Search

Friday, July 31, 2020

Marriage-oriented society

Saya yakin tidak banyak perempuan yang terlahir dalam kultur patriarki yang memiliki keberanian secara terbuka untuk menjadi berbeda. Misal; kita hidup dalam kepercayaan bahwa perkawinan adalah salah satu (atau mungkin 'satu-satunya'?) cara untuk meraih kebahagiaan dalam hidup; kepercayaan bahwa kalau pun seseorang -- laki-laki maupun perempuan, namun terlebih lagi perempuan -- mencapai kesuksesan (secara ekonomi terutama) akan tetap terasa ada yang hilang jika dia masih lajang.

 


garmbar diambil dari sini


Bagi seseorang yang tidak ter'brain-wash' tentang perkawinan, mungkin dia tidak akan peduli pada apa yang dikatakan orang, "mengapa kamu masih lajang?" Namun, bagi mereka yang terlalu sensitif, dan 'termakan' cuci otak tentang perkawinan, mereka akan merasa risih ditanyai seperti itu, apalagi jika mereka telah mencapai usia tertentu, misal usia 30 tahun. Risih ini akan 'berkembang' menjadi tidak nyaman sampai tidak bahagia.

 

Lalu apa yang akan terjadi? Jelas: grabbing any guy who seems to fall in love with him/her.

 

Ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Di belahan bumi Barat, yang konon orang-orangnya jauh lebih individual -- hingga cuek pada apa yang dikatakan orang lain -- tidak jauh berbeda. Salah satu episode Sex and the City season 2 mengisahkan resahnya Miranda dia tidak punya kekasih. Saat dia membeli sebuah apartemen baru dengan uang yang dia hasilkan sendiri, dia dipandang aneh oleh si penjual karena (1) dia punya uang yang cukup banyak karena apartemen itu berukuran besar dan terletak di lokasi yang elit, uang yang bukan hasil pemberian ayahnya (2) dia pindah ke apartemen itu SENDIRI, tanpa life partner.

 

Bahkan Carrie pun bertanya-tanya pada dirinya sendiri, apakah benar 'slogan' yang dia gaungkan untuknya dan ketiga sahabatnya: SINGLE AND FABULOUS! Jangan-jangan seharusnya SINGLE AND FABULOUS? Jangan-jangan mereka berempat hanya mengaku-ngaku saja.

 

*********

 

Di tulisan ini saya akan sedikit bercerita tentang seseorang, yang hanya saya kenal dari jauh. Sebut saja namanya S.

 

S menikah di usia yang masih tergolong muda,  menjelang usia 20an, setelah lulus SMA, dengan lelaki yang juga kawan SMA-nya. Setelah menikah, dia masih sempat kuliah sampai lulus. Beberapa tahun setelah lulus kuliah, dia diboyong ke Jawa Barat oleh suaminya. Entah bagaimana kisahnya secara detil, S tidak diperlakukan dengan baik oleh suami dan keluarganya. Plus, suaminya berubah menjadi seseorang yang suka main perempuan, tanpa memperhatikan perasaan S. Karena tidak kerasan, S pun ingin bercerai, setelah sekian tahun mencoba bertahan; dan begitu saja dikabulkan oleh suaminya. Seorang anak yang telah lahir menjadi tanggung jawab sang mantan suami. Menyadari bahwa dia tidak memiliki pekerjaan yang bisa diandalkan untuk menghidupi anaknya, dia meninggalkan anaknya bersama mantan suaminya.

 

S kembali ke Semarang, tinggal bersama neneknya. (Sejak kecil S tinggal bersama neneknya, sedangkan orangtuanya tinggal di Tangerang.) Untuk menyongsong masa depannya -- S harus menghidupi diri sendiri -- sang nenek mengkursuskannya satu ketrampilan di satu tempat. Di tempat kursus ini, S bertemu dengan seorang laki-laki yang kemudian melamarnya. S pun menikahi laki-laki ini.

 

Jika kutengarai, S termasuk tipe perempuan yang merasa tidak nyaman hidup sendiri; apalagi dia adalah seorang janda. Ada satu dua kawan laki-laki SMA yang 'menggodanya' namun cenderung ke pelecehan, misal, "S, kita bersenang-senang yuk di Bandungan!" setelah dia kembali ke Semarang. Tentu S menerima lamaran laki-laki yang dia temui di tempat kursus itu dengan harapan (1) laki-laki berhenti melecehkannya (2) dia akan dilindungi. Mungkin juga termasuk hidupnya akan dibiayai oleh suaminya.

 

Bayangkan jika ternyata laki-laki ini tidak seperti yang diharapkan oleh S. Memang dia berhenti dilecehkan oleh laki-laki di 'luar sana' karena dia bukan lagi seorang janda, namun akankah dia mendapatkan perlindungan dari seorang laki-laki yang menjadi suaminya?

 

Tidak lama setelah S menikah lagi, dia sakit sehingga harus dirawat di RS. Satu kali keceplosan dia bercerita bahwa untuk keluar dari RS dia harus menunggu kiriman uang dari orangtuanya untuk membayar biaya perawatan. (waktu itu neneknya sudah meninggal.) kalau uang untuk masalah sepenting ini saja menggantungkan diri pada orangtuanya, buat apa dia menikah?

 

 

Sekitar sebulan yang lalu, dia sakit lagi, asam lambung dan anemia. Sempat masuk rumah sakit. Sekitar seminggu setelah keluar dari rumah sakit, dia sakit lagi, tetap tinggal di rumah. Tubuhnya kian kurus kering, karena untuk minum pun tubuhnya menolak. Ketika seorang sahabat mengingatkan suaminya untuk membawa  S ke rumah sakit, jawabannya, "Bulan depan saja, pas jadual kontrol." ketika sang suami bekerja, S di rumah dengan adik iparnya, boro-boro adik iparnya mau mengurusi; sama sekali tidak. S kesakitan sendiri, padahal dia punya 2 anak yang masih kecil-kecil.

 

 

Sedemikian tidak nyamannya dia menyandang predikat janda, hingga dia begitu saja melupakan satu pelajaran yang sangat penting yang seharusnya dia petik dari kegagalan perkawinan yang pertama; kenali dengan benar laki-laki yang akan menikahimu. Apakah dia benar-benar mencintaimu 'till death do us apart' dan akan merawatmu sebaikbaiknya, tidak hanya di masa sehatmu, namun juga di saat sakitmu.

 

 

Berita terakhir: dia dibawa ke Tangerang ke rumah ayah ibunya. Aku berharap ayah ibunya yang tidak merawatnya sejak kecil akan merawatnya dengan sebaik-baiknya.

 

Catatan untuk kaum ibu:

 

Persiapkan anak perempuanmu untuk tidak menggantungkan kehidupannya/kebahagiannya pada orang lain -- suami/pacar. Perempuan pun sangat bisa berbahagia meski tidak bersuami. Sebelum memutuskan menikahi seorang laki-laki, yakinkan diri bahwa he is the one, who will do everything for her sake, dengan tetap percaya diri bahwa laki-laki itu hanya pelengkap, bukan faktor utama.

 

PT56 17.14 28/07/2020

 

N.B:

 

Tulisan ini kubuat pada hari Selasa 28 Juli 2020. hari Kamis tanggal 30 Juli 2020, aku mendengar kabar S meninggal. :(:(:(

Wednesday, July 15, 2020

Dyslexia

Aku: "Look at this pic. Masih ingat dimana?"

Ranz: "Kita pulang dari Karimun Jawa."

Aku: "Wah. Ingatanmu bagus!"

Ranz: "Kalau lihat foto, aku langsung ingat event/pengalaman apa."

Aku: "Kamu ingat kapan?"

Ranz: "10 tahun lalu?"

Aku: "9 tahun lalu."

Ranz: "Owh? Kenapa "hanya" 9 tahun lalu?"

Aku: "Karena kejadiannya tahun 2011."

Ranz: "I don't get it. Please explain it to me."

 


Info:

Ranz is dyslexic, she has trouble in reading and writing letters (also numbers). But her intelligence is good. Pertama kita ketemu 10 tahun lalu, umurku 40 tahun. Sampai sekarang di matanya, aku tetap berusia 40 tahun. Hahahah ... In her eyes, I will never get older than 40 years old

 

*******

 

Ranz adalah seorang dyslexic pertama yang kukenal dengan dekat. Sekitar 9 tahun yang lalu dia memberiku link di youtube untuk memberiku gambaran bagaimana seorang dyslexic melihat deretan huruf-huruf dalam paragraf. Sebagian huruf-huruf itu beterbangan, kemudian kembali ke lokasinya, namun gantian huruf-huruf lain yang terbang. Di saat lain, huruf-huruf itu membayang. Dan begitu saja aku merasa dadaku 'mencelos'; saat itu aku telah mengajar selama kurang lebih 17 tahun dan aku belum paham bagaimana seorang dyslexic memandang huruf.

 

Tidak hanya menunjukkan sebuah video pendek di youtube, Ranz juga menunjukkan huruf-huruf yang dia tulis di sebuah kertas; caranya menulis huruf 'b' dan 'd' sering terbalik, caranya menulis huruf-huruf lain juga kadang terbalik.

 

"Kadang aku juga tidak bisa membaca tulisan tanganku sendiri," katanya dengan nada ringan, tanpa roman wajah yang nampak mengeluh. Ya iyalah, huruf-huruf yang tercetak jelas saja dia harus berusaha keras untuk memahami, apa lagi huruf-huruf tulisan tangannya sendiri yang sering dia tulis dengan cara terbalik.

 

Keterusterangan Ranz saat itu membantuku memahami seorang siswa yang selalu nampak kesulitan jika kusuruh membaca; kalau tidak salah ingat waktu itu dia duduk di bangku kelas 5 SD. Ketika membaca, dia kadang melompat dari satu paragraf ke paragraf berikutnya; bukan hanya melompat dari satu baris ke baris di bawahnya loh. Makanya, jika satu bacaan kubacakan ke dia, dia paham, ketika kubacakan soal-soal di bawahnya -- 'reading comprehension questions' -- dia gampang menjawab. Ini berarti dia memiliki ingatan yang bagus, meski kemampuan membacanya (seolah-olah) buruk sekali.

 

Beberapa tahun kemudian, ada seorang kawan lain yang mengaku dia juga dyslexic. Dia semangat menghadiri acara-acara yang khusus membahas tentang dyslexia. Yang sangat membedakan dia dari Ranz adalah, Ranz sangat piawai membaca peta, (meski susah mengenali arah mata angin Timur, Selatan, Barat, Utara), H benar-benar buta arah, dia sangat susah menghafalkan jalan-jalan, kecuali jalan-jalan yang biasa dia lewati tentu saja.

 

PT56 15.45 15-Juli-2020


Another Woman

Dalam serial 8 dari episode 1 Sex and the City, pertama kali Carrie tahu bahwa Mr. Big -- pacar barunya yang di matanya nampak sempurna -- ternyata pernah menikah. Dan begitu saja, tentu dia penasaran seperti apa mantan istri Mr. Big. Dia pun mencari tahu tentang Barbara, sang ex-wife Mr. Big, dan sempat bertemu untuk memuaskan rasa keingintahuannya. Kutengarai dia ingin membandingkan dirinya dengan mantan istri Mr. Big yang menceraikannya gegara Mr. Big selingkuh. Membandingkan diri dalam hal fisik, intelek, dan karakter.

 

pic diambil dari sini


 

Nampaknya ini adalah hal yang jamak terjadi ya. Ketika aku duduk di bangku SMA, sekian puluh tahun yang lalu, aku juga penasaran untuk melihat mantan pacar seorang laki-laki yang sedang dekat denganku; dan seperti yang dilakukan Carrie -- memantas-mantaskan diri dengan Barbara -- aku pun iseng membandingkan diri dengan perempuan itu, lol, meski kata laki-laki itu, aku jauh lebih cantik ketimbang mantannya. Ini adalah satu hal yang membuatnya tidak pede berdekatan denganku. Katanya, "yang tidak secantik kamu saja ninggalin aku dan mematahhatikanku. Apalagi kamu. Nanti."

 

 

Mengingat ini, sekarang aku jadi berpikir, mungkin itu hanya salah satu excusenya bahwa dia ingin tidak melanjutkan hubungan kita ya? Hahahah … tapi, ada satu hal lain lagi sih yang amat penting, waktu itu, yakni kita beragama berbeda. (Sekian dekade yang lalu, aku "masih" relijiyes lhooo. Lol.)

 

pic diambil dari sini
 


Dengan ayah anakku, aku menikah dua kali dan bercerai dua kali juga. Perceraian pertama terjadi di tahun 2000. saat bercerai ini, aku sempat dekat dengan seorang laki-laki lain namun hubungan kita tidak lama. Aku dan my ex menikah lagi di tahun 2002, karena (1) aku melihat Angie anakku tidak nyaman tidak ada figur seorang ayah di rumah, well, dia masih kecil sih ya (2) Angie sangat cemburuan, jadi bisa kubayangkan seandainya aku menikah dengan laki-laki lain, kecemburuan Angie akan sangat tinggi. (3) aku belum bertemu dengan ideologi feminisme, sehingga aku merasa tidak nyaman menjadi seorang 'janda'. Menikahi ayahnya kembali -- yang memang terus menerus merengek agar aku kembali padanya -- adalah keputusan yang cukup aman. Sebelum kita menikah lagi di tahun 2002 itu, my ex sempat dekat dengan seorang perempuan yang tergila-gila padanya. Tapi, aku sama sekali tidak tertarik untuk tahu what she looked like, dan bagaimana karakternya. Aku terlalu pede bahwa my ex mencintaiku mungkin. Hahaha … berarti waktu SMA dulu itu, aku ga pede ya? Seperti Carrie yang mendadak merasa tidak nyaman dengan hubungannya dengan Mr. Big setelah tahu bahwa Mr. Big pernah menikah.

 

 


Salah satu pemicu kuat aku meninggalkan ayahnya Angie (lagi) tentu adalah ideologi feminisme yang membuatku merasa yakin dan nyaman bahwa aku baik-baik saja untuk kembali single. (Brainwashing kultur patriaki yang kuterima waktu kecil dulu sangat erat mengganggu pastinya.) perpisahan yang kedua ini berbeda dengan perpisahan yang pertama, tentu saja. Kali kedua ini aku sangat pede bakal baik-baik saja menghadapi dunia. Dan Angie sudah semakin besar, lebih mudah diajak bicara mengapa ibunya memilih berpisah dari ayahnya.

 

 

Beberapa tahun kemudian ketika Angie memberitahuku bahwa ayahnya akan menikah lagi adalah satu kelegaan yang luar biasa bagiku. Lelaki itu benar-benar tidak akan lagi menggangguku. Dan, aku sama sekali tidak penasaran what his second wife looks like termasuk karakternya bagaimana.

 

 

PT56 22.30 10-Juli-2020


Friday, July 10, 2020

Lacakin

Aku bukan tipe orang yang memiliki kecurigaan tinggi hingga perlu melacak seseorang, apalagi sampai merasa perlu menyewa 'detektif', hahahah. Aku yakin, jika seseorang buruk sifatnya, satu saat aku akan tahu juga, entah bagaimana caranya.

 

foto dicopas dari sini
 


Sekitar 10 tahun yang lalu, aku dekat dengan seseorang yang memberiku info yang setengah-setengah tentang dirinya hingga aku harus meraba-raba orang ini profesinya apa, dia beneran seseorang yang dia ceritakan padaku atau tidak, (a widow with 3 children and his ex-wife left him for another man). Tapi karena aku masih (merasa) muda, masih penuh hasrat 'bertualang', lol, aku menikmati saja yang ada. Andai ternyata kita berjodoh, dan ternyata dia seseorang yang penuh masalah, ya apa boleh buat, hadapi saja. Toh, kata orang-orang beragama, Tuhan tidak pernah memberi 'cobaan' yang melebihi batas yang kita mampu. Begitu saja cara berpikirku, ga ribet, santai, meski mungkin terlalu menggampangkan 'masalah'. Padahal dari segi spiritual, jelas aku dan dia berseberangan, meski katanya dia bisa mengerti caraku berpikir.

 

 

Tidak lama kemudian, aku naksir lelaki lain lagi, profesinya jelas, tinggalnya jelas di kota mana, meski aku belum tahu dimana. Namun ternyata I was too late to arrive in his life, he got engaged tak lama setelah kita 'bertemu', lol.

 

 

Setahun kemudian aku kenal Ranz. Awalnya, memang sepeda yang mendekatkan kita. Ketika kita mulai dolan-dolan bareng, ngobrol ngalor ngidul, kita menyadari bahwa kita nyambung ngobrol apa saja. Tentu saja kita juga saling curhat. Nah, ternyata Ranz penasaran pada dua lelaki yang kutulis di paragraf di atas. Dan, ternyata Ranz ahli 'melacak' lho.

 

 

Dari hasil lacakannya, aku bersyukur bahwa aku 'selamat' dari terperangkap jebakan kehidupan yang jauh lebih rumit ketimbang saat tinggal bersama my ex. Entah bagaimana Ranz bisa mendapatkan info-info itu, padahal aku hanya tahu namanya (konon, itu nama 'asli'nya). Eh, ini masih mending, Ranz pun bisa mendapatkan foto lelaki yang pernah hadir dalam hidupku di tahun 2005, padahal aku tidak memberi info apa pun kecuali satu hal, "I used to be crazy for him. Well, so I thought." lol.

 

PT56 14.14 10-Juli-2020


Monday, July 06, 2020

Women having sex like a man?

Sekitar 5 tahun yang lalu aku menulis satu artikel pendek yang kuberi judul yang sama dengan tulisan ini, kuambil dari satu kalimat yang dinyatakan oleh Samantha Jones, salah satu tokoh utama dalam serial Sex and the City, di episode 1, session 1.

 


 

Di tulisan itu, aku hanya menulis bahwa Carrie terprovokasi omongan Samantha, dan mencoba mempraktekkannya. (FYI, disini mengacu ke pendapat Samantha: "women having sex like a man" artinya  "having sex without feeling" atau "no emotionally involved sex".) Ketika secara tak sengaja bertemu dengan Kurt, seseorang yang dikisahkan pernah mematahkan hatinya 3 kali, sebagai 'balas dendam' (mungkin), Carrie mengajak Kurt ngedate: only for sex.

 

 

Carrie sempat merasa "powerful, potent and incredibly alive" setelah ngedate dengan Kurt. Namun, ketika bertemu Kurt lagi beberapa hari setelah itu, dan Kurt menyatakan kegembiraannya dengan 'the new Carrie' karena akhirnya Carrie paham yang dia inginkan yakni "willing to have sex without any commitment" digambarkan bahwa Carrie nampak kecewa dan bertanya dalam hati, "did all men secretly want their women to be promiscuous and emotionally detached?"

 

 

*********

 

 

Ketika membaca artikel yang berjudul "porn makes men terrible in bed" aku menemukan sebuah buku berjudul I'd rather eat chocolate: learning to love my low libido tulisan Joan Sewell dimana di salah satu bab dia menulis jenis seks yang disebut oleh Samantha di atas bukanlah "having sex like a man" melainkan "having sex a man likes".

 

 

Nah! Ga heran kan jika Kurt justru lebih menyukai Carrie "yang baru" yang emotionally detached.

 

 

Namun, jika mengacu omongan Mr. Big tentang having sex without feeling ini disebabkan oleh cinta yang tidak hadir di antara kedua pihak, kita bisa menyimpulkan tidak semua laki-laki menyukai yang disukai Kurt, yang dianggap mewakili pendapat laki-laki. Jika melakukannya karena cinta, maka jelas harus ada emotional involvement.

 

 

Melihat karakter Samantha yang digambarkan pemuja seks dalam serial Sex and the City ini, kita bisa menyimpulkan bahwa having sex without emotional involvement itu bukan hanya milik laki-laki, perempuan juga ada yang beranggapan seperti itu, meski mungkin jumlahnya lebih sedikit ketimbang laki-laki.

 

 

PT56 18.00 06-Juli-2020


Thursday, July 02, 2020

Ngedate perempuan yang lebih tua?

Tulisan ini adalah 'terjemahan' dari tulisanku di link ini. Judul serial Sex and the City "Valley of the twenty something guys", mungkin bisa diterjemahkan sebagai "Kaum lelaki berusia 20-an". Dalam serial ini, keempat tokoh utama Sex and the City masih berusia sekitar 30-an.

 


Siapa sangka bahwa 'budaya' perempuan seharusnya ngedate laki-laki yang berusia lebih tua tidak hanya ada di Indonesia? Serial ini menggambarkan hal ini. Jadi, para New Yorkers pun 'mengamini' hal ini. Hohoho … Jadi, jika sampai terjadi seorang perempuan ngedate laki-laki yang lebih muda, dia melakukannya hanya sekedar untuk having fun saja, (misal: for sex), tidak serius, atau mungkin hanya sekedar penghiburan diri bahwa mereka (nampak) menarik di mata laki-laki yang lebih muda; seorang perempuan mungkin butuh hiburan seperti ini setelah mereka ditolak oleh seorang laki-laki.

 



Well, minimal dua tokoh dalam Sex and the City digambarkan seperti ini. Miranda bersedia diajak ngedate Skipper, seorang laki-laki yang digambarkan berusia lebih muda ketimbang Miranda karena Skipper tergila-gila pada Miranda, "and sex (with him) was good," ucap Miranda pada ketiga sahabatnya. Hal ini membuat Miranda merasa pede. Sementara itu, Carrie akhirnya diceritakan ngedate dengan Sam, yang berusia lebih muda, and had sex with him, setelah selama beberapa hari setiap ngedate mereka hanya berciuman. Carrie akhirnya membiarkan dirinya terlena pada ajakan Sam karena sakit hati ditolak Mr. Big, yang di episode-episode berikutnya dikisahkan menjadi kekasihnya.

 


Apakah laki-laki mengajak ngedate perempuan yang lebih tua hanya untuk seks?

 


Carrie sang kolumnis "Sex and the City" mewawancarai beberapa laki-laki tentang hal ini "Bagaimana pendapatmu tentang perempuan yang berusia 30-an? Seseorang menjawab, "perempuan yang lebih tua lihai di ranjang." Skipper yang tergila-gila pada Miranda menjawab, "Perempuan usia 30-an tahu apa yang ingin mereka lakukan, tahu apa yang mereka sukai."


 

Sekitar 15 tahun yang lalu, seorang laki-laki usia 22 tahun bilang kepadaku, "bagiku enak sih ngedate seorang perempuan yang berusia 30-an karena ketika kita ngedate dan kita bercinta, aku ga perlu mengontrol diri, aku ga perlu khawatir 'merenggut keperawanan'." Tentu yang dia maksud adalah jika perempuan yang dia ajak ngedate sudah (pernah) menikah, jadi dia merasa 'aman' tidak akan dikejar-kejar untuk menikahi perempuan itu. Sekitar 2 dekade lalu, merupakan pandangan umum bahwa jika seorang laki-laki mengajak bercinta seorang perempuan yang ternyata masih perawan, dia harus menikahi perempuan itu.

 


Seorang laki-laki berusia 26 tahun bilang, "perempuan di usia 30-an lebih berpengalaman di ranjang ketimbang perempuan yang berusia lebih muda."


 

Padahal belum tentu ya? Hohoho …


 

2 contoh jawaban di atas membenarkan kesimpulan bahwa laki-laki (usia 20-an) ngedate perempuan yang lebih tua hanya untuk memiliki pengalaman ranjang.


 

Sepuluh tahun lalu seorang laki-laki lain (yang sudah menikah) berusia 30-an pernah bilang ke aku, "Bagi laki-laki seusiaku ini perempuan seusiamu nampak sangat sexy dan menarik justru karena kematangan mereka. Perempuan yang lebih muda biasanya manja dan membosankan. Lha kita kan sudah merasa 'cukup' dengan istri yang manja di rumah! Buat apa jika kita ingin bersenang-senang di luar dengan perempuan yang sama bikin pusing dengan yang di rumah? Lol. Tapi, lebih lanjut lagi, dia juga mengatakan, "Entah jika aku telah mencapai usia 40-an atau 50-an ya. Mungkin seperti laki-laki lain, aku akan lebih tertarik dengan perempuan yang berusia jauh lebih muda dariku, untuk membuat diriku merasa lebih muda." lol.

 


Well, 'riset' kecil-kecilan yang kulakukan lebih dari 10 tahun ini mungkin hanya berlaku di masa itu. Di zaman milenial ini, apakah masih sama? Lelaki berusia 20-an ngedate perempuan  berusia 30-an hanya untuk mencicipi pengalaman di ranjang?

 


Eh, padahal untuk urusan hal satu 'itu' ga pasti harus di ranjang yak. Hahahahah

 

PT56 23.23 02-Juli-2020