Search

Wednesday, April 05, 2023

Paradoks Waktu 2

 


Nana’s comment:

 (take a look at this post first before reading this)


Kedua orang tuaku yang berdarah Gorontalo, hidup di sana selama mungkin kurang lebih 15-18 tahun di awal kehidupan mereka sebelum hijrah ke tanah Jawa adalah orang yang sangat menghargai waktu (atau sangat diatur oleh waktu? LOL). Being punctual is something very important in their life. My mom, especially, paling tidak suka bila diajak janjian oleh teman-temannya menggunakan patokan “Bakdal Asar: misalnya, setelah waktu shalat Asar itu bisa jadi pukul 15.00 (kalau waktu shalat Asar datang sebelum itu), tapi pukul 17.00 pun bisa dihitung sebagai bakdal Asar. LOL. My mom yang sering bukanlah seseorang yang easy going dalam hal waktu sering ngomel-ngomel tatkala teman-temannya datang terlambat ketika menghadiri suatu acara. LOL. Sampai di usianya yang telah membuatnya bisa memiliki KTP seumur hidup di Indonesia, my mom is still the same person, tidak bisa menolerir keterlambatan tatkala ada janjian. Dan memang beliau sangat terkenal di antara teman-temannya sebagai seseorang yang punctual.

 

Hal ini tentu menurun kepada anak-anaknya. Aku di rumah yang paling sering diomelin kakakku (tatkala kita masih kecil, masih hidup di satu rumah, sering pergi bareng-bareng, dan aku merupakan makhluk yang keluar kamar paling akhir, karena ini itu à bisa dibaca dandan, mematut-matut diri di depan kaca LOL) ternyata di lingkunganku sendiri (kerja, kuliah, dll) tetap merupakan orang yang lebih punctual dibandingkan yang lain-lain.

 

Ingat salah satu peristiwa dalam hidupku sekitar tahun 1995. Aku bekerja di salah satu English course di Semarang dan ada salah seorang siswa, seorang laki-laki purnawirawan berusia 73 tahun waktu itu. Dia punya waktu luang yang sangat luang LOL, dan uang nganggur yang lumayan nganggur LOL. Satu pujian yang kuberikan padanya, di usianya yang telah berkepala tujuh tidak membuatnya surut untuk melakukan kegiatan ini itu, misal dengan menikmati masa pensiun dengan bermalas-malasan di rumah. Salah satu kegiatannya adalah mengikuti kursus bahasa, mulai dari Inggris, (aku dan dia bertemu di English course tempatku bekerja, tempat dia belajar), Italia, dan Jepang. Dia mengutarakan niatnya untuk juga ambil les bahasa Prancis. Berhubung waktu aku duduk di bangku SMA dan kuliah aku pernah juga mendapatkan pelajaran/kuliah bahasa Francaise, aku bilang ke dia kalau aku pun tertarik untuk belajar bahasa Prancis lagi.

 

Beberapa waktu kemudian dia bilang ke aku kalau dia sudah daftar kursus bahasa Prancis dan mengajakku untuk bergabung dengannya. Dia memintaku untuk tidak usah memikirkan biaya kursus karena dia yang akan membayarnya. Aku yang waktu itu sibuk mengajar di sana sini, belum lagi siswa privat yang tersebar di banyak penjuru kota Semarang tentu tidak memiliki waktu luang, seluang si Bapak Purnawirawan itu.

 

Kamu bisa nebak apa komentarnya tatkala mendengarku mengatakan tak punya waktu luang?

 

“Don’t let time control you. You’ve got to control time!!!”

 

Cerita lain. Dalam kuliah Professor Hugh Egan, aku tercatat sebagai mahasiswa yang tidak pernah datang terlambat, aku selalu datang lebih dahulu dibandingkan Prof. Egan, satu hal yang dianggap agak aneh oleh Prof. Egan mengingat dia pun telah terkena “racun” omongan orang bahwa orang Jawa itu lelet, alon-alon asal kelakon. LOL. Prof. Egan yang kadang usil itu menggodaku, “You are a true student, eh Nana? You always come earlier than your lecturer does.” Di kesempatan lain, tatkala aku akan menggodanya balik, “Hello Prof, I am a true student, right? I came earlier than you did this morning.” Prof. Egan menjawab, “Nana, I am wondering if you didnt go home but stayed here the whole weekend?” (FYI, aku ambil dua kelas Prof Egan, yang jadualnya hari Jumat pukul 08.00-100 dan Senin pukul 08.00-10.00)

 

Mengenai Tuhan membuat segalanya indah pada waktunya, well, I believe so. Tatkala Abang “datang” dalam hidupku di pertengahan tahun 2006, dia datang tepat pada waktu I wanted to have a partner to debate and argue with, besides to confide in; tepat pada waktu aku begitu lelah merasa hidup sendiri (tak ada orang di sekitarku yang bagiku bisa kuajak untuk beradu argumentasi yang bisa mengikuti cara berpikirku yang westernized. Sombong banget yak aku ini? L orang-orang terdekat yang biasa kuajak diskusi dan curhat kabur ke kota dan negara lain!!!) Oh well, Abang juga hidup di negara lain meskipun dia mengaku sebagai ASNAWI (tahu singkatan apaan tuh? LOL) but he is mostly available for me, via YM, email, sms, maupun telepon. Very sweet and nice of him.

 

PT56 13.25 140407

 

1 comment:

Nana Podungge said...

ASNAWI = Asli Cina Betawi :)
I wrote here, in case I forget one day, lol