as long as you come up with the correct keyword. Just type the keyword in the search engine, and voila ... the data you need is before your nose. So far, internet has always become my best friend in getting data and information."

Still, that annoying student looked at me disbelievably.

Huh!!! What am I supposed to do with such an annoying student?

FBS UA 10.00 270906

Tuesday, September 26, 2006

Kenangan di Bulan Ramadhan

Aku membagi masa kecilku menjadi dua bagian, pertama ketika aku sekeluarga masih tinggal di suatu daerah yang disebut Bulustalan. Kedua, ketika aku sekeluarga tinggal di satu daerah yang disebut Pusponjolo. Kedua tempat ini terletak di Semarang, kota kelahiranku dan bersaudara.

Ketika aku SD (di Bulustalan), setelah berbuka di rumah, aku dan kakak adik plus teman-teman tetangga menuju masjid terdekat untuk shalat Maghrib berjamaah. Setelah itu pulang, dengan meninggalkan sajadah dan mukena di masjid agar tidak kehabisan tempat nantinya. Di rumah, aku dan kakak adik makan.

Saat adzan untuk shalat Isya, aku dan adikku (perempuan) plus Mamie pergi ke masjid untuk shalat Isya dan tarawih bersama. Kakakku (laki-laki) pergi ke masjid bersama Papie, dan bergabung dengan laki-laki. Masa-masa yang kunikmati ketika kecil, karena bisa bermain bersama-sama dengan teman-teman.

Ketika aku SMP dan SMA (di Pusponjolo), berangkat ke masjid tidak lagi menjadi kebiasaanku sekeluarga karena letak masjid yang agak jauh (dibandingkan dengan ketika kami tinggal di Bulustalan). Satu kamar di rumah difungsikan sebagai musholla, tempat kami shalat bersama. Papie sebagai imam dan yang lain—Mamie, kakak, aku, dan adik-adik menjadi jamaah. Kadang-kadang kami sekeluarga berangkat untuk shalat Maghrib, Isya plus Tarawih ke kantor Papie yang sering menyelenggarakan buka puasa bersama dilanjutkan dengan shalat Maghrib, Isya, dan Tarawih berjamaah.

Setelah lulus SMA, aku pergi ke Yogya untuk melanjutkan kuliah di Sastra Inggris UGM, membuatku tak lagi mengikuti ‘ritual’ sepanjang bulan Ramadhan. Satu hal yang kupelajari ketika berpuasa jauh dari orang-orang tercinta itu adalah tak ada lagi persediaan makanan yang “gila-gilaan” ketika berbuka. (Oh well, aku tahu Papie Mamie menyediakan makanan yang berlebihan untuk berbuka itu karena cintanya kepada kami, anak-anaknya.) Aku jadi rajin memasak karena malas keluar kos untuk membeli sahur. LOL.

Bulan Ramadhan tahun ini, aku berada di Semarang (tahun 2003-2005 aku berada di Yogya). Seberapa pun cintaku kepada anak semata wayangku, aku tidak menyediakan makanan yang berlebihan untuk kita berbuka bersama. Eman-eman duitnya, euy. LOL. (Oh, ibu yang pelit, huh? LOL.) Oh well, whatever people say deh, LOL, aku berpikir bahwa berpuasa adalah satu ajaran agama agar orang mampu menahan nafsu; nafsu amarah, nafsu serakah, termasuk juga nafsu makan yang gila-gilaan itu setelah berbuka. Dan Angie selalu merupakan anak yang sangat pengertian.

PT56 23.19 240906

Ramadhan Month

(FYI Ramadhan month is the holiest month for Muslim where Muslim people do the obligatory fast for 30 days.)

My parents started to teach me to fast since I was in the first grade of elementary school, I was about seven years old at that time. As this was the first time—the first experience for me—they taught me to fast only until noon—the time for Dzuhur pray. I could have my breakfasting around 12.00. When I was in the second grade of elementary school, my parents taught me to lengthen the fast till Asar pray time. I could break my fast around 15.00. And when I reached the third grade of elementary school, I could fast just like adult people, until Maghrib pray time, around 17.45. Since I didn’t get my period yet, I didn’t have time to be ‘off’ to fast.

I finished reciting Alquran the first time (“khatam” is the Arabic word for this), when I was in the third grade of elementary school. And when I was in the fourth grade of elementary school, my father taught me to recite Alquran one chapter (in Arabic we call it as JUZ) one day during Ramadhan month. Therefore, in one Ramadhan month, I could finish (khatam) one Alquran that consists of 30 chapters (JUZ). As a good teacher, my late father did that too. He read three chapters one day that meant he could “khatam” Alquran three times during one Ramadhan month.

I remember during the fasting month, my parents prepared many kinds of food for breakfasting at the Maghrib pray time. Some people call it as “to take revenge”, LOL, after not eating and drinking anything for more than 12 hours a day, then at breakfasting time, we could eat anything we wanted. Delicious snacks were prepared by my mom at Maghrib time. After praying Maghrib and Isya plus Tarawih, then we ate a big meal.

Without his awareness, my late father taught my siblings and me something that was not really appropriate coz it was not really the essence of fasting, I assume (now). Why should we do something like ‘taking revenge” after fasting for more than 12 hours? “Eat as many as you can now that you can do it, before the time to fast comes again,” was a lesson I recognized. My late father was not the only one who thought so, of course. Abundant Muslim people do that too in Indonesia.

The time I started to learn how fasting was really like, and after breakfasting I didn’t “take revenge” was when I was in my undergraduate study. I was out of town, living all alone in a boarding house. The limited money I had as a student couldn’t make me buy as many kinds of food to eat for breakfasting. And I survived. LOL. When my late father knew about this, he said, “Oh poor you my dearest daughter.” But still he didn’t give me more pocket money per month. LOL.

Three years after I studied out of town, my father passed away. Since then on, no more extra food during Ramadhan month for breakfasting. My mother doesn’t work, she just gets some pension money every month from my later father’s office coz my father used to be a civil servant. She sometimes provides extra food for breakfasting, yes, but not as “crazily” as when my father was alive. LOL.

I taught Angie—my only daughter—to fast just like my parents did to me; since she was in the first grade of elementary school. She could fast for the whole day—from dusk till dawn—since she was in the third grade of elementary school. However, I free her from an obligation to recite Alquran one JUZ for one day. I suggested her to recite Alquran more than during the other months. I was not as fussy and strict as my late father though. LOL. I focus more on raising her to be a good person—not harm other people, not easily judge other people as bad people only coz they have different religions from us. I have found many people who recite Alquran everyday, pray five times a day, but at the same time harm other people too. My late father as the best example to me was the only one I have found so far in my life; that by being a good Muslim (read è pray five times a day, recite Alquran everyday, fast during Ramadhan month, pay zakat by the end of Ramadhan month, go pilgrimage to Mecca), he didn’t do harm to other people. I believe there are many other good Muslim people just like my father, only I don’t know then personally. And in my own experience, I know many other good people who are not Muslim, even those who are non-believers; one thing that my parents didn’t teach me when I was a kid.

Happy fasting for my blog readers who practice it during this holy Ramadhan month.

PT56 22.52 240906

Saturday, September 23, 2006

Picture



Here is the picture of Angie and me, at the same occasion in the previous post :)
wearing jeans and a t-shirt to attend a wedding party? why not? Here is the non-conformist Nana. LOL.
JDC 16.00 230906

Pictures



This picture was taken on September 17, 2006 at SWAGAYA photo studio, Citraland Mall, Semarang, after attending a wedding party of a friend, with Angie.

Nana si Judes

Yang menganugerahiku gelar "Nana si Judes" adalah orang yang kuberi loving nick "Guardian Angel". Betapa teganya dia ya??? :-((

Dan hari ini aku sadar, memang aku ini judes kok. LOL. Contohnya begini.

Beberapa jam lalu di sebuah salon yang terletak tak jauh dari tempat tinggalku. Setelah usai di-steamer (setelah creambath), sang kapster mencuci rambutku sebelum mengeringkannya. Di ruang yang sama, di tempat cuci rambut yang lain ada seorang customer dan kapster yang lain pula. Terjadi percakapan antara mereka berdua.

Customer: Mbak, kalo dari sini mau ke jalan Gajahmada, naik apa ya?"

Kapster: Hmmm ... naik becak saja mbak, gampang.

Customer: Masak sih boleh dari sini naik becak ke jalan Gajahmada?

Kapster: (bengong) ... oh? ga boleh yah naik becak dari sini?

Aku sempet terheran-heran dengan obrolan kedua orang tersebut. Masak naik becak saja tidak boleh? Sekarang sudah bukan jaman orde baru dimana ada beberapa ruas jalan (di Semarang) yang tidak boleh dilewati becak. Kalo pun di jalan Pemuda tidak boleh dilewati becak, kan ada jalan alternatif lain. Tetap sajalah jalan Gajahmada bisa dicapai naik becak.

Customer: Saya mau ambil laundry di jalan Gajahmada. Oh ya, mbak tahu ga Sri Ratu Department Store? Gini aja, mbak tahu nggak jalan kesana kalo dari sini?

Kapster: Oh, kalo ke Sri Ratu naik becak aja mbak.

Aku langsung ga tahan nafsu untuk tidak nimbrung, padahal biasanya aku orang yang paling cuek ngurusi masalah beginian. LOL. (Aku menyimpulkan bahwa kapster tersebut bukan berasal dari Semarang, sehingga dia tidak tahu jalan.) Aku langsung menoleh, dan (dengan berbaik hati) mencoba memberi saran.

Aku: Naik bis kota aja yang jurusan Pasar Johar. Kan lewat Sri Ratu tuh.

Customer: Hah? Naik bis kota? Memang ada ya bis kota?

GUBRAK!!!

Aku sempat bengong tidak tahu harus bilang apa. (Guardian angel-ku menggelariku si kuper, gadis pingitan, yang gak pernah pergi kemana-mana kecuali kantor, fitness center, dan warnet! Ternyata ada orang yang jauh lebih super kuper dariku! HAHA ...)

Customer: (lagi) Emang ada ya mbak bis kota di sini?

Setelah bengong beberapa saat, dan tidak habis pikir, akhirnya keluarlah kalimat judesku.

Aku: Emang tinggal di mana sih masak bis kota di Semarang aja ga tahu? Dari planet mana yak???

Customer: Loh, katanya ga ada lagi bis DAMRI di sini? (dengan lugu => lucu tur guoblok. LOL.)

Kapster: (dua-duanya yang berada di ruangan itu) Yah ... banyak dong mbak kalo cuma bis kota sih di sini.

Aku: Emang dari mana sih kok bis kota di Semarang aja ga tahu? (dengan agak mengurangi judesku. LOL.)

Customer: Ya ... sering sih saya ke luar kota.

Untung kapster yang mencuci rambutku sudah selesai melakukannya, aku langsung kabur ke ruangan lain, tempat mengeringkan rambut, sebelum judesku tambah-tambah lagi. LOL.

JDC 15.20 230906

Friday, September 22, 2006

Paper Examination 3

 

Officially, I have finished examining the students for their final assignment. From eight students I examined for three days--September 18, 19, 20, 2006--two students failed in their comprehensive tests. I forgot to tell you that in the final examination there are two kinds of tests the students have to face; first comprehensive test; and second the paper examination itself. It means those two students haven't got their paper examination yet coz they didn't pass the compre test.

However, my workmates and I were quite generous, LOL, coz we didn't directly fail them. We gave them the second chance to have the exam in this final examination season this semester. And this morning, I had an appointment to retest those two students.

The first student, she still didn't answer my questions satisfactorily. :( I was very sad, that's for sure. The other two examiners also said the same thing. My friend, M, as her first paper consultant even complained to me to see this particular student's passivity to prepare herself for the examination. M also complained about her lacking of struggle to write a better paper, using a very illogical (for me) reason, "I am already married, Ma'am. What do you expect from a married woman? I just want to finish the study soon." Of course it made me very unhappy to hear that. :((

The second student could answer my questions quite satisfactorily. I also could see her struggle to prepare herself for this second chance. However, when coming to her paper examination, I was very disappointed. I already could see that her paper far from being good--not to mention perfect. Since she was in my classes several times, I already knew her capability. Therefore, I wasn't shocked when reading her disorganized paper. She passed the comprehensive test, but not the paper exam. It means she has to take the exam again next semester. And so does the first student.

FBS UA 13.15 220906

September 21, 2006

Hari ini kegiatan menguji skripsi sudah usai. Syukurlah. So, setelah ngantar Angie ke sekolah, aku langsung ke Paradise Club, untuk fitness dan aerobics. I already miss it a lot after not doing it for three days in succession.

Aku fitness dulu selama kurang lebih 20 menit di lantai satu, baru kemudian naik ke lantai dua untuk menuju ke ruang erobik. Sesampai di sana, sudah lumayan rame. Dan tak lama kemudian instruktur segera memulai. Tiga hari tidak erobik sama sekali membuatku merasa enjoy banget waktu mengikuti gerakan instrukturnya. Kalo tiap hari, aku kadang-kadang jenuh juga mengikuti gerakannya, sehingga kadang kutinggal kabur ke ruang fitness untuk cycling maupun climbing.

Pulang dari PC, aku sampe rumah jam 9. Sebelum mandi, aku mencuci some clothes first. Selama tiga hari aku tidak mencuci baju kecuali seragam sekolah Angie yang akan dia pakai. Selesai mencuci dan mandi sekitar jam 10.30.

Masuk kamar, ngecek hape, ada 1 sms, and voila ... from the one I have been waiting, Abangku!!! LOL. Dikira aku udah nyampe kantor kali, kok aku sama sekali ga nyapa dia lewat yahoo, baik lewat personal message maupun lewat milis. Lah, aku masih di rumah, terisolasi dari dunia internet. LOL. Gimana mau nyapa??? (FYI, memang sengaja aku tidak sambungkan tuh modem di compie-ku ke telepon, agar aku tidak lepas kontrol, ngenet melulu, ngeblog melulu, main di milis melulu, chatting dengan Abang melulu, wakakakaka ...)

Setelah mengeringkan rambut (sehabis mandi keramas tadi), aku buru-buru ke kantor. Sesampe di kantor langsung buka mailbox-ku di yahoo, found lots of new messages in it, and recognized some from Abang yang ga sabaran nunggu aku online. Huahahaha ... But, akses super lelet nih di sini!!! :(( "Akses gratis kok minta cepet," komentar seorang rekan kerja. hehehehe ... Iya deh. LOL.

Today I have no teaching schedule. It is term break at the English course where I work as a part-timer. I will linger at the office then until 4pm later. Bukan mau sok jadi diligent employee, mumpung lagi ga ada sabetan aja, and nothing else to do, ya nikmatin aja nih teknologi internet di kantor. :)

FBS UA 210906

below are the pictures of the swimming pool of Paradise Club, taken in December 2018



 As far as I remember the pool was closed down around 2018/2019. The cause was an accident in the pool where 2 / 3 students of a junior high school were drowning and the teacher didn't realize it. 

After pandemic of covid 19 was over, the pool is still closed down.

29 November 2023

Narcissist Nana :-D

Sejak kapan yah aku suka difoto? Well, sejak duduk di bangku SMA kayaknya, ketika seorang teman sekelas suka bawa tustel kalo kita sedang acara bersama. Aku mulai pede untuk tersenyum di kamera juga sejak SMA ini. LOL.

Waktu SMP, aku punya pen pal yang dulu tinggal di Subang, namanya Ida Danakusuma. Trus, dia pindah ke Bandung, sebelum kemudian pindah ke Jakarta. Setelah dia kirim pic ke aku, kalang kabut aku ke photo studio untuk befoto ria. Entah sekarang dimana yah foto itu? Ida dan penpals yang lain yang membuatku once in a while nyamperin photo studio untuk berfoto ria. FYI, sejak SMP aku memang suka berkorespondensi. Hobby berlanjut sampai I married Angie's dad in 1990.

Waktu kuliah S1, aku punya teman sekos, mbak Nanni yang dari Madiun, yang kuliah di Fak. Hukum UGM angkt. 1984, yang berhobby sama denganku, difoto. Wakakakaka ... narcissist banget. hahahaha ... Pada saat tertentu, kita berdua ke photo studio. Digital camera belum ngetrend lah. Kebetulan aku dan teman-seman sekos kadang-kadang jalan-jalan ke Kaliurang atau ke Parangtritis sama-sama, tentu pake jepret-jepretan lah. (But kemana tuh foto-foto dulu itu??? :(( )

After the little Angie was born in 1991, hobby ini berkurang, jadi paling suka jepret Angie. Dan ketika aku ikutkan Angie ke modelling school, dengan tujuan dia lebih pede tatkala tampil di depan umum dibanding nyokapnya, tentu Angie lebih mengenal dunia berfoto ria dibanding aku waktu kecil. Juga lebih mampu mengendalikan demam panggung.

Hobby berfoto ria kembali lagi, when I was having relationship with that Californian. LOL. He really loved to get my pictures. LOL.

Sekarang, aku masih seorang narcissist. LOL. Not for my pictures though, but for my writing. Once in a while going to photo studio yah ... kali-kali aja teman-teman friendster-ku bosen ngeliat fotoku yang itu-itu aja. LOL. Jadi kadang-kadang perlu diberi yang baru. KALEEEEEEEEEEEEE!!! hahahahaha ... Dan akhir-akhir ini aku mulai berusaha mengontrol emosi dan mengurangi judesku kalo sampe ada orang yang usil lewat friendster ini, such as sending message, "Hey pretty, have a hot date with me, will ya?" Resiko jadi selebriti? wakakakaka ...

FBS UA 17.43 200906

A Rose for Emily


 Now I want to write a little about "A Rose for Emily", a short story written by William Faulkner. Prof. Hugh Egan, one guest lecturer from Ithaca College when I was at UGM assigned us to read this short story to discuss in one class--Cultural Eras. Emily is from an aristocratic family that is still inclined to her aristocratic ancestors, forgetting the fact that she no longer lives in that era anymore. Her fussy father who has too high self-respect tends to show objection to any man trying to be intimate to his only daugher--Emily; judging them as too low for Emily. Consequently, she is still single after she reaches middle-aged time.

Faulkner is a guaranteed name for a qualified work. Of course in this short story, people can find many moral lessons. However, in this writing, I just want to focus on one thing--Emily ends up in her loneliness.

When her father is still alive, no single man has guts to be close to Emily coz the father will always be able to find the weakness of him. This made Emily a recluse, an aloof person, not sociable at all. Until one day, there is a big project done in the neighborhood. One worker--Homer--seemed to have a special relationship with Emily. The neighbors think that finally Emily will marry Homer. But, again, her aunts from her father show disagreement with that relationship. And one day, suddenly Homer disappears without news.

Many years later, after Emily passes away, and the neighbors forced to enter the house, they find her dead body in one bedroom upstairs, showing hints that next to it, there was another dead body--Homer's.

FBS UA 200906

Waiting


 

These last three days I have arrived at the office around 07.00am after taking Angie to school, due to the examination season. And since the automation of the lift and the door to enter the teachers' room made me not able to directly go to the tenth floor where my office is located, I've got to find a quite comfortable place to wait. :( The canteen situated at the back of the campus at last became my choice. It was still quiet, no student arrives yet, so I could do one very relieving thing to do for me--scribbling in my "portable" diary. :) Besides that, I also spent the time to read some papers I would examine.

Around 8am, I went upstairs now that the security guard was already ready to serve the lift "passengers", LOL, lecturers and students, and some other employees. If I were lucky I would find the door of the teachers' room already open, that means the secretary of the dean already came and open the door. It is coz only she that has got the automatic card to open the door. Shit, napa repot amat sih? If not, yeah ... I've got to wait for some other time sitting in the hall. I just talked to the janitor, "Well ... once in a while, I sit here, to feel like a student while waiting for the class or teachers." LOL.

It means that I had to waste one hour that in fact I could do to check my mailboxes and blogs, to greet my friends at the mailing lists, and to check the new comments in my blogs and the statistics that always makes me happy. LOL. (Knowing that I am quite popular with those people viewing my blogs. :)) "Dasar Narcissist!" Abang said. Hahahaha ...

After this hubbub of this paper examination is over, well, I will go to Paradise club again after taking Angie to school, and stop complaining about "my body that is not delicious" coz lacking of doing exercise. Hahahaha ... Have more time to write articles for my blogs, and type emails to my guardian angel. (FYI, he himself complained with that loving nick I gave him, "guardian angel". Ah, he just didn't know how relieving and heavenly it is for me to have a "free of charge therapist". LOL. LOL.) Ah well ... this is just coz of my romantic nature, I always want to dub a loving nick to my loved ones; such as "my lovely star' for Angie, "my soul mate when I was in Yogya" for Julie, "Lelaki Terindah" for my hunk. And both Angie and Julie also complained. LOL. And so did that hunk. LOL.

I have just finished examining a student. When she was in my classes, she wasn't really a smart one. However, she could answer my questions well enough. I really appreciated her effort to prepare herself well for this exam. Now, I am waiting for the time to examine the second student. And after that, the third student.

FBS UA 09.18 200906