Search

Monday, April 17, 2023

T a d a r u s

 


Sejak kelas 4 SD (saya khatam alquran pertama kali kelas 3 SD), ayah memberi "instruksi" kepada saya dan almarhum kakak Yusdi Podungge untuk tadarus satu juzz satu hari di bulan Ramadan. Jadi, setelah Ramadan usai, kami berdua khatam alquran sekali.

 

(Ayah kami, our role model, bisa khatam 3 - 4 kali di bulan Ramadan.)

 

Di luar bulan Ramadan, ayah membebaskan kami mau membaca alquran seberapa banyak (atau sedikit?) meski beliau menggoda sambil mengatakan, "di bulan puasa saja kalian bisa mengaji 1 juzz sehari masak di bulan lain yang tidak puasa malah lebih sedikit?"

 

Ayah memang punya sifat usil, (mungkin 'keusilan' saya menurun dari beliau), meski kata seseorang, "bapak wajahnya 'kereng' ya?" saat beberapa bulan lalu saya posting foto lama saya, kakak adik bersama kedua orangtua.

 

Saya masih melanjutkan kebiasaan tadarus sehari 1 juzz di bulan Ramadan sampai usia saya mencapai lebih dari 35 tahun, saat saya mulai berkenalan dengan feminisme yang ternyata di kemudian hari membawa saya ke perjalanan spiritual saya yang sungguh memperkaya pengalaman hidup saya.

 

Semenjak saya membaca kian bervariasi buku, dan berpikir bahwa makna "iqra'" tidak melulu hanya membaca alquran atau buku teks, (kita bisa membaca tanda, membaca alam, dll) saya menyibukkan diri 'membaca' hal-hal lain. 

 

Dan sejak tahun 2008, saya pun berdzikir (menyebut nama atau mengingat Sang Maha Kuasa) dengan cara lain: bersepeda. Setiap kayuhan pedal sepeda saya, ada dzikir yang saya sebut dalam hati.

 

P. S.:

Tulisan ini ada demi menjawab 'tuduhan' seseorang bahwa saya menyesal dulu saya 'tadarus' alquran 😀


 

PT56 12.20 17/04/2023

 

No comments: