Search

Monday, February 25, 2019

What makes people fall in love?

What makes people fall in love?

pic was taken from here


Pertanyaan super iseng ketika aku mencari-cari ide untuk menulis sesuatu sekedar untuk mengisi blog. :)

Seperti yang kutulis di unggahan berjudul 'falling in love with people we cannot have', ada 3 hal yang akan membuatku klepek-klepek pada seseorang. Pertama, jujur saja, good look. Kedua, seseorang yang mampu membuatku merasa nyaman menjadi diriku sendiri. Ketiga, seseorang yang cerdas. Ini urutannya sesuai dengan yang kutulis di unggahan yang sama ya.

Yang pertama, good look, tentu hanyalah di awal saja. Jika good look ini tidak diikuti dengan poin kedua -- seseorang yang membuatku merasa nyaman -- tentu rasa ketertarikan yang kuat ini akan hilang. Setelah rasa itu hilang, baru kita akan sadar bahwa rasa yang pernah hadir dalam hati hanyalah ketertarikan belaka, tidak sampai ke rasa yang bisa kita kategorikan sebagai 'jatuh cinta'. Poin yang kedua ini pun masih harus diikuti dengan poin ketiga. Jika seseorang yang bisa membuatku merasa nyaman ini tidak bisa mengimbangi caraku berpikir, ya goodbye my love :p -- terus terang, aku memang egois, pinginnya orang yang dekat denganku mampu mengimbangi caraku berpikir, jika dibalik, dia memintaku mengimbangi cara berpikirnya, aku bisa ngambeg, terutama jika dia much more intelligent than me. Kekekeke … I would 'downgrade' him to my level. Hahahahaha …

So, aku sudah tahu jawabanku atas pertanyaan yang kujadikan judul unggahan ini dong ya? Ya, in this case, I understand myself. (thank god, finally! Wkwkwkwk …)

Honestly, this question has kept haunting me since Ranz told me about someone we know. Seseorang ini (konon) jatuh cinta pada seseorang yang menurutku hanya indah dipandang dari jauh, namun engga deh kalau dijadikan soul mate. Kekekekeke …

Aku memang jahat. LOL.

Eh, aku berpikir maka aku ada. Oh, ga. Aku nyinyir maka aku menulis untuk blog. Kekekekeke …

  1. S.:

Poin ketiga lah yang menjadi trigger utama aku meninggalkan my ex, selain tentu saja karena caranya yang memperlakukanku dengan tidak semestinya di tahun-tahun ketiga - keenam pernikahan kita. Ketika akhirnya dia berjanji berubah, aku telah menemukan kepercayaan diri yang tinggi untuk berpisah darinya. Too late, buddy.

PT56 20.54 24Feb2019

Bertoleransi


Tulisan ini berhubungan dengan satu kisah Angie ketika masih duduk di bangku TK berkenaan dengan seorang kawan sekelasnya. :)

Satu kali, ketika aku ke sekolah -- mungkin mengambil raport -- guru wali kelasnya bilang ke aku kalau Angie tidak suka jika diminta bekerja sama dengan seseorang. Saking tidak senangnya, si teman sekelas itu bakal langsung terlihat takut jika diminta mengerjakan sesuatu berpasangan dengan Angie. Si guru kelas memintaku untuk bertanya kepada Angie apa alasannya.

pic was taken from here

Maka, begitulah, sesampai rumah, aku bertanya kepada Angie. Jawabannya membuatku melongo, "Si X itu lelet kok Ma. Kalau Angie minta dia melakukan ini atau itu, dia pasti ga paham. Akibatnya kan Angie harus mengerjakan tugas dari bu guru sendiri. Ya Angie kesal lah." LOL.

O my god, I never thought she would behave like that. Well, tapi aku lupa aku berkomentar apa kepadanya waktu itu. Did I encourage her to try understanding her classmate? Or what?

Waktu melanjutkan sekolah ke SD, mereka bersekolah di sekolah yang berbeda. Namun mereka bertemu lagi di SMP yang sama. Si kawan itu nampak sangat tidak nyaman ketika bertemu Angie di sekolah. Demikian Angie bercerita kepadaku. Namun, Angie sudah lebih 'dewasa' sehingga dia mau menerima 'gap' di antara dia dan si X tersebut. Akan tetapi aku lupa apakah mereka pernah berada di satu kelas, dan harus bekerja satu kelompok. LOL.

Maka, seperti yang kutulis di postingan tentang 'kuliah pernikahan' aku heran, Angie is really receptive to her workmates now. Intellectual gap is no longer a big deal for her. (Well, meski aku ga tahu seberapa dia mampu tolerable. LOL.)

*******

Ketika aku mendapati kegusaranku pada seorang laki-laki yang sekian tahun lalu pernah dekat denganku ketika kuketahui dia berada di barisan para kampreter, dan rasa gusar itu kadang membesar menjadi rasa kesal padanya -- mengapa dia tidak menggunakan akal sehat ketika menjunjung satu capres, well, 'akal sehat menurut cebonger tentu saja, lol (tahukah kamu bahwa 'akal sehat pun sawang sinawang beberapa tahun terakhir ini? Lol) aku menyadari dari mana Angie mendapatkan sifat 'itu' => dari aku, nyokapnya! Kekekekeke)

Beberapa minggu lalu aku bercerita pada Ranz. "I really cannot accept the fact that those two guys were on 'those boats', one is kampreter, the other is golputer!" okay, banyak orang mungkin memiliki pasangan hidup yang memilih capres atau parpol yang berseberangan, but that is definitely not me. Soul mate-ku harus memiliki cara pandang yang sama denganku. Si kampreter mungkin terlalu bodoh sehingga mudah dibodohi. :p si golputer terlalu kritis dan apatis sehingga yaaa … begitu deh. What a shame. (sigh …)

Untunglah, aku (dulu) ga jadi lebih jauh menjalin hubungan dengan salah satu dari mereka. Kekekekeke …

PT56 22.50 23Feb2019

Tuesday, February 19, 2019

Only the good die young


This in fact is not a new phrase I heard, although I did not know who mentioned this. If this is a title of a song, I do not know who the singer was either.



Around 10 days ago, I was listening to Queen's 'ballad album I downloaded from the internet days before that (Yes, I am a new fan of Queen after watching Bohemian Rhapsody the movie a few months ago.) While listening, I was doing another activity. And … in the middle, I heard this phrase mentioned by Brian May, "only the good die young". This phrase really captivated my attention since that morning I just knew someone I did not know by myself -- she is a wife of one acquaintance of mine. Although I did not really know her -- just sometimes saw her picture appearing on that acquaintance's wall on facebook -- I am sure she was  still young. And since my dear Mom passed away in June 2018, I have easily got emotional whenever I hear news of someone's death, I out of the blue felt emotional too that day.


"only the good die young"


It sounds very comforting, doesn't it? But do you think it will easily comfort the feeling of the family members of the deceased?


I remember when my Dad passed away in 1989, I asked myself a complaining question, "Why my dad? Why our dad? Why not someone else's?" He was 56 years old at that time. Still quite young, people said.


When I continued my study to Master's Degree, a dear classmate lost her dad (then followed by her mom several months later). When consoling her feeling, I heard her saying, "Why my dad?" It reminded me of my own complaining question many years before. A quite typical question uttered by the family members of the deceased, do you agree? My Mom passed away in June 2018, she was about to be 74 years old, not that young, I know, but still you can guess, we, her children, still expected she could stay longer with us although of course we knew it was the best for all of us. Moreover when we saw her peaceful face at her deathbed.


I can make a conclusion that "only the good die young" is really comforting but it does not reduce the pain of losing. Many people would still expect that their loved ones would not be that good if only to die young. They absolutely will need a long time to reconcile with the fact, to comfort themselves that it is actually for their own good. Many (hidden) lessons can be learned from someone's death.


No death is too soon or too late, wise people say. Death comes on time. According to whom? Life's mystery.


LG 18Feb2019

Name Someone ...


A few days ago, in one class of mine, we discussed the use of 'should have + past participle' and 'would have + past participle'. After I explained how to use those phrases and asked my students to do some exercises, we came to the last exercise. Some questions were there to answer. One of them was, "name someone in the history you would have wanted to meet". Some names were mentioned, from Leonardo Da Vinci until President Sukarno.


Two students caught my attention with their answers so much till I would burst into tears. The first was Freddie Mercury. My emotion was really up and down on that day after I heard news of some people died, and since morning I kept listening to Queen's song entitled "No one but you (only the good die young). And since I tried hard to keep my emotion, I didn't ask the particular student the reason why she chose Freddie.

Freddie's appearance in his final video, he was seriously ill already
heartbreaking indeed :(

The second student mentioned the name of Lady Diana a.k.a Princess of Wales. Her answer out of the blue reminded me of one day in 1997 when I heard the news from television. I was so shocked at that time, almost didn't believe that such an angel died at a young age. :(



Anyway, I could control my emotion on that day. But I didn't ask the two students the reasons why. I took it for granted that perhaps they had the same reason with me.

Perhaps.

PT56 23.31 16Feb2019

Tafsir Mimpi

gambar diambil dari sini



Once upon a time, especially when I was a teenager, I used to be curious to the meaning of any dream I had. Tidak hanya mimpi, namun hal-hal remeh temeh seperti 'kedutan' di beberapa bagian tubuh itu artinya apa. Bahkan sampai bersin di jam-jam tertentu. :) aku lupa mengapa aku begitu 'peduli' pada hal-hal seperti ini, mungkin karena di rumah kutemukan buku sejenis 'primbon' yang berisi sejuta (duh, kok lebay ya lol) tafsir hal-hal remeh temeh seperti itu. Lalu siapa yang membeli buku primbon itu? Tak lain dan tak bukan tentulah my parents, either Mom or Dad. :D


Yang aku ingat, aku pernah bermimpi ular, beberapa bulan sebelum bokapnya Angie melamarku. Sampai sekarang aku masih ingat kisahnya. Aku tidur di kamar kosku (waktu itu aku masih kuliah di Jogja), dalam keadaan gelap. (Aku suka tidur dalam kegelapan, agar lebih nyenyak.) Mendadak seekor ular masuk ke dalam kamar, merambat naik ke atas dipan, kemudian merambat di tubuhku, membuatku terkesiap dan tak berani bergerak, pun bernafas. Ular itu berhenti merambat ketika kepalanya tiba di bagian leher. Aku terbangun dengan nafas tersengal-sengal dan merasa ngeri. Ternyata beberapa bulan kemudian, aku menikah. Hohoho …


Tapi sebelum kita bercerai, aku tidak ingat apakah aku mimpi ular itu pergi menjauh dari hidupku. Kekekekeke …


Beberapa bulan lalu di tahun 2018 aku juga bermimpi ular. Waktu itu aku berjalan di sebuah kebun, di belakang sebuah rumah yang tidak jelas rumahnya siapa. Yang pasti rumah itu terletak di sebuah desa, yang tidak kukenali. Tiba-tiba ada seekor ular dilemparkan ke arahku, entah siapa yang melemparkannya kepadaku. Ular itu pun merambati tubuhku, namun ga sampai lama, karena mendadak aku terbangun. Beberapa waktu kemudian, seseorang melamarku. Lamaran itu mengingatkanku pada mimpi itu. Hmmm … apa mimpi ular kali ini pun akan membuatku menuju ke pelaminan (lagi?) hohoho … kenyataannya adalah, setelah menimbang-nimbang, aku memutuskan untuk menolak lamaran seseorang itu. Anti klimaks ya? Lol. Why? He is not my type, and he failed to impress me. As simple as that.


Beberapa saat yang lalu, perhaps around a week ago, aku mimpi sesuatu yang menakutkanku: kakakku meninggal dunia. :( Kehilangan Mom beberapa bulan lalu masih sangat menyedihkanku -- juga adik-adikku pastinya -- maka bisa dimengerti jika mimpi ini membuatku gelisah berhari-hari. Tapi aku ga berani bilang ke siapa pun. :(


Memang sih aku masih ingat, di buku primbon yang duluuuu menjadi rujukanku untuk mencari tafsir hal-hal remeh temeh, mimpi seseorang meninggal itu justru berarti kebalikannya, seseorang yang kita impikan meninggal itu malah akan memiliki umur yang panjang. Well, tentu buku primbon itu telah lenyap tak berbekas, entah kena banjir, entah dimakan rayap, entah apalah. Aku tahu sih sebenarnya aku bisa mencari maknanya di internet, namun ketakutanku membuatku justru tidak berani melakukannya. Dan … masak sih di zaman milenial begini  masih percaya mimpi tertentu bermakna tertentu? Entahlah.


Aku menulis ini untuk sedikit meringankan beban mentalku sendiri.


PT56 22.49 16Feb2019

Saturday, February 16, 2019

Shopping Online

taken from this link



Mungkin saya bisa dikategorikan orang lawas yang sulit menerima hal-hal baru, terutama jika berhubungan dengan satu hal ini : shopping online.


Delapan tahun yang lalu -- awal 2011 -- saya ikut satu lomba iseng menulis surat cinta di satu media sosial. Pemenangnya mendapatkan hadiah dari penyelenggara, yang kebetulan memiliki barang dagangan yang dia jajakan di media tersebut. Kebetulan saya merupakan salah satu pemenang, sehingga dikirimi satu barang -- tas -- yang lucu. Entah mengapa hal ini membuat saya merasa 'berhutang' sehingga merasa perlu membalas kebaikan ini dengan membeli satu barang dagangannya. Kalau tidak salah ingat, saya membeli sebuah cardigan.


Selang beberapa hari kemudian, cardigan itu sampai ke alamat saya. Ternyata, oh, ternyata, saya kurang sreg dengan bahannya, plus setelah saya coba pakai, saya merasa kurang cocok.


Semenjak saat itu, saya berpikir saya lebih cocok beli barang-barang langsung, bisa langsung saya pegang, bisa langsung saya coba (misal baju atau sepatu). Saya tidak keberatan meluangkan waktu untuk pergi berbelanja ke supermarket atau department store jika saya memang butuh sesuatu. Itu sebab saya tidak pernah install aplikasi belanja online di hape saya.


Namun ternyata semakin kesini justru nampaknya belanja online kian banyak peminatnya ya. Mungkin memang sudah zamannya orang-orang beralih dari yang offline ke online. Bahkan mulai terdengar kabar-kabar toko offline yang tutup karena jumlah pembeli menurun drastis. Jika saya kurang sreg membeli barang online, soulmate saya justru sangat getol window shopping online. Bisa berjam-jam dia mantengin lapak-lapak online itu. Pernah bermasalah dengan beberapa penjual online tidak menyurutkan pilihannya untuk terus belanja online. Dan seiring waktu berjalan ternyata kadang saya menemukan beberapa barang yang saya butuh beli online, misal tas sepeda lipat, atau buku TOEFL. So far sih, saya ga ada masalah untuk beli online, meski saya tidak pernah install aplikasi belanja online. :D saya bisa minta tolong soul mate saya, atau anak saya untuk memesankannya.


Tulisan ini saya tulis bersamaan dengan geger orang-orang uninstall bukalapak karena konon sang CEO salah memilih diksi yang ramah saat ngetweet. Saya ga perlu uninstall karena hape saya bersih dari aplikasi seperti itu. Hehehe … Soul mate saya yang hobi belanja online, dan beberapa kali komplain tentang BL, nampaknya adem ayem saja. Tapi, seandainya dia sampai ikutan uninstall BL di hapenya, itu bukan karena ternyata konon sang CEO BL kampreter, melainkan karena servis BL yang kian kesini kian memburuk, dan BL kian kapitalis.


LG 09.29 15 Feb 2019

Kuliah Perkawinan


Sekian puluh tahun lalu aku pernah mendengar tentang hal sejenis ini: orang-orang yang beragama Kristen/Katolik harus mengikuti sejenis kuliah pernikahan sebelum menikah. Sepasang kekasih yang akan menikah mendapatkan kuliah di gereja, untuk mempersiapkan mereka sebelum memasuki kehidupan perkawinan. Apa yang mereka pelajari? Aku tidak pernah bertanya pada kawan-kawan yang beragama Kristen/Katolik jadi aku tidak tahu. Mungkin karena dilaksanakan di gereja, mereka akan mempelajari apa yang seharusnya dilakukan oleh suami/istri menurut tuntunan kitab suci yang dipercaya.


Dalam agama Islam, setahuku tidak ada hal seperti ini. Sepasang kekasih yang akan menikah, ya menikah saja lah. :)


Inilah mengapa semalam aku kaget waktu Angie, anakku, bilang bahwa seorang kawannya sedang mengambil 'kuliah pernikahan' untuk mempersiapkan dirinya menghadapi pernikahan. Katanya si dosen adalah seorang ustadz yang kuterjemahkan bukan hanya berarti 'guru (ustadz secara leterlek berarti guru) namun seseorang yang dianggap mumpuni dalam pengetahuan agama Islam.


Aku yang sedang menyetrika ketika mendadak Angie datang ke aku dan bercerita tentang hal ini, kaget sehingga otomatis berucap, "wadefak, what is she learning from that ustadz? Gosh!" lol. Angie langsung ngakak mendengar nyokapnya misuh. Lol.


"Didn't she realize that 'that' ustadz will tell her things from men's point of view? That will benefit only for men? Very patriarchal?"


"No, Mom, come on, she doesn't know anything like that! She is not such a girl." kata Angie.


"So, what type of a girl is she, honey?" tanyaku, hampir ga percaya seorang kawan yang lumayan akrab dengan Angie adalah tipe perempuan yang cara pikirnya jauh dari Angie, dan Angie tetap bisa berteman dengannya, hang out bersama, bla bla bla …


This only daughter of mine keeps amazing me! Kita telah hidup bersama semenjak dia kulahirkan, dan terus menerus aku merasa harus terus 'mempelajarinya'. :)


Kembali ke topik kuliah pernikahan, memang benar sekarang ada hal seperti ini yak? Dalam agama islam? It is indeed easier to earn money by making use of  religion nowadays, eh? Lol.


LG 10.25 16/02/2019

Tentang seorang sahabat


Aku mengenalnya 20 tahun yang lalu, tahun 1999, ketika pertama kali dia datang ke tempatku bekerja, sebagai karyawan baru. Tak lama kemudian begitu saja kita menjadi akrab, kutengarai karena sifatnya yang supel menghadapi orang, sehingga aku yang seorang aloof mudah dia dekati. Sebagai seornang perempuan, sifat supelnya itulah yang paling menonjol dari dirinya sehingga mudah orang tertarik padanya, meski dari segi wajah dia tidak istimewa; satu hal yang dia sadari sendiri.



Banyak hal yang aku timba dari obrolan-obrolan kita saat itu, terutama tentang laki-laki. :) cara berceritanya yang menyenangkan, tanpa ada kesan menonjolkan diri yang membuatku takjub pada kisah-kisah yang dia ceritakan dulu.


"Aku telah mengenal sifat laki-laki sejak aku duduk di bangku SMP kelas 3," katanya satu kali, sambil matanya menerawang, tanpa memberi perincian yang lebih detail. 20 tahun yang lalu, saat dia mengatakan ini, aku hanyalah seorang perempuan naif yang "foolishly loyal" pada seorang laki-laki. :)


Dia mengaku tipe perempuan yang tidak bisa hidup tanpa memiliki seorang pacar yang secara fisik berada di dekatnya. Itu sebab dia terus menerus punya pacar, saat satu pacar (seriusnya) tinggal di kota lain untuk menimba ilmu. Melihat sifatnya yang supel dan menyenangkan diajak berbicara, aku yakin tidak sulit baginya 'menaklukkan' laki-laki. :D (aku kebalikannya, tipe yang jutek dan tidak pintar mencari bahan obrolan. Lol.)


Salah satu pacar yang (juga) dia anggap serius adalah seorang arsitek yang berusia 7 tahun lebih muda. Jujur dia bilang dia lebih menyukai laki-laki ini ketimbang pacarnya yang tinggal di propinsi sebelah. Namun akhirnya dia menikahi laki-laki yang satu tahun lebih tua darinya itu karena (1) agama yang sama (2) profesi yang dimiliki lebih menjanjikan masa depan yang lebih terjamin.


5 tahun pertama menikah, mereka tak jua diberi momongan. Selama itu, sang suami terkesan begitu memujanya. Sahabatku yang bukan tipe seseorang yang bisa bangun pagi, selalu dimanjakan oleh sang suami. Sang suami yang harus berangkat bekerja pukul enam pagi, akan bangun lebih pagi, untuk bersih-bersih rumah, kemudian memasak sarapan sederhana untuk sang istri. Sebelum berangkat, dia akan membangunkannya, sembari berpesan jangan lupa sarapan, yang sudah disiapkan di meja makan.


Bisa dibayangkan bagaimana sang suami kian memujanya setelah akhirnya dia hampil dan memberinya seorang anak laki-laki yang sehat.


Kita berdua sama-sama berzodiac Leo, namun bernasib berbeda. I married an asshole, she married a (sort of) saint. :)


Tahun 2003 kita berpisah. Dia mengikuti suaminya yang mengambil spesialis di propinsi sebelah, sementara aku sendiri ke Jogja, kuliah lagi. Tapi aku ingat satu hal yang pernah dia ucapkan padaku, "Laki-laki dimana-mana sama saja mbak. Mau yang nampak alim, cuek ke perempuan, apalagi yang dari luarnya saja sudah nampak 'nakal'. One thing they want from women is the same: sex."


Tahun 2006 aku meninggalkan Jogja. Dia dengan keluarganya (dia dikarunai seorang anak lagi, perempuan) pindah ke Jogja, tak lama setelah itu. Namun aku baru sempat mengunjunginya di tahun 2009. saat itu aku telah menjelma menjadi seseorang yang berbeda, yang tak lagi "foolishly loyal" to only one man, seperti yang dulu dia katakan. Lol. Banyak hal yang membuatku berubah: perkawinan yang gagal, kuliah lagi yang membuatku membaca buku-buku yang dulu tak pernah kubaca, berkenalan dengan lebih banyak laki-laki dengan berbagai jenis. Lol.  Tapi, memang benar apa yang dikatakan oleh sahabatku ini, "they all want sex." Nana yang dulu seorang perempuan konvensional, menjelma seorang feminis (yang berubah cukup radikal), yang dulu (setengah) relijius, berubah menjadi sekuler, hingga akhirnya berlabuh di ranah agnostik.


Karena tinggal di kota yang berbeda, tentu kita jarang bertemu. Tapi, sekali bertemu, kita bisa ngobrol apa saja, dari A hingga Z, dari yang remeh temeh hingga yang serius. Plus satu hal yang jelas tak pernah terlewatkan adalah laki-laki. :) We both are straight, dan kita tidak tabu berbicara tentang sex. Aku yang single, tentu bercerita tentang laki-laki yang mampir dalam hidupku tanpa beban, apalagi ketika akhirnya 'teori' yang dikatakan olehnya terbuki: "all (straight) men want sex from women (they like)." Sementara itu, aku 'membaca' ada yang tidak beres dalam hubungannya dengan sang suami yang memujanya itu. Namun dia tetap memilih untuk tidak bercerita. Sama seperti 'pelajaran tentang laki-laki" yang dia dapatkan sendiri ketika duduk di bangku SMP kelas 3 yang dia simpan sendiri.


Sekitar satu tahun yang lalu, menjelang akhir tahun 2017 kalau tidak salah, akhirnya dia bercerita bahwa dia telah berpisah dengan suaminya. "Ternyata uang yang berlebih bisa menyebabkan seorang laki-laki berubah!" katanya. Telah cukup lama dia mengetahui sepak terjang suaminya di luar rumah. Meski kesal dan tidak terima, dia masih memaklumi tingkah laku laki-laki itu. Namun satu hal yang tidak bisa dia terima, akhirnya, adalah ketika laki-laki itu (nampak) berlabuh di satu perempuan.


"Mending dia bermain dengan pelacur yang berganti-ganti, paling sekali kencan berapa sih? Satu juta? Dua juta? Tapi kalau dengan perempuan yang sama, bisa puluhan juta bisa dikucurkan untuk perempuan itu tiap bulan! Uang yang seharusnya dia keluarkan untuk anak-anakku!" katanya geram.


Aku yakin dia sangat patah hati ketika pertama kali tahu tingkah laku laki-laki itu. Aku juga patah hati mendengarnya, karena selama ini diam-diam laki-laki itu kujadikan contoh sebagai seorang "suami idaman"; my image about him was broken.


Agama yang mereka anut menyebabkan mereka tidak mudah untuk bercerai. Namun, sahabatku ini juga tidak ingin bercerai, dia lebih memilih hidup dalam kehidupan perkawinan yang tidak jelas, asal anak-anaknya tetap bisa hidup tidak kekurangan, bersekolah di sekolah yang terbaik, berlibur kemana pun mereka inginkan. Surat nikah yang dia miliki adalah kekuatan buatnya untuk terus mampu membiayai kebutuhan anak-anaknya. Hingga tiba masa anak-anak itu bisa berdiri di atas kaki mereka sendiri, tanpa sokongan dana dari sang ayah.

=========

Kutulis seizin sang pemilik kisah.
LG 12.28 16 Feb 2019

Falling in love


FALLING IN LOVE WITH PEOPLE WE CANNOT HAVE

Honestly, I love looking at good-looking people. As a straight woman, of course, especially good-looking men. Perempuan cantik buat apa kulihat, ya kan? Lol. Kalau perempuan, beda lagi, aku akan sangat menyukai perempuan yang cerdas. Kalau perempuan cantik, entar aku tersaingi dong. Kekekeke …


Sekitar 15 tahun yang lalu, aku merasa pernah jatuh hati pada seorang laki-laki yang di mataku indah dilihat. (Selalu jangan lupa bahwa 'beauty lies in the eyes of the beholder' ya, indah di mataku, belum tentu indah di mata orang lain.) He was a good flirt hingga aku terlena. Sayangnya he was married. Poor me, eh? Lol. Aku pun terbelah menjadi dua, ingin terus menikmati hubungan (rahasia) kita namun aku tahu itu tak seharusnya kulakukan.


Akhirnya aku meninggalkannya, melupakan hubungan kita, meski aku melabelinya "lelaki terindah". Yang indah kita lihat, belum tentu tetap nampak indah jika kita miliki. LOL. Begitu kan? LOL.


Beberapa tahun kemudian kita sempat bertemu lagi, sekali kopi darat, namun kemudian tak berlanjut, karena tak lama setelah itu, aku bertemu seorang laki-laki lain, yang sempat membuatku merasa terpuja sedemikian rupa. Hubungan yang juga hanya sesaat ini (dan kita tak sempat kopi darat meski dia sering menyambangi kotaku) membuatku 'sembuh' dari tergila-gila pada sang lelaki terindah yang kutemui 15 tahun lalu itu. Laki-laki ini mampu membuatku berubah pikiran bahwa bukan good look yang akan membuatku 'setia' pada seorang laki-laki, namun kemampuannya membuatku merasa nyaman menjadi diriku sendiri, bahkan hingga mengisahkan hal-hal yang seharusnya bersifat pribadi.



Dua tahun kemudian aku merasa tergila-gila pada laki-laki lain, bukan karena good look yang dia miliki, maupun kemampuannya membuatku merasa nyaman menjadi diriku apa adanya, namun karena tulisan-tulisannya yang cerdas. Aku yang sedang dalam perjalanan spiritual (dari seorang relijius menjadi seorang sekuler dan dalam tahap menuju agnotisme) tergila-gila pada tulisannya yang kadang menulis tentang hal ini. He labeled himself a Deist. Aku tidak tahu what he really looked like karena di blognya tak kutemui fotonya yang nampak jelas. Kita berhenti saling menyapa setelah media sosial tempat kita bertemu tak lagi aktif. Dengan keukeuh dia tak mau pindah ke facebook, meski dia akhirnya luluh membuat akun di twitter. Aku bisa menemukannya dengan mudah jika aku online di twitter, tapi aku memilih menjauhinya. Sebelum medsos tempat kita bertemu pertama kali menghilang, dia sempat mengirim undangan perkawinan yang membuatku patah hati. Lol.


Empat tahun kemudian aku bertemu dengan seorang laki-laki yang sejenis laki-laki yang kutemui 15 tahun lalu, sang lelaki terindah itu. He was good-looking and a good flirt. Sejumlah puisi kasmaran mendadak kutulis untuknya. Kekekekeke … namun kita ga pernah benar-benar dekat, ga pernah ngobrol dari hati ke hati, hingga aku ga yakin apakah rasa yang dia hadirkan itu benar-benar rasa kasmaran seperti rasaku pada sang Deist itu. Beberapa bulan setelah dia menghilang dari hari-hariku (he was in fact married, plus he had a girlfriend) rasa kasmaran itu pun pergi.


Konon jika rasa 'itu' pergi begitu saja tak sampai 4 bulan, itu hanya terpesona, bukan jatuh cinta. Ok. Aku hanya terpesona pada flirt-nya. :)


Beberapa bulan lalu seorang laki-laki mengaku jatuh cinta padaku, dia sangat ingin menikahiku di tahun 2019 ini. Di mataku dia biasa-biasa saja, not good-looking. Mungkin hanya 'sepeda' yang bisa menyatukan kita. Sialnya, dia tak hanya tidak good-looking di mataku, namun juga tak memiliki apa yang dimiliki sang Deist, kecerdasan yang bakal membuatku klepek-klepek. Sang Deist itu memang telah menjungkirbalikkan cara pandangku. Lol. Herannya, meski di facebook aku berteman dengan beberapa laki-laki yang cerdas, tulisan-tulisannya membuatku terkagum-kagum, rasa itu berhenti di 'kagum' saja, tak sampai klepek-klepek. Lol.


"Kamu masih saja single, to mbak?" tanya seorang perempuan yang pernah menjadi rekan kerja di satu instansi sekian tahun lalu.


"Hu um. Yang naksir sih banyak. Whuzzup?" jawabku, enteng. Lol.


"Segeralah pilih salah satu, keburu tua lho entar," kompornya. Lol.


"Lha wong memang sudah tua." jawabku cuek. Lol. "I don't mind being single, deary," kataku lagi.


Well, waktu memutuskan untuk menceraikan ayahnya Angie, anakku satu-satunya, aku telah berkata pada diriku sendiri, aku tidak akan keberatan jika harus terus hidup sendiri. Oh no. aku tidak sendiri. Ada Angie.

Plus, I have one (biking) soul mate who will dedicate her life for me. Kadang, jika perasaan ingin menikah muncul, aku berpikir, jika soul mate ku itu laki-laki, tentu sudah sejak 8 tahun lalu dia kunikahi. Kekekekeke … She has been the best so far.

LG 13.25 16 Feb 2019