Search

Wednesday, June 27, 2007

From Semarang to Jogja with Love

Hari Minggu 24 Juni 2007 aku mendapat kehormatan untuk menjadi salah satu juri seleksi tahap ketiga program AFS dari Yayasan Bina Antarbudaya Chapter Semarang (The Indonesian Foundation for Intercultural Learning). Kebetulan aku ditempatkan di ruang 4, bersama dua juri lain (still very much younger than I am) yang kemudian kuketahui mereka adalah alumni AFS (BACA  pernah terpilih dalam seleksi AFS beberapa tahun lalu). Kebetulan salah satu dari mereka, bernama Mayda, sekarang tercatat sebagai mahasiswa UGM jurusan Komunikasi.


Bertemu seseorang yang sekarang sedang mengejar masa depannya di UGM, apalagi dia tinggal di kos dekat mantan kosku dulu, wah, benar-benar membawaku membawa kembali ke kota kedua yang kucintai di Indonesia ini. (No matter what, I still put Semarang, my hometown, in the first rank!) Kebetulan Mayda kos di daerah yang disebut Tawangsari, di daerah Jalan Kaliurang (untuk singkatnya disebut Jakal. Btw, menurut salah satu guru besar Fakultas Ilmu Budaya UGM, orang-orang Yogya terkenal paling suka membuat singkatan. Contoh lain adalah Jalan Monjali yang merupakan singkatan dari Monumen Jogja Kembali) km 5. untuk masuk ke daerah Tawangsari seseorang bisa masuk melalui Gang Megatruh. Di sebelah Gang Megatruh ada gang yang cukup mungil—kayak aku LOL—yang disebut Gang Mijil. Nah, zaman aku kuliah S1 (1986-1990) juga ketika aku kuliah S2 (tahun 2004 bulan Februari sampai Oktober) aku tinggal di sebuah rumah nomor 11.


Tatkala Mayda menyebut kosnya berada di satu lokasi dengan salon “Larasati”, wah, aku jadi ingat lagi dulu aku cukup sering melewati jalan itu, terutama dalam perjalanan dari kos ke kolam renang UNY. Sering juga aku beli sego pecel di warung yang terletak dekat salon “Larasati” itu. Atau kadang mampir hanya untuk membeli es teh dalam perjalanan pulang dari kampus di siang hari yang cukup terik.


Usai “menonton” partisipan AFS unjuk kebolehan kekreatifan mereka, aku dan para juri yang lain asik makan siang di sebuah ruangan yang biasa dipakai untuk Sekretariat. (Ups, lupa bilang, seleksi diadakan di SMP N 3 Semarang.) Saat makan siang ini aku mendengarkan obrolan Mayda dengan Adit, salah satu juri lain, yang baru kuketahui ternyata juga merupakan “salah satu penduduk temporer” Yogya. Mayda yang sedang senang-senangnya menikmati kehidupannya sebagai mahasiswa di kota yang mendapatkan predikat KOTA PELAJAR di Indonesia, ternyata sudah cukup berkelana dari satu tempat ke tempat lain untuk mencicipi makanan/masakan lezat di Yogya. Mulai dari angkringan di daerah UGM, sampai warung makan yang terletak lumayan jauh dari daerah UGM yang terletak di daerah Malioboro maupun lebih ke Selatan lagi.


Mendengarkan obrolan ini mengingatkanku saat-saat aku kuliah S2. AKU GA KEMANA-MANA!!! Dan nama-nama rumah makan yang disebut Mayda dan Adit sangat asing di telingaku yang kuper ini. LOL. Sedangkan rumah makan PAK TO yang ayam bakarnya sangat kusukai sama sekali tidak disebut oleh mereka berdua. NAH LO.


Kalau kuingat-ingat lagi apa yang menyebabkan aku tidak tahu menahu nama-nama rumah makan maupun angkringan yang disebut oleh Mayda dan Adit ada dua alasan kuat yang membuatku kuper.
Pertama, aku tidak bergaul baik dengan teman-teman satu kos. Aku memang dengan sengaja membentengi diri untuk tidak sangat terlibat dengan kegiatan teman-teman kos yang kebetulan kebanyakan jauh lebih muda dariku. Yah, seperti membeli makan bersama-sama, jalan-jalan, sampai berangkat shalat tarawih bersama, baik yang diadakan di masjid UGM, maupun masjid-masjid sekitar kos. Dengan tidak terlalu terlibat dengan kegiatan teman-teman kos, aku bisa “bersunyi sepi” di kamar untuk lebih fokus mengerjakan tugas-tugas kuliah.


Di kos pertama yang kudiami yang terletak di Jl. C. Simanjuntak no. 53 (sekarang sudah almarhum  awal tahun 2004 kita semua penghuni diusir dengan semena-mena karena kos (dan beberapa rumah/bangunan di sekitar) akan dirubuhkan dan dibangun gedung yang entah dipakai untuk apa. Di sini ada sekitar 30 penghuni yang berasal dari berbagai daerah seluruh Indonesia, dan tentu aku tidak mengenal mereka semua. LOL. Ada beberapa mahasiswa S2 (tak lebih dari empat orang termasuk aku), beberapa mahasiswa S1, dan sejumlah siswa Madrasah Aliyah Negeri yang terletak kurang lebih hanya 300 m dari kos.


Aku benar-benar individual selama tinggal di sini. Melakukan ini itu sendiri. Aku ingat ikut makan bersama tatkala beberapa teman berinisiatif masak besar bersama-sama dan kemudian seluruh penghuni kos diundang untuk makan bersama-sama. Baru kali itulah aku masuk ke kamar teman dan sempat ngobrol sejenak dengan beberapa teman kos lain.


Di kos kedua yang terletak di Gang Mijil no. 11, ada seorang teman kos yang rajin menyambangiku. Entah apa yang membuatnya begitu tertarik kepadaku dan lumayan rajin dolan ke kamarku. Namanya Berty, mahasiswa fakultas hukum UGM. Dengannya aku ngobrol lumayan banyak. Waktu itu aku sudah masuk semester 4, dan tidak terbebani dengan tugas menulis paper yang bejibun, kecuali dua mata kuliah yang diberikan oleh dosen tamu yang tidak wajib kuikuti. Sifatku yang kadang suka menunda-nunda satu pekerjaan yang membuatku berasyik-masuk mengikuti kuliah Prof. Kenneth Hall, dari Michigan, dan melenakan diri dengan tidak sesegera mungkin mulai menulis tesis. Selain itu, yah, aku lumayan jenuh juga dikejar deadline mengerjakan tugas-tugas selama semester 1, 2, dan 3. Pada saat yang sama pula aku menikmati persahabatanku dengan Berty. Ngobrol hampir tiap hari, pagi, siang, sore, malam ketika aku berada di Yogya.


Pernah satu kali aku pergi berenang bersama Berty dan satu teman kos lain (jelas aku lupa namanya!!! LOL.) Kita bertiga berangkat dan pulang naik bus kota. Dan tatkala berenang, aku jadi ngobrol dengan mereka berdua, satu hal yang sangat tidak kusukai. Ngapain juga ngobrol harus pindah ke kolam renang? Asik juga ngobrol di kamar kos, sambil tiduran di tempat tidur! dan ini adalah satu-satunya kesempatan aku pergi bersama teman kos. Beberapa kali pergi beli makan bersama, tapi melulu di rumah makan di sekitar kos.


Alasan kedua aku kuper adalah aku tidak punya sarana ngeluyur. Kemana-mana harus naik bus kota, atau jalan kaki. Sama sekali tidak praktis kan? Seandainya ada motor, mungkin (CATAT  MUNGKIN) aku akan mencoba makan di sini situ, ato di sana sini. LOL. Demi kepraktisan, aku dan Julie sering makan siang di KANSAS (KANtin SAStra) yang memang terletak di Fakulas Ilmu Budaya (dulu bernama Fakultas Sastra) atau terkadang di kantin yang diberi julukan BONBIN yang juga terletak di belakang FIB. Mengapa namanya BONBIN? Aku sendiri tidak begitu tahu sejarahnya. Satu hal yang aku tahu adalah kantin ini agak jorok, penuh dengan lalat yang berterbangan. LOL. Namun tentu saja harganya lebih miring dibandingkan KANSAS.


Aku ingat satu kali seorang professor bilang, “Kalian mahasiswa S2 malu dong kalau makan di BONBIN, masak makan kok berebut dengan lalat?” wakakakaka ... Sayangnya aku dan teman-teman kuliah lain yang dijuluki “Gang of Seven” oleh Prof. Hugh Egan, dosen tamu dari Ithaca College, suka makan di warung Pak Sis karena nasi gorengnya lumayan enak, dan tatkala menunggu pesanan kita matang, kita suka bercanda, melepaskan stress karena beban kuliah yang cukup melelahkan.
Satu tempat makan lain yang sering kita (“Gang of Seven”) kunjungi adalah rumah makan yang terletak di Fakultas Ekonomi, persis di sebelah FIB. Tempatnya lebih bersih dibandingkan KANSAS, dan tentu saja jauh lebih elegan dibanding BONBIN. LOL. Di sini kita bertujuh sering ngobrol berjam-jam sambil makan bersama.


Pernah satu kali kita makan di kantin yang terletak di Gedung Lengkung, pusat Sekolah Pasca Sarjana UGM. Suasana cukup sepi karena para pengunjung tidak banyak bicara tatkala makan. Nah, ini menjadi satu kendala bagi kita bertujuh yang suka berhahahihi. Ga enak kan menjadi pusat perhatian seantero kantin? Selain itu harga relatif lebih mahal dibandingkan dengan KANSAS maupun kantin di FE. Plus, kita jarang kuliah di Gedung Lengkung karena kebanyakan kelas dilaksanakan di gedung FIB maupun gedung Pasca Sarjana lama yang terletak di belakang FE atau di depan Fakultas Psikologi. Hal-hal inilah yang membuat kita bertujuh hanya satu kali makan di kantin Gedung Lengkung.


Di antara kita bertujuh hanya dua orang yang memiliki motor, Putu dan Wiwin. Tyas selalu diantar jemput suaminya. Itu sebab kita bertujuh tidak pernah jauh-jauh cari makan karena tidak praktis.
Mengingat kedua alasan ini membuatku mencoba mengingat-ingat lagi masa kuliah S1 dulu. Beban kuliah S1 jelas jauh lebih ringan dibanding S2 yang membuatku tentu tidak perlu mengurung diri melulu di kamar. Dan aku juga diperbolehkan membawa motor oleh orang tuaku. Saat itu aku dan teman-teman kos lumayan sering pula berhura-hura makan di sana sini. Kadang-kadang jalan-jalan rame-rame ke Malioboro, Kraton, Kebun Binatang Gembira Loka, Kaliurang, pantai Parangtritis, dll.


Kesimpulan: aku tidak bener-bener kuper tatkala aku masih seusia Mayda. Salah satu alasanku melanjutkan kuliah di luar kota adalah aku ingin bebas dari harus minta ijin ke orang tua untuk pergi kesana sini. Sebagai anak perempuan pertama, aku cukup sering tidak diijinkan untuk ini itu. Well, aku cukup menikmati masa kuliah S1 dengan dolan kesana kemari. Tatkala kuliah S2, tujuanku memang bukan untuk menikmati kebebasan main kesana kemari, melainkan untuk memperluas wawasan, mendapatkan pengetahuan yang kubutuhkan di tempat kerja, dan kembali merasakan duduk di bangku mahasiswa setelah sekian tahun aku selalu berdiri di depan kelas sebagai dosen/guru. So, aku tidak perlu menyesali mengapa aku kuper selama kuliah S2.


PT56 12.15 260607

No comments: