Search

Tuesday, April 10, 2012

Narsisku Bahagiamu



Sebagai 'prolog' sebelum membaca postingan ini, mohon dibaca tulisan yang ini dulu ya? :)

Akhirnya tibalah saat aku harus menuntaskan tugasku: menyerahkan hadiah hiburan kepada Mas Daryono, si penjual lekker yang biasa mangkal di depan SMPN 1, di daerah Manahan, Solo. 

Sabtu 7 April aku meninggalkan Kaligawe Semarang sekitar pukul 06.00, dengan Austin meringkuk di bagasi bus. :) Perjalanan cukup lancar sehingga bus sampai di Kerten Solo sebelum jam 09.00. Mampir dulu ke rumah Ranz untuk menaruh backpack, kemudian aku dan Ranz ke bengkel sepeda langganan Ranz untuk memperbaiki shifter Austin yang berat untuk dipindah. (Terpaksa kalau gowes nanjak, minimal nanjak Gajahmungkur – Rinjani – Kaliwiru, aku tetap menggunakan gear 6. Wew ...) Jadinya, shifter ‘asli’ bawaan Austin diganti.

Dari bengkel, kita langsung menuju Manahan. Anak-anak SMP N 1 sebagian sudah keluar, dan mengerumuni beberapa penjual yang sengaja mangkal di depan gedung sekolah, termasuk gerobak kue lekker Mas Daryono. Karena ramai, aku dan Ranz menunggu beberapa lama hingga tiba saat yang tepat dimana ga banyak pembeli mengerumuni MD. :)

Aku hampir ga yakin apakah MD masih ingat aku yang mewawancarainya bulan Desember 2011, meski ketika pertama kali aku datang, MD menatapku dengan sorot mata yang aku pikir – atau aku harapkan – mengenaliku. :)
 
“Taksih kemutan kulo, Mas?” tanyaku – mempraktekkan boso Jowo Kromo. :)

“Mbak-e nderek klub sepeda nggih Mbak?”

Nah lo. Ga nyambung kan? Wekekekeke ...

Sebenarnya sempat kepikiran untuk ngeprint tulisan dan foto di link ini untuk sekedar mengingatkannya bahwa aku pernah mewawancarainya, jepret sana jepret sini, dimana aku juga ikutan narsis berpose ala penjual :-D Namun ga jadi. Akhirnya aku hanya bercerita sedikit bahwa hasil wawancara bulan Desember kemarin itu aku ikutkan lomba di lapak www.multiply.com dimana MD – sebagai salah satu pedagang yang kuwawancara – mendapatkan hadiah hiburan. Berhubung Ranz yang wong Solo bilang rada ga etis kalau uangnya dipamerin, maka hadiah hiburan dari panitia dan donatur itu kumasukkan ke dalam amplop, dan amplop itu kuserahkan kepada MD.

You can imagine tentu MD bengong. Hihihihi ... Karena aku ga mau mengganggunya dengan kemungkinan bakal banyak lagi pelanggannya datang mengerumuni, amplop langsung kuserahkan, dan sang fotografer mengabadikan, untuk bukti kepada panitia lomba “Narsisku Bahagiamu”. 

Setelah itu, aku langsung meninggalkan tempat setelah beberapa kali MD mengucapkan terima kasih dengan sorot mata bingung. :)
 
By the way, busway, jika ada lomba sejenis lagi, aku mau ikut lagiiiiii.

GL7 11.38 090412


Some comments from next door site

bambangpriantono wrote on Apr 10
Pertamax sik aaaahhh
afemaleguest wrote on Apr 11
Pertamax sik aaaahhh
pek-o wes :)
bambangpriantono wrote on Apr 10
Wonge pasti bingung2 seneng oleh rejeki numplek
afemaleguest wrote on Apr 11
Wonge pasti bingung2 seneng oleh rejeki numplek
harapanku yo ngono kuwi :)
henidebudi wrote on Apr 10
xixixi

mba nanaaaaa miss u..

apakabarnya??
afemaleguest wrote on Apr 11
xixixi

mba nanaaaaa miss u..

apakabarnya??
Heniiiiiiiiiiiiiiiiiiiii
kok lama ngilaaaanggg???
sibuk apa aja siyyyy?
:)
penuhcinta wrote on Apr 10
Terima kasih sudah disampaikan ya, mbak.
afemaleguest wrote on Apr 11
Terima kasih sudah disampaikan ya, mbak.
sama-sama Jeng
:)
mawarangel wrote on Apr 12
senengnya bisa bikin orang bahagia padahal gak sengaja juga.... so sweet :* hehehe. #humanity
afemaleguest wrote on Apr 12
@Mawar,
betul :-*

Tuesday, April 03, 2012

Earth Hour

Apa sih susahnya ikut menjaga bumi dengan mengikuti himbauan pemerintah – atau pihak mana pun – untuk mematikan listrik pada jam yang disarankan? Mengapa harus pakai protes PLN di daerahku sudah sering byar pet maka ga perlu lah aku matikan listrik di jam yang konon dipersembahkan untuk ‘bumi’? Ga perlu pakai protes juga bahwa toh dalam kehidupan kita sehari-hari kita merasa cukup hemat dalam penggunaan listrik sehingga tak perlu lagi mematikan listrik pada ‘earth hour’. Ga perlu pakai woro-woro bahwa selayaknya yang perlu dan harus memberlakukan ‘earth hour’ hanyalah negara-negara yang setiap harinya boros listrik, yang di kota-kota besarnya memiliki gedung-gedung pencakar langit yang tentunya sangat membutuhkan banyak listrik untuk menjalankan lift.

Apa susahnya mencintai bumi?

**********

Tahun 2003 ada seorang dosen tamu di kampus. Namanya Professor Hugh Egan, berasal dari Ithaca College New York. Beliau kebetulan ketiban sampur mengampu dua mata kuliah, “American Cultural Eras” dan “American Multiculturalism”. Berhubung latar belakang pendidikan Prof Egan adalah Sastra maka ketika mengampu dua mata kuliah itu, kita membahas banyak karya sastra, mulai dari puisi (puisi Anna Bradstreet, Emily Dickinson, Walt Whitman dll), prosa (khotbah John Winthrop yang terkenal dengan frase “city upon a Hill” yang mengacu ke the New World, Amerika, “Common Sense” karya Thomas Paine, dll) cerpen (“The Law of Life” karya Jack London), dll.

Satu hal yang mengingatkanku pada Prof Egan yang berhubungan dengan ‘Earth Hour’ adalah pada satu waktu ada kerusakan jaringan listrik di UGM sehingga beberapa kali kuliah Prof Egan listrik mati. Tidak ada lampu. Tidak ada AC. Meski sempat komplain listrik mati kita mahasiswa tetap antusias datang ke kampus, mengikuti kuliah Prof Egan.

Segalanya berjalan seperti biasa.

Namun ternyata bagi Prof Egan, listrik mati sedangkan kehidupan kampus berjalan seperti biasa adalah satu hal yang luar biasa baginya. Jika hal tersebut terjadi di kampusnya, Ithaca College New York – atau pun kampus-kampus lain di Amerika – maka kekacauan akan terjadi disana sini. Lift tidak bisa jalan, fotocopy tidak bisa dilakukan, komputer mati, dll. Cukup satu hari saja listrik mati di Amerika, itu berarti lumpuh total bakal melanda kehidupan masyarakat disana. Cukup satu hari saja.

Di Indonesia – terutama di kehidupanku di Semarang – listrik mati tidak akan melumpuhkan kehidupan. Barangkali hanya satu dua saja perusahaan. Misal, jika di bank listrik mati maka tidak akan bisa memproses beberapa hal, namun aku yakin di beberapa hal lain lagi, kehidupan masih akan terus berjalanan.

Barangkali pemadaman listrik di ‘earth hour’ akan sangat berarti banyak jika hal ini dilakukan di negara-negara yang tingkat ketergantungan pada listrik begitu tinggi. Misal Amerika.

Namun apa sih salahnya kita ikut mencintai bumi dengan mengikuti gaya hidup hijau? Dan salah satunya begitu mudah kita lakukan: matikan listrik dalam jangka waktu satu jam!

PT56 09.25 030412

Some comment from next door site

bambangpriantono wrote on Apr 3
Hahahaa..like this
afemaleguest wrote on Apr 3
Hahahaa..like this
^^
nanaskuningkeci wrote on Apr 3
like this banget plus setuju banget mba
afemaleguest wrote on Apr 3
like this banget plus setuju banget mba
Ranie,
ini gara-gara kesal malam Senin kemarin aku menulis di dinding lapak sebelah, eh, ada teman yang nulis, "ga ikutan, aku lagi ngecharge hape dan nonton stand up comedy" ...

rasanya dongkoooooolllll banget.
nanaskuningkeci wrote on Apr 4
Ranie,
ini gara-gara kesal malam Senin kemarin aku menulis di dinding lapak sebelah, eh, ada teman yang nulis, "ga ikutan, aku lagi ngecharge hape dan nonton stand up comedy" ...

rasanya dongkoooooolllll banget.
hahahha iya mba, sama... pas aku ribut earth hour, yang lain dengan entengnya bilang... "kenapa musti kita susah2? itu kan tugas PLN, PLN aja yang matiin"..duh gondok
afemaleguest wrote on Apr 3
aku sudah pernah baca Kang :)
tapi berkunjung lagi dan membaca lagi tentu boleh lah :)
agamfat wrote on Apr 3
sori ye, ane sedang nonton ANthrax waktu itu
rembulanku wrote on Apr 3
mari jaga bumi mulai dari hal paling sederhana
hemat listrik, hemat air *hemat bensin mungkin ga?*
hehehe
afemaleguest wrote on Apr 3
@Agam,
iya aku tahu dari postinganmu tapi kucuekin aja :-P

@Lala,
kalo aku hemat bensin sih bisa, naik sepeda ;-)
onit wrote on Apr 5
setujuuu cuma 1 jam kok

(pengikut e.h. yg kelewat jadwal thn ini. lost -_-;; -- tapi teteup rumahku gelap gulita krn pemiliknya lagi di kereta hehehe)
onit wrote on Apr 5
mari mencintai bumi.. supaya tetap ceria utk teman2 kecilku ini http://www.staplenews.com/home/2012/3/29/ducklings-learning-to-jump.html

Sakit


SAKIT

Siapa pun tentu setuju padaku bahwa tak seorang pun menginginkan sakit, baik sakit ringan maupun sakit berat. Sakit yang bagi beberapa orang tertentu membuat kita harus ke dokter karena sekedar istirahat saja tidak cukup. Sakit yang pada tingkatan tertentu membuat kita nelangsa “kok sakit?” sakit yang sebenarnya manusiawi namanya juga manusia hidup. Ya toh?

Kalau masalah pusing atau kepala sakit atau tiba-tiba suara menghilang tanpa sebab yang jelas – padahal jenis profesiku kan sering mengharuskanku bicara banyak – aku cukup sering mengalaminya. Namun pusing yang sangat pusing ditambah kepala sakit yang sakitnya seperti kepala dipukul palu kemudian batuk yang tak berkesudahan – untunglah minus ‘meler’ – barusan kurasakan selama satu minggu terakhir ini. (Sabtu 24 Maret sampai Sabtu 31 Maret.) You can guess rasanya ga enak banget dah.

Kronologi sakitnya begini.

Hari Jumat 23 Maret aku dan beberapa teman alumni SMP N 1 Semarang angkatan 1983 (alias yang lulus SMP pada tahun 1983) menyambangi rumah salah satu teman alumni yang berlokasi di Temanggung. Ada sekitar 6 – 7 mobil yang berangkat hampir berbarengan kesana. Kebetulan aku yang ditemani anak semata wayang – Angie – ngikut di mobil Cicik Harini. Kita duduk di baris kedua, bersama Mulyono, teman alumni juga. Aku duduk di tengah yang ‘kebetulan’ terkena semburan AC dari arah depan. (Kupikir ini adalah salah satu trigger utama, meski tentu jika tubuhku memang sedang fit semburan AC ga bakal begitu saja membuatku sakit.)

Pulang dari Temanggung, di rumah ada acara pengajian dimana aku dan Angie biasa menjadi seksi sibuk mengurusi snack dan minuman. Kebetulan penganan yang datang ada gorengan yang membuatku tergoda. Aku pun makan separuh mendoan, separuhnya lagi dimakan Angie. Sama sekali ga nyangka kalau separuh mendoan yang kumakan karena tergoda itu adalah trigger berikutnya. Tanpa ampun tenggorokanku gatal sangat. L Sampai beberapa hari selanjutnya.
Hari Sabtu pagi karena aku sudah janji mengajak Angie berenang (entah kapan terakhir kita pergi berenang bareng), I was stuck to that promise. Pagi-pagi aku menyiapkan diri pergi berenang. Kurang lebih jam enam pagi kita meninggalkan rumah menuju kolam renang Royal Dome yang terletak di daerah pantai Marina.

Setelah persiapan ini itu – beli tiket berenang, ke tempat ganti baju, ngobrol berdua Angie sembari ngemil untuk sedikit mengisi perut – aku dan Angie nyemplung ke kolam renang. Kita berenang kurang lebih selama satu jam.

Selesai berenang, kita sauna sekitar setengah jam sambil ngobrol ngalor ngidul ngetan ngulon. :)

Selesai sauna, kita mandi. Untunglah di Royal Dome air di shower bisa kita stel seberapa hangat/dingin air yang kita inginkan.  

Selesai mandi kita masih nongkrong di tempat ganti itu untuk mengeringkan rambut. FYI, Royal Dome bukan tempat yang biasanya ramai dikunjungi banyak orang maka kita menempati tempat itu ya santai saja, seperti milik sendiri, meski ada satu dua orang lain yang sedang mandi di ‘booth’ shower.

Tak lama kemudian kita pulang. Otw home, Angie kutawarin apakah dia ingin sarapan dimana begitu, dia memilih pulang. Ya sudah. Meanwhile, aku sendiri tidak merasa begitu lapar, namun kepala mulai sangat amat pusing. Tenggorokan tetap gatal seperti malam sebelumnya. Itu sebab sesampai di rumah, aku tidak segera sarapan melainkan memilih langsung tiduran di tempat tidur. Kuharap dengan tidur barang satu hingga dua jam kesehatanku akan pulih kembali.

But I was wrong.

Tenggorokan yang sakit sangat membuatku ingin batuk melulu dimana ketika batuk ini dibarengi juga dengan hasrat ingin tumpah. It happened several times. ‘Tumpah’ ini akhirnya berhenti setelah kurang lebih menjelang pukul duabelas siang aku memaksa diri makan untuk mengisi perut.

Ketika tidur lagi setelah makan itu, aku mulai merasa suhu tubuhku menghangat. Setiap kali batuk, kepala rasanya seperti dipukuli palu. Pada detik inilah aku mulai berpikir bahwa sakit yang kuderita bukan lagi sakit biasa yang kadang kurasakan namun sering kuabaikan dengan harapan olahraga akan memperkebal ke-immune-nan tubuhku. Aku perlu ke dokter.

Malam aku diantar Angie ke dokter Edo yang buka praktek di jalan Pusponjolo Barat. Unfortunately dokter Edo sedang berhalangan datang. Gantinya ada seorang dokter perempuan yang masih muda, berjilbab. Setelah menunggu kurang lebih 15 menit, aku diperiksa. Si dokter perempuan muda ini bilang, “vertigonya kumat Bu.”

Vertigo KUMAT? Weleh, aku belum pernah tahu aku kena vertigo, kok tiba-tiba dia menggunakan kata ‘kumat’? Ga enak banget kan? L Untuk itu, si dokter memberiku enam jenis obat, tiga jenis obat yang harus kuminum habis; tiga jenis lain tergantung. Jika kepala muter, jika suhu tubuh masih hangat, plus jika masih mual, maka aku disarankan meminum obatnya. Jika tidak lagi, ya tidak usah.

Aku selalu berpikir bahwa tubuh manusia memiliki jenis antibody yang akan bekerja untuk melindungi diri. Meski untuk itu tentu kita juga butuh istirahat ketika tubuh memang butuh diistirahatkan. Obat ya kita perlukan juga, untuk menambah daya tahan tubuh, terutama jika antibody tubuh kita menjadi kurang daya kerjanya.

Hari Minggu (25 Maret) dan Senin (26 Maret) aku hampir full rest di tempat tidur melulu. Turun hanya untuk makan dan minum obat.

Hari Selasa (27 Maret) aku sudah bosan di tempat tidur melulu. Maka aku paksain diri berangkat bekerja. I felt ‘stronger’ than the previous day. Di sekolah sendiri jadual ngajarku kebetulan hanya 3 slots, so I wouldn’t be tired. Berangkat sekolah aku diboncengin Angie. Meski aku mengenakan baju berlengan panjang dan jaket, aku tetap merasa dingin. Ah ... memang kondisi tubuhku belum fit. Nevertheless, aku merasa lebih sehat di sekolah ketimbang di rumah. Untunglah sore kelas di LIA sudah selesai, alias aku libur.

Berhubung aku merasa ‘cukup sehat’, sore pulang dari PBIS, aku mengajak Angie ke LIA, payday! Dari Tendean, kita ke Kampung Nasi dengan rencana mau jajan sup jagung, meski rada ga yakin juga karena kita tahunya KN tutup sekitar jam 15.00. Sesampe disana, oh, ternyata benar KN sudah memperpanjang jam bukanya, sampe malam. HOWEVER ... yang kita idam-idamkan untuk makan ternyata ga ada di menu. Ternyata, menu yang dijual di sore-malam hari berbeda dengan menu yang dijual pagi-siang hari. Mungkin pengelolanya berbeda, hanya mereka menggunakan tempat yang sama. Apa boleh buat? L sebagai ganti, Angie pesan ‘ikan gurame banjir’ dan nasi satu porsi. Yang penting pokoknya ada kuah banjirnya. :)

Pulang dari KN, kita mampir ke ADA. Well, aku lupa mengapa kita perlu mampir ke ADA. Semula sih memang kita masih berniat membeli sup jagung. But karena perut ga beneran laper, kita ga jadi. Angie beli es krim sedangkan aku ga berani mencoba. Aku beli 30 bungkus indo#### cappuccino karena terakhir belanja di ADA ga ada yang eceran. 

Sampe rumah mungkin sekitar maghrib dan baru aku sadar betapa aku lelah. Aku lupa bahwa aku belum begitu sembuh, sudah memaksa tubuh berlelah-lelah seperti ga sedang sakit aja.

Rabu pagi (28 Maret 2012), bangun tidur kepalaku muter banget. :( But mau ga masuk sekolah kok ga enak. L Angie yang kebetulan masuk siang, kuminta mengantarku ke sekolah sampe di depan gedung sekolah persis, sehingga aku ga perlu menyeberang jalan raya sendiri. Baru masuk di office, Grace dan Diyah menyapaku yang terlihat sangat pucat, “Pulang aja Miss, dari pada kenapa-kenapa.” Waduw ... kok ga menghargai usahaku berangkat ke sekolah ya? Hihihihi ... 

I survived that day meski tetap dengan kepala pusing dan batuk yang ga hilang-hilang juga. Pulang dari sekolah, langsung pulang ke rumah. Langsung tiduran di tempat tidur. Meanwhile, suhu tubuh Angie pun menghangat. Waduuuuhhh ... lha kok kita berdua sama-sama sakit?

In fact, I could not fall asleep. Angie sakit, aku juga. Di rumah seingatku ga ada makanan yang enak buat dimakan orang sakit. Rencana habis maghrib bakal ke dokter lagi, entar pulang dari dokter, sebelum minum obat kita berdua mau makan apa. Pikiran ini membuatku memaksa diri ke ADA membeli sup jagung. Benar-benar memaksa diri. Sesampe di ADA kepalaku muter bener-bener. :( hanya sempat beli sup jagung dan roti tawar plus meses. Mau beli buah udah ga tahan menahan pusingnya kepala. 

Sekitar pukul 18.30 aku dan Angie ke dokter. Ketemu dokter Edo yang nampak gusar ketika aku menjawab aku sudah menghabiskan obat yang kudapatkan dari dokter Nonik hari Sabtu sebelumnya dan aku belum juga sembuh. My being ignorant ketika ke dokter: tidak pernah bertanya aku – maupun Angie – sakit apa karena aku pikir jika penyakitku ‘serius’ tentu dokter akan bilang kita sakit apa. Misal beberapa tahun lalu waktu Angie kena typhoid. Kalau dokter ga bilang apa-apa, ya ... kupikir paling aku hanya terkena flu biasa, demam biasa atau pun batuk biasa.

Pulang dari dokter Edo, kita makan sup jagung dan minum obat. Setelah itu aku langsung beristirahat. Angie ternyata langsung merasa tubuhnya baik-baik saja. Suhu tubuhnya yang sempat menghangat sorenya langsung turun setelah minum obat malam itu.

Kamis (29 Maret 2012) aku masuk sekolah, Angie pun ke kampus. Aku menyeberang jalan sendiri. Menurut jadual aku mengajar hanya 4 slots, but aku diminta menggantikan Inri yang harus ke Diknas jam 07.30-09.00. Langsung merasa cape dan pusing. Itu sebab sorenya seharusnya aku ada kelas di UNTAG, kuliburkan karena pusing itu. Pulang dari sekolah aku langsung tidur sampe jam 6 sore. Bangun, makan malam, minum obat, balik ke tempat tidur lagi. :)

Jumat (30 Maret 2012): my most hectic day ever. And in fact, the school was chaotic too. Inri, Maya, dan Grace harus ke Diknas, yang lain harus begini begitu. Hingga aku yang menurut jadual mengajar 8 slots out of 9, sampe ga ada jadual fee at all. Luckily it was the last day of term 3. I didn’t give any new material to the students. Di kelas 11, aku hanya menunggu Toni dan Kevin mengerjakan missed works mereka. Kelas 6 yang biasanya ribut entah mengapa kok anak-anak anteng. J di kelas 7 we had lively chat about ‘dual ethnic group in a marriage’ yang nantinya akan mengantar kita membaca cerpen “The Wavering Image”. Kelas 12, biasa, selalu anteng. :)
 
Pulang dari sekolah, aku langsung tidur sampe jam 6 sore. Kupikir ga ada pengajian di rumah, ternyata ada. But I was ok, menata snack dan minuman, kemudian mencuci gelas dan piring.
Sabtu (31 Maret 2012), aku di rumah saja, istirahat. Mostly hanya tiduran di tempat tidur, makan, minum obat, sempet nonton film “eat, pray, love” setelah makan siang. Setelah itu tidur lagi. Sabtu malam aku dan Angie minum obat terakhir kita. :)

Minggu (1 April 2012), bangun tidur aku merasa lumayan sehat dan bakal kuat mencuci pakaian kotor. Ya sudah, aku mencuci pakaian kotor, kemudian mandi pake air dingin (setelah seminggu aku selalu mandi pake air hangat). Kemudian memasak mie goreng dan nggoreng telur untuk sarapan berdua Angie. Sekitar pukul 10.30 aku membawa motor ke bengkel, perlu diservis, ganti oli dan ganti kampas rem belakang. Sementara menunggu motor diservis, aku ke salon, facial. :)
 
Pulang dari bengkel, aku sempat tidur sejenak. Bangun jam 14.00, hujan deras, aku dan Angie kelaparan. Akhirnya kita ke warung pecel, beli petis kangkung satu porsi dimakan berdua, lontong opor dimakan berdua, juga seporsi kolak santen plus bubur ketelah dimakan berdua.
Well, demikian catatan aku sakit selama kurang lebih satu minggu.

PT56 07.52 030412