Search

Wednesday, November 04, 2015

JUS MELON

hanya sebagai ilustrasi
Bulan-bulan terakhir ini aku sering mengkonsumsi jus melon. Aku membaca di postingan salah satu facebooker jus melon ini bisa untuk mengobati gejala asam urat. Karena aku menengarai aku terkena gejala asam urat inilah aku beralih, dulu aku biasanya minum jus jambu, sekarang ke jus melon.

Aku bukan orang yang “terampil” maka aku tidak membuat jus melon ini sendiri, aku lebih memilih beli. Di kitaran tempat tinggalku, satu porsi jus melon dihargai Rp. 5000,00 – Rp. 6.000,00. Bulan Oktober lalu waktu aku sempat dolah ke Solo, dan sempat beli jus melon, harganya pun sama. (Ini di kios penjual jus yang banyak di pinggir jalan atau di teras satu gerai mini market ya, bukan di supermarket, apalagi restaurant atau mall.)

Sekitar 2 minggu yang lalu, karena terburu-buru berangkat kerja, aku mengabaikan keinginan meminum jus melon ini sehingga tidak mampir ke kios dekat rumah. Ranz yang kebetulan berada di Semarang pingin beli cireng. Sayangnya yang jual ga ada, sedang libur pulang kampong kali. Untuk mengisi perut, Ranz kuajak ke tempat orang jualan gorengan di jalan Indraprasta, tak jauh dari kantor. Ternyata sesampe sana, jualannya sudah habis (sekitar pukul 18.40). waktu melanjutkan perjalanan ke kantor, aku lihat kios yang jualan jus. Aku sudah lama tahu kios ini namun belum pernah mampir. Sore itu kuputuskan mampir untuk membeli satu porsi jus melon.

Setelah selesai, jus melon itu diulurkan kepadaku, aku bertanya, “Berapa mbak?” si penjual menjawab, “sepuluh ribu rupiah.” Bujubune … dua kali lipat harganya disbanding yang di dekat rumah! Mungkin aku sedang pe-em-es – mungkin juga engga, ini hanya sekedar “excuse” ajah LOL – aku langsung ngomel. LOL.
“Kok mahal mbak? Di kampungku aja Cuma limaribu rupiah,” protesku. Sambil pasang wajah garang. LOL. (“You look so scary when you are angry!” kata salah satu siswaku dulu. LOL.)

Si embak yang mungkin ga nyangka aku bakal protes, njawab, “Tapi disini kan beda bu?”

“Bedanya apa?” tanyaku.

“Disini buahnya kita beli tiap hari.” Jawabnya.

“Lho, apa kamu pikir yang jualan jus di dekat rumahku itu buahnya ga baru setiap hari?” tanyaku dengan tetap menggunakan nada menusuk. LOL.

Si penjual diam saja.

Sesampai kantor, karena aku masih kesal, aku bercerita ke teman-teman. Ternyata oh ternyata mereka semua sudah tahu bahwa si penjual jus di ujung jalan Indraprasta itu memang mematok harga tak wajar. Itu sebab yang beli sepi.

Oh ya, aku ingat, memang disitu selalu sepi, ga ada tumpukan antrian orang membeli jus, tidak seperti di kios-kios penjual jus lain. Plus di rak tempat si penjual memajang buah, hanya ada sedikit buah, tidak seperti di tempat lain, yang raknya penuh dengan berbagai macam buah.

“Gapapaaa ... buat pembelajaran aja, lain kali jangan beli jus disitu lagi,” kata Ranz, berusaha meredam emosiku. Aku yang masih emosi, mendengar pernyataan Ranz malah kian emosi. LOL. “Of course I will NOT go there anymore. Do you think I cannot make such a conclusion?” xixixixixi …

LG 14.38 03/11/2015


N.B.:

Gambar diambil dari sini

No comments: