Search

Friday, September 08, 2023

Kapal, pemilik kapal, dan para penunggangnya

 


Di 'Sekolah Basis 3' yang diselenggarakan pada tanggal 25 - 27 Agustus 2023 yang lalu, Romo Setyo -- satu dosen senior STF Driyarkara -- menceritakan sebuah dongeng. Alkisah di satu waktu yang lampau ada seseorang yang gagah, tinggi, tampan namun tuli dan rabun jauh. Orang ini memiliki sebuah kapal yang megah. Akan tetapi karena dia tuli dan rabun jauh, dia tentu tidak bisa membawa kapal mengarungi lautan luas sendiri. Untuk itu dia membuka lowongan para pekerja yang akan bekerja sama membawa kapal itu berlayar.

 

Dalam prakteknya, sayangnya, para pekerja yang dipekerjakan oleh pemilik kapal ini ternyata berkelompok-kelompok berdasarkan kepentingan sendiri-sendiri. Demi meraih kepentingan sendiri-sendiri ini, mereka pun mulai saling sikut menyingkirkan kelompok lain yang tidak se'vibrasi' dengan mereka. Bisa jadi mereka memiliki kepentingan yang sama, namun karena mereka terpisah di kelompok yang berbeda, mereka tetap menjegal satu sama lain.

 

Homo homini lupus pun berlaku di sini. Yang menang akan menyingkirkan yang kalah. Kelompok mana pun yang menang, akan melakukan hal yang sama. Apakah mereka akan membawa kapal berlayar dengan mumpuni? TIDAK! Mereka hanya akan berpesta pora merayaka kemenangan. Setelah itu? Kapal akan terus terombang-ambing tidak jelas.

 

Lalu bagaimana nasib kapal dan si pemilik yang gagah, tinggi, tampan namun tuli dan rabun jauh? Dia hanya bisa memandang kondisi yang mengenaskan itu tanpa bisa melakukan apa-apa. 

 

Ini adalah analagi sebuah negara (kapal), pemiliknya (rakyat), dan para pekerjanya yang hanya memikirkan kepentingan pribadi dan golongannya (politisi dan parpol) sebagai penunggang kapal yang tidak bertanggung jawab.

 

Pilpres 2024

 

So far, kita mengetahui ada 3 capres. Konon, kata orang-orang, jika GP yang menang, itu berarti kemenangan bagi Mega; GP 'hanya' akan menjadi boneka putri keturunan presiden pertama Indonesia ini. Jika AB yang menang, dia hanya akan menjadi boneka SP. Apakah tidak mungkin SP sendiri juga boneka kelompok lain? Kalau PS yang menang? Apakah ada kemungkinan Cendana akan menunggangi pemerintahan PS? Jika bukan Cendana, lalu siapa?

 

Merunut ke kisah 'dongeng' dari Romo Setyo, ketiganya sebenarnya - mungkin -- sama-sama kurang memiliki kepiawaian memimpin sebuah negara. Jika menang, mereka akan tertatih-tatih mencari cara yang 'tepat' bagaimana membawa negara ini maju. Namun, jika 'titipan beban' dari kelompoknya terlalu tinggi, tentu mereka akan lebih mementingkan kepuasan kelompoknya terlebih dahulu, baru rakyat'. (rakyat yang mana?)

 

Ini sebabnya, mungkin si mas yang itu bilang dia akan memilih mencoblos ketiganya. Toh, hasil akhirnya sama saja: kita semua bersama akan tertatih-tatih menapak menuju masa depan (semoga saja tidak begitu 'suram'). Dan jika kesadaran berpolitik rakyat Indonesia masih mencapai tahap paling bawah, ya apa boleh buat? Ini berarti kita semua yang akan menanggungnya.

 

Indonesia emas (atau 'cemas') di tahun 2045? Ada di tangan kita semua! Jika anda cemas, pindah saja ke lain negara.

 

N.B.:

 

Saya mendadak ingat saat masih kuliah S1 dulu. Satu kali saya mengobrol dengan seorang teman kos cara orangtua kita mendidik kita. Terutama orangtua zaman dulu ya, saat belum banyak ada buku tentang parenting. Ada kecenderungan orangtua itu membesarkan kita dengan cara 'trial and error'. Anak pertama diberlakukan begini, anak kedua diberlakukan begitu, anak ketiga menggunakan cara lain. Begitu seterusnya. Jika sepasang orangtua memiliki anak lebih dari 3, tentu anak-anaknya akan terlihat memiliki karakter yang berbeda-beda. Yang mana kah yang lebih berhasil? Tentu tergantung pada banyak hal lain lagi: budaya lingkungan dimana mereka tinggal, lingkungan sekolah, sekaligus lingkungan teman-teman sekolah, termasuk budaya secara lebih luas: situasi negara dan dunia.

 

Apakah mungkin seorang pemimpin negara pun melakukan trial and error? Apa pun itu, untunglah sekarang negara kita telah memiliki undang-undang bahwa seseorang bisa menjabat sebagai presiden hanya dalam dua periode. Jika dia mengambil keputusan-keputusan yang benar dan baik untuk negara, beruntunglah rakyatnya. Jika dia melakukan hal-hal tertentu -- saat memimpin negara -- hanya demi kepentingan kelompoknya, maksimal dia punya kesempatan selama 2 periode saja. Tentu saja saat mendapatkan tipe presiden yang seperti ini, harapannya rakyat Indonesia kian 'melek' berpolitik di masa yang akan datang.

 

PT56 13.38 08.09.2023

 

No comments: