Search

Monday, June 25, 2007

Memilih Sekolah 2

Dalam kolom SURAT PEMBACA harian SUARA MERDEKA dua hari lalu ada satu surat yang cukup menarik perhatianku. Surat itu berjudul “Ilmu atau Gengsi” ditulis oleh seorang siswa salah satu sekolah swasta yang cukup terkenal di Semarang. Ricko—demikian nama si penulis surat pembaca tersebut—menuliskan beberapa jalur yang bisa diambil oleh seorang lulusan SMA tatkala akan melanjutkan pendidikannya ke PTN. Saat ini beberapa PTN favorit Indonesia memiliki tiga macam jalur: pertama PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan), UM (Ujian Masuk), dan SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) yang di zamanku dulu disebut Sipenmaru.

Di zamanku lulus SMA 21 tahun yang lalu, yang namanya PMDK, semua siswa kelas 3 bisa mengikuti proses penyeleksian. Universitas negeri memberikan formulir pendaftaran sejumlah siswa kelas 3, tidak ekslusif untuk anak-anak yang memiliki ranking tinggi, misal ranking 1-5 di masing-masing kelas. Semua universitas negeri bekerja sama, mirip dengan Sipenmaru, sehingga tidak mungkin satu anak diterima di lebih satu universitas negeri. Begitu seorang siswa dinyatakan diterima di salah satu PTN melalui jalur PMDK, hanya satu syarat yang harus dia lakukan, dikarantina selama dua hari, bersamaan dengan dilaksanakannya Sipenmaru, sehingga dia tidak mungkin akan “mengambil kesempatan” untuk calon mahasiswa lain. Tidak ada wawancara berapa jumlah uang yang akan dibayarkan oleh orang tua.

Tidak lulus PMDK, hanya ada satu kesempatan lain lagi yang bisa dilakukan oleh calon mahasiswa PTN, bersaing dalam Sipenmaru.. Jika dia gagal pada tahun itu, dia masih bisa mengulangi tahun berikutnya.

Zaman telah berubah. Sistem penerimaan mahasiswa baru pun berubah. PMDK ekslusif hanya milik para murid yang memiliki ranking tinggi di sekolah. Selain itu, masih ada proses berikutnya: tawar menawar berapa jumlah uang yang akan dibayarkan oleh orang tua calon mahasiswa. Konon bahkan tiap-tiap fakultas telah memiliki jumlah minimal dimana orang tua murid diharapkan tidak menawar di bawah itu. Misal: di UGM untuk fakultas kedokteran, orang tua calon mahasiswa harus menyiapkan uang sejumlah minimal 80 juta rupiah, jumlah paling tinggi di antara fakultas-fakultas lain karena sampai sekarang fakultas kedokteran tetap merupakan jurusan yang terfavorit. (Hal ini berdasarkan wawancara yang kulakukan dengan seorang siswa di lembaga tempatku mengajar.)

Untuk jalur PMDK ini masing-masing PTN mengelolanya sendiri-sendiri. Demikian juga UM (Ujian Masuk). UGM yang merupakan PTN pelopor pelaksana UM ini, tidaklah “semata duitan” PTN lain. Jika di PTN lain, pertimbangan utama diterima atau tidaknya seorang calon mahasiswa melalui UM adalah jumlah uang sumbangan, sedangkan hasil tes tidak terlalu mempengaruhi, di UGM, jika hasil tes benar-benar bagus, sumbangan nol pun tetap bisa diterima. (Hal ini berdasarkan surat pembaca di Suara Merdeka 19 Juni 2007).

SPMB merupakan jalur tanpa sejumlah uang sumbangan tertentu yang harus dibayarkan oleh orang tua calon mahasiswa. Meskipun begitu, nampaknya kepopuleran SPMB semakin memudar karena para calon mahasiswa yang tidak begitu pede apakah mereka akan mampu menembusnya, mengingat masing-masing PTN telah mampu menjaring sejumlah calon mahasiswa melalui jalur PMDK dan UM, sehingga PTN hanya akan menerima sedikit jumlah calon mahasiswa, hanya untuk menutup kekurangan jumlah kursi yang ditawarkan. Selain itu, peminat SPMB jauh lebih tinggi dibandingkan jalur UM yang membuat persaingan amat ketat. Banyak siswa di lembaga tempatku mengajar yang menunjukkan ketidakpedeannya mengikuti SPMB karena ketatnya persaingan ini. SPMB hanya merupakan alternatif terakhir jika ternyata mereka tidak lulus UM.

Mengetahui perubahan jalur penerimaan calon mahasiswa di universitas negeri ini sangatlah penting bagiku, mengingat dua tahun lagi Angie akan berada di posisi itu.

Time does fly!!!

PT56 13.40 210607

2 comments:

kritik said...

ngawur aja.loyola tu terkenal banget di semarang. hampir tiap tahunnya jadi juara 1 ebtanas/uan. kalo kasi statement hati-hati. ini dibaca massa

kritik said...

sman 3 selalu kalah sama loyola. sebagai alumni loyola saya tersinggung sedikit dengan statement anda