Search

Wednesday, November 11, 2015

Bagai makan buah simalakama : hidden paradise



HIDDEN PARADISE 

Terilhami tulisan Radit, meski hal ini sudah lama kudiskusikan dengan Ranz.

Merupakan satu kebiasaan bagiku untuk menulis kisah perjalananku – baik bersepeda maupun tidak – dan mengunggahnya di blog, untuk arsip diri sendiri, in case satu saat nanti aku butuh melihat detil-detil satu peristiwa. Jika kemudian kisah-kisahku itu menginspirasi orang untuk melakukan perjalanan yang sama, terus terang, hal ini adalah satu kebanggaan tersendiri.

Dalam berbagi kisah dan cerita tentang tempat wisata yang kukunjungi adalah hal yang sangat menyenangkan bagiku pribadi hingga aku tak perhah paham jika mendapati orang yang “pamer” satu tempat yang dia kunjungi namun super pelit untuk memberi keterangan. Missal, ketika ada orang bertanya, “Ini dimana?” dijawab, “rahasia”. Lah? Harusnya “konsekuensi” pamer itu ya bakal ditanyain orang, dan seharusnya mau menjawab dong. J (maksa :p)

But I started changing my mind when …

Sekitar satu setengah tahun yang lalu, postinganku tentang bersepeda ke Telaga Madirda yang terletak tak jauh dari Grojogan Sewu maupun Candi Sukuh dimuat di satu situs tour & travel, satu rangkaian dengan postinganku bersepeda ke Candi Cetho dan Candi Sukuh yang kian menjadi destinasi favorit para pesepeda karena trek yang menantang disertai dengan pemandangan menakjubkan sepanjang jalan.

Telaga Madirda, foto dijepret bulan Oktober 2013

Beberapa minggu setelah itu di facebook aku melihat postingan seseorang di Telaga Madirda. Kondisi airnya tak lagi sebening saat aku kesana di bulan Oktober 2013. Entah karena waktu berfoto itu sedang musim hujan sehingga mungkin air di telaga ga sebening di musim kemarau atau karena kian banyak pengunjung telah berdatangan kesana dan mereka tidak peduli dengan kebersihan; missal membuang sampah sembarangan. (FYI, waktu aku kesana juga ada beberapa kelompok remaja yang camping di dekat telaga, dan mereka terlihat tidak menjaga kebersihan lingkungan L )

Dan aku pun gundah.

Apakah sebaiknya kita diam saja bila kita “menemukan” satu lokasi indah – apalagi yang masih perawan – agar dia tetap terjaga “perawan”? kapan kah orang-orang Indonesia merasa sadar bahwa menjaga kebersihan lingkungan adalah tugas kita semua? Agar kita tetap bisa bangga pada destinasi wisata yang kita miliki.

LG 15.29 10/11/2015

No comments: