Search

Tuesday, April 26, 2011

CURHAT

 
CURHAT TENTANG CURHAT SEORANG TEMAN

Dari networking site sebelah, aku mendapatkan beberapa teman yang lumayan dekat sehingga kita merasa saling nyaman untuk curhat. (FYI, dengan ratusan yang lain paling hanya saling sapa ‘superficial’, saling nge-like status atau foto atau note masing-masing untuk menunjukkan keeksisan masing-masing atau mungkin juga sedikit perhatian.)

Salah satu dari mereka melabeliku ‘soul sister’ setelah dia menyempatkan diri membaca beberapa note (lama) tentang spiritualitas dan feminisme, juga setelah chat di chatbox plus kirim inbox. Aku tidak tahu apa yang membuatnya tiba-tiba menjadi nyaman berbincang denganku selain katanya bahwa I have never been judgmental, different from others yang biasanya tidak hanya judgmental namun juga nosy. You can imagine kenyamanan yang dia rasakan tatkala berbincang denganku ini membuatnya out of the blue curhat kepadaku tentang beberapa hal. I was surprised at the beginning, but I considered it as an honor. Dia juga menyampaikan keinginannya untuk menikmati secangkir (atau bercangkir-cangkir) kopi bersama sembari ngobrol berjam-jam tentang spiritualitas dan feminisme.

Demikianlah akhirnya persahabatan kita terjalin di dunia maya. Kita tidak tinggal terlalu jauh sebenarnya, dia di Jogja aku di Semarang. But karena kesibukan masing-masing setelah mengenal selama satu setengah tahun kita belum pernah kopdar. Kebetulan ketika bulan Juni tahun lalu aku ke Jogja, ketika dia kuhubungi, dia sedang berada di Singapore, menemani seorang tantenya yang harus berobat.

Januari 2011 dia hijrah ke Jakarta demi menyongsong masa depan yang (diharapkan) lebih baik. Namun pupuslah harapanku untuk bertemu dengannya karena aku sangat jarang ke Jakarta.

Beberapa minggu lalu tiba-tiba dia nginbox aku lagi (setelah sekian bulan nampaknya hidupnya baik-baik saja karena status demi status yang dia tulis sounded baik-baik saja.) She needed to talk to me. Bahkan secara khusus dia memintaku online di YM, sangat jarang dia memintaku untuk online di YM. But unfortunately sepanjang dua minggu (atau lebih ya?) aku selalu kelelahan setiap kali sampai rumah jam 9pm. Boro-boro mau online yang ada ya langsung sikat gigi, cuci tangan cuci kaki dan langsung molor.

Dalam hati aku berharap dia baik-baik saja and could solve her problem atau paling tidak she could get over the bad feeling. Yang bisa kulakukan hanya menyapanya di wall atau nginbox dia. Jawaban yang kuterima paling banter dia menulis, “I am still learning to make myself as tough as you my warrior sista.” Kali lain dia menulis, “I cannot tell you about this without making myself down under the surface. At least at the moment I am still learning to be on the surface. Will tell you later.”

Dua minggu lalu she wrote a very sad short story. Meski kita kenal ‘hanya’ lewat dunia maya, dan hanya lewat networking site, aku tahu tidak ada tulisannya yang tidak diilhami oleh pengalamannya sendiri. Apalagi jika cerpen/puisi itu bernuansa ‘gelap’. It is really her.

Dan begitulah, I was attacked by deep guilt. Satu kali aku pernah nulis di wall-nya, “I will always be there when you need me.” Tak bisa kupenuhi. 

Telah dua minggu ini she didn’t update her status. She didn’t comment on any note I tagged her.

Semalam aku sengaja online ‘available’ di YM to wait for her. Another online buddy – yang juga dekat denganku maupun my soul sister – menyapaku. Jadilah kita ngerumpi curhatan sobat kita bersama ini.

And until now I still feel bad. I am not a good friend.

You know, aku tidak mau dituduh sebagai seseorang yang ‘nosy’ itu sebab aku biasanya berada dalam posisi pasif, dan tidak secara aktif (atau bagiku agresif) bertanya-tanya, such as “Whuzzup? Have you eventually found out that he is just another asshole?” atau, “Come on, talk to me! Expose yourself! You will feel better!” it is really not me. Toh di awal persahabatan kita, juga out of the blue dia curhat sesuatu yang cukup mengagetkanku.

Menulis ini sekedar untuk mengurangi rasa bersalahku.

GL7 13.13 260411

No comments: