Search

Saturday, February 16, 2019

Falling in love


FALLING IN LOVE WITH PEOPLE WE CANNOT HAVE

Honestly, I love looking at good-looking people. As a straight woman, of course, especially good-looking men. Perempuan cantik buat apa kulihat, ya kan? Lol. Kalau perempuan, beda lagi, aku akan sangat menyukai perempuan yang cerdas. Kalau perempuan cantik, entar aku tersaingi dong. Kekekeke …


Sekitar 15 tahun yang lalu, aku merasa pernah jatuh hati pada seorang laki-laki yang di mataku indah dilihat. (Selalu jangan lupa bahwa 'beauty lies in the eyes of the beholder' ya, indah di mataku, belum tentu indah di mata orang lain.) He was a good flirt hingga aku terlena. Sayangnya he was married. Poor me, eh? Lol. Aku pun terbelah menjadi dua, ingin terus menikmati hubungan (rahasia) kita namun aku tahu itu tak seharusnya kulakukan.


Akhirnya aku meninggalkannya, melupakan hubungan kita, meski aku melabelinya "lelaki terindah". Yang indah kita lihat, belum tentu tetap nampak indah jika kita miliki. LOL. Begitu kan? LOL.


Beberapa tahun kemudian kita sempat bertemu lagi, sekali kopi darat, namun kemudian tak berlanjut, karena tak lama setelah itu, aku bertemu seorang laki-laki lain, yang sempat membuatku merasa terpuja sedemikian rupa. Hubungan yang juga hanya sesaat ini (dan kita tak sempat kopi darat meski dia sering menyambangi kotaku) membuatku 'sembuh' dari tergila-gila pada sang lelaki terindah yang kutemui 15 tahun lalu itu. Laki-laki ini mampu membuatku berubah pikiran bahwa bukan good look yang akan membuatku 'setia' pada seorang laki-laki, namun kemampuannya membuatku merasa nyaman menjadi diriku sendiri, bahkan hingga mengisahkan hal-hal yang seharusnya bersifat pribadi.



Dua tahun kemudian aku merasa tergila-gila pada laki-laki lain, bukan karena good look yang dia miliki, maupun kemampuannya membuatku merasa nyaman menjadi diriku apa adanya, namun karena tulisan-tulisannya yang cerdas. Aku yang sedang dalam perjalanan spiritual (dari seorang relijius menjadi seorang sekuler dan dalam tahap menuju agnotisme) tergila-gila pada tulisannya yang kadang menulis tentang hal ini. He labeled himself a Deist. Aku tidak tahu what he really looked like karena di blognya tak kutemui fotonya yang nampak jelas. Kita berhenti saling menyapa setelah media sosial tempat kita bertemu tak lagi aktif. Dengan keukeuh dia tak mau pindah ke facebook, meski dia akhirnya luluh membuat akun di twitter. Aku bisa menemukannya dengan mudah jika aku online di twitter, tapi aku memilih menjauhinya. Sebelum medsos tempat kita bertemu pertama kali menghilang, dia sempat mengirim undangan perkawinan yang membuatku patah hati. Lol.


Empat tahun kemudian aku bertemu dengan seorang laki-laki yang sejenis laki-laki yang kutemui 15 tahun lalu, sang lelaki terindah itu. He was good-looking and a good flirt. Sejumlah puisi kasmaran mendadak kutulis untuknya. Kekekekeke … namun kita ga pernah benar-benar dekat, ga pernah ngobrol dari hati ke hati, hingga aku ga yakin apakah rasa yang dia hadirkan itu benar-benar rasa kasmaran seperti rasaku pada sang Deist itu. Beberapa bulan setelah dia menghilang dari hari-hariku (he was in fact married, plus he had a girlfriend) rasa kasmaran itu pun pergi.


Konon jika rasa 'itu' pergi begitu saja tak sampai 4 bulan, itu hanya terpesona, bukan jatuh cinta. Ok. Aku hanya terpesona pada flirt-nya. :)


Beberapa bulan lalu seorang laki-laki mengaku jatuh cinta padaku, dia sangat ingin menikahiku di tahun 2019 ini. Di mataku dia biasa-biasa saja, not good-looking. Mungkin hanya 'sepeda' yang bisa menyatukan kita. Sialnya, dia tak hanya tidak good-looking di mataku, namun juga tak memiliki apa yang dimiliki sang Deist, kecerdasan yang bakal membuatku klepek-klepek. Sang Deist itu memang telah menjungkirbalikkan cara pandangku. Lol. Herannya, meski di facebook aku berteman dengan beberapa laki-laki yang cerdas, tulisan-tulisannya membuatku terkagum-kagum, rasa itu berhenti di 'kagum' saja, tak sampai klepek-klepek. Lol.


"Kamu masih saja single, to mbak?" tanya seorang perempuan yang pernah menjadi rekan kerja di satu instansi sekian tahun lalu.


"Hu um. Yang naksir sih banyak. Whuzzup?" jawabku, enteng. Lol.


"Segeralah pilih salah satu, keburu tua lho entar," kompornya. Lol.


"Lha wong memang sudah tua." jawabku cuek. Lol. "I don't mind being single, deary," kataku lagi.


Well, waktu memutuskan untuk menceraikan ayahnya Angie, anakku satu-satunya, aku telah berkata pada diriku sendiri, aku tidak akan keberatan jika harus terus hidup sendiri. Oh no. aku tidak sendiri. Ada Angie.

Plus, I have one (biking) soul mate who will dedicate her life for me. Kadang, jika perasaan ingin menikah muncul, aku berpikir, jika soul mate ku itu laki-laki, tentu sudah sejak 8 tahun lalu dia kunikahi. Kekekekeke … She has been the best so far.

LG 13.25 16 Feb 2019

No comments: