Search

Monday, February 05, 2007

Tempat Nongkrong



Akhir chat-ku dengan Abang beberapa bulan lalu.
Abang: “Dari warnet mau kemana Na?”
Aku: “Pulang lah Bang. Mau kemana lagi emangnya?”
Abang: “Kamu ga punya tempat untuk nongkrong ya Na?”
Aku: “Tempat untuk nongkrong yang kayak mana maksud Abang?”
Abang: “Ya selain kantor dan warnet lah Na. Kamu ga pernah jalan-jalan kemana kek. Main ke rumah teman barangkali?”
Aku: “Temanku tuh ya teman-teman kerjaku Bang. Udah ketemu di kantor. Ngapain juga main ke rumah mereka?”
Abang: “Iya ya? kamu ga ikut organisasi sosial apa kek begitu untuk memperluas pergaulanmu.”Aku: “Aku ini orang yang asosial Bang. Untuk sementara ini males lah Bang.”
Abang: “Oke, do what you like ajalah. Kalau kamu enjoy di rumah ya ga papa.”
Ketika akhirnya tiba masa aku jenuh dengan kamarku—ukuran 3 x 3.5 m, kudiami bareng anak semata wayangku—aku bingung mau kemana? Ketika di Yogya, aku biasa melarikan diri ke perpustakaan. Di Semarang? Entahlah.
Namun akhirnya aku menemukan tempat nongkrong yang sesuai dengan yang kuinginkan! Satu tempat yang lumayan sunyi dan sepi, tidak banyak orang yang berkeliaran, maupun berteriak-teriak. Aku bisa membaca buku dengan tenang, atau menulis diary, tanpa ada yang menganggu. Salah satu bangku yang terletak di sebelah timur (kalau aku tidak salah membaca mata anginnya LOL) kolam renang Paradise Club. Dengan ditemani secangkir cappuccino, mendengarkan musik dari MP, hape—ini menunjukkan bahwa aku ga asosial amat kok yah? LOL—barangkali ada yang kangen padaku mengirimiku sms, LOL, aku bisa betah duduk berjam-jam untuk membaca buku.
By the way, am I really that asocial? I am quite friendly to people—sebagai guru sebaiknya aku memang friendly to everybody. Namun untuk ngobrol—teman nongkrong sampai berjam-jam—untuk saat ini aku sedang tidak punya. Yulia pindah ke Bandung tahun 2003. Tahun 2005, Yuli diboyong suaminya ke Holland. (katanya tahun 2007 ini balik Indonesia. Kok dia belum kirim kabar yah?) April 2006 Julie pindah ke Malang. Juli 2006 Eta ke Amerika to pursue her study with grant from AMINEF. Asih—teman kuliah American Studies—bukan asli Semarang. Kita dulu sempet suka ngobrol lama-lama, discussing trivial things—such as my ex private student yang cantik sekali but rada o’on (kamu tahu o’on kah? Kalo pake istilah Yulia, telmi. Ga tahu juga istilah telmi? Kurang cerdas deh pokoknya. LOL.), agama—Asih bilang, “Lihat bentuk tangan kita yang begitu indah ini. tidak mungkin tangan seperti ini akan ADA begitu saja tanpa campur tangan sang OMNIPOTENT. Terlalu naif kalau orang meragukan keberadaan Sang Maha Kuasa.” Nevertheless, Asih sangat receptive dengan ide-ideku yang mungkin bagi telinga orang-orang yang sok religious terdengar atheis, sampai ke pragmatisme William James, atau John Dewey yah? LOL. Sistem kapitalis Amerika, bla bla bla ...
Di luar kelima orang itu—Yulia, Yuli, Julie, Eta, Asih—masak aku ga punya teman lain? Oh well, beberapa tahun lalu aku bertemu dengan teman sekelas waktu SMA, dulu aku dan dia dekat sekali, meskipun aku tahu dia menganggapku rival terbesarnya untuk diterima Sipenmaru—alias UMPTN atawa SPMB sekarang—tanpa tes. Dari obrolan kita, aku tahu, I have changed a lot, dan ga bakal kita bisa nyambung.
Hari Senin kemarin kebetulan ada salah satu teman erobik yang ngajak ke rumahnya, makan-makan, entah dalam rangka apa. Aku ngikut aja—dan merelakan waktu yang bisa kupakai untuk nongkrong di bangku favoritku—karena ... rasanya ga etis aja menolak ajakan makan gratis. Hahahaha ... di sana, sembari makan, aku mendengarkan obrolan teman-teman yang lain. Gosh, aku bakal ga kuat ngobrol sama mereka. GA NYAMBUNG!!! LOL. LOL.
So? Yah ... begitulah, kulanjutkan nongkrongku seorang diri, membaca buku, menulis diary, menulis untuk blog, mendengarkan musik sendiri. Satu-satunya—oh no, dua-duanya LOL—orang yang aku enjoy bersama adalah my Lovely Star, and my Guardian Angel.
PT56 22.50 02020774

No comments: