Search

Tuesday, June 06, 2023

Obrolan di Kelas


Ini lanjutan postingan di link ini.

Menyambung tulisanku yang kemarin, yang kuberi judul "Mimpi".

 

Di awal kelas, aku bagikan dua buah puisi yang bertemakan DEATH, dari dua penyair yang berbeda, BECAUSE I COULD NOT STOP FOR DEATH oleh Emily Dickinson, dan yang satunya berjudul DEATH oleh Mary Frye. Menilik isi kedua puisi tersebut, kita bisa menyimpulkan bahwa baik Dickinson maupun Frye memiliki sifat yang positif terhadap kematian, keduanya menganggap kematian sebagai sesuatu yang menyenangkan, tak perlu ditakuti.

 

Perbincangan berikutnya, aku bertanya kepada para mahasiswa bagaimana mereka menyikapi kematian. Seperti yang bisa kuduga sebelumnya, sebagian besar mahasiswaku menganggap kematian sebagai sesuatu yang sangat menyedihkan, mengerikan, kesunyian dan kesepian tak berujung, dll. Hal ini tentu tak jauh dari bagaimana mereka mengenal 'kematian' dari guru agama atau pun orang tua mereka masing-masing.

 

Aku ingat ketika duduk di bangku sekolah, guru agama mengajarkan bahwa bagi mereka yang memiliki record kebaikan tatkala hidup di dunia ini, maka tatkala mereka telah hijrah ke alam barzah (alias alam kubur), maka mereka seolah-olah akan tidur yang sangat amat sesaat, karena tiba-tiba malaikat Izrail akan menyembunyikan sangkakala, pertanda hari kebangkitan telah tiba. Tak perlu proses lama, para pemilik record kebaikan ini akan segera dihisap dan masuk surga.

 

Kebalikannya, bagi para pelaku kejahatan (atau yang timbangan kejahatannya lebih besar dibanding kebaikannya) akan merasakan hidup yang sangat amat lama dan penuh siksa tatkala 'mampir' di alam barzah, sampai sangkakala dibunyikan.

 

Itu sebab kematian berkonotasi dengan sedih, ngeri, sunyi, sepi. Apalagi kalau kita bayangkan 'alam barzah' itu berupa alam 'sempit' di bawah kuburan, gelap gulita.

 

Dan, ternyata para mahasiswaku pun mengiyakan apa yang kukatakan itu, pun mereka yang beragama non Muslim. Well, mungkin karena mereka pun menganut agama Kristen/Katolik yang juga merupakan agama Ibrahimi -- Abrahamic Faiths - yang memiliki sumber kitab yang sama. :)

 

Yang kemudian menjadi berbeda adalah tatkala seorang mahasiswa mengaku tidak menganut salah satu dari enam agama yang dilegalkan oleh pemerintah. Dia bercerita di zaman Orde Lama, pemerintah Soekarno mengakui kepercayaan yang dianut oleh ayah ibu dan kakek neneknya sebagai agama. Sayangnya pemerintah Orde Baru mematikan kepercayaan-kepercayaan lokal ini. Terpaksa dia pun berpindah dari satu agama ke agama lain, Islam, Kristen, Katolik, sampai Buddha. Nah, tatkala di agama ini dia mereka agak 'sreg', karena cara pendekatan kepada Si Pembuat Hidup melalui meditasi, seperti yang telah selalu dia lakukan sejak kecil. Namun, kemudian dia berpikir, "Why the hell should I adhere an imported religion?" yang akhirnya membuat dia kembali menganut kepercayaan lokal yang dia terima dari orang tuanya tatkala kecil.

 

Lumayan menarik juga mendengar dia berkisah tentang beberapa jenis 'alam', yang berbeda dengan jenis alam yang pernah kupelajari tatkala duduk di bangku sekolah, yakni alam arwah, alam dunia, alam barzah, dan kemudian alam akhirat. Tatkala berbincang tentang inilah, kita berdiskusi sampai ke apakah mimpi itu hanya merupakan bunga tidur belaka, ataukah merupakan keinginan alam bawah sadar yang akhirnya naik ke permukaan, atau bisa jadi merupakan petunjuk yang diberikan oleh Sang Pembuat Hidup kepada kita, agar kita tak salah langkah.

 

Apa yang dia katakan tentang jenis-jenis alam yang dia pelajari dari kepercayaannya?

 

Well, to be continued yah?

 

 

C-net 15.40 060610

 

No comments: