Search

Sunday, April 02, 2023

SPIRITUAL QUEST

 


Everybody has different spiritual journeys, I believe. And I think the most fulfilling one is the journey based on our own quest, despite the brainwashing we got in the past.

 

Salah satu sahabat saya bercerita bahwa dia mulai belajar tentang agama (Islam) dengan lebih serius ketika dia duduk di bangku SMA. Waktu itu dia tinggal di Jakarta. Menyadari bahwa orangtuanya tidak mengajarinya tentang agama, dan dia merasa haus untuk itu, dia mulai membaca-baca buku tentang agama, selain juga mengikuti pengajian-pengajian untuk menambah pengetahuannya.

 

Setelah lulus SMA di tahun 1993, dia kuliah di satu universitas negeri di Semarang. Merry -- teman sekantor saya waktu kami berdua sama-sama bekerja di satu uni swasta di kota Semarang, kebetulan adalah kawan sekelas Y waktu kuliah S1 -- mengatakan bahwa saat dia pertama kali mengenal Y, Y belum berjilbab. Tapi saya ingat cerita Y ke saya, bahwa saat pertama kali dia memutuskan untuk mengenakan jilbab, keluarganya sempat kontra. Dia harus 'debat' dengan ibunya mengenai keputusan ini.

 

********

 

Saya dan Y teman kuliah di American Studies, UGM, S2. kami mulai dekat ketika kami sama-sama ikut kuliah 'American Intellectual History' yang diampu oleh Professor Kenneth Hall, a PhD in History of South and Southeast Asia from the University of Michigan. Kami pun lulus dan wisuda bareng. Y termasuk salah satu orang yang mengamati perjalanan spiritual saya: she used to be a believer while I started to 'deviate' from the religious teachings brainwashed to me since I was a kid. Di tengah-tengah mengobrol tentang kuliah, kami juga berbincang tentang perbedaan spiritual ini, kami tidak berdebat, namun justru saling mengisi. Dia orang pertama yang melabeli saya sebagai seorang pragmatist in some cases, yang tentu dia simpulkan dari perbincangan kami.

 

Tahun 2009 Y berangkat ke Ohio, untuk kuliah S3, dia mendapatkan beasiswa dari DIKTI. Pulang dari Amerika tahun 2016, dan dia mengalami 'jet lag' yang cukup panjang plus lama. Banyak hal yang membuatnya susah lepas dari jet lag ini, dan salah satunya adalah her spiritual 'awakening' (if I may use the term 'awakening'.)

 

Jika saya amati, mungkin dia mengalami apa yang saya alami saat saya pertama kali mengenalnya, di tahun 2003-2004. instansi tempatnya bekerja berafiliasi erat dengan agama Islam. Nampaknya dia terus menerus mengalami 'benturan-benturan' sejak tahun 2016. Dan, nampaknya cara-cara instansi melakukan brainwashing kepada para pekerjanya kurang smooth dan meyakinkan. Mereka mengabaikan bahwa yang mereka 'brainwash' itu orang-orang berpendidikan tinggi di mana akan selalu ada kemungkinan mereka sudah 'berani' membebaskan diri dari cara-cara brainwashing yang mungkin mempan diberikan pada mereka yang 'penakut' untuk berpikir secara lebih kritis.

 

"Penceramah-penceramah Indonesia ki sakjane malah marai do mlenthas seka agama Islam," demikian pernyataan seseorang lain tentang hal ini.

 

"I thank myself to keep searching. Things I used to believe when I was in high school, of course are no longer easily brainwashed to me now. The older we are, the more thorough we are supposed to view things, right? Not just from one point of view. I am happy that I get my awakening by myself, not following others." demikian pernyataan Y.

 

Well, in fact, I also keep searching. At the moment perhaps I can say that I am an agnostic, who knows one day I will be something/someone else. How? Let's see. As long as I find it by myself, I will find it satisfying.

 

PT56 22.14 02.04.2023

 

No comments: