Search

Friday, May 29, 2020

Lebaran 2020

foto kujepret 1 Syawal 1441 H sekitar pukul 05.40



Tentu kita semua sadar bahwa lebaran 2020 ini sangat spesial disebabkan wabah covid 19 yang mengintai sejak akhir Desember 2019. meski kasus pertama di Indonesia disebutkan oleh pemerintah secara official di awal bulan Maret 2020, banyak pihak meyakini mungkin sebelum pasien pertama itu, virus corona telah memasuki sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia sejak Desember 2019 itu juga mengingat waktu itu penerbangan dari Cina ke Indonesia belum ditutup. Seingatku awal Februari, menteri perhubungan telah melarang penerbangan dari Cina ke Indonesia, mengingat Dokter Hon -- founder sepeda lipat dahon -- tertahan untuk turut menghadiri launching pabrik seli dahon di Kendal; dan sebagai gantinya panitia menyelenggarakan video conference yang disaksikan oleh semua peserta event BACK TO DAHON tanggal 9 Februari 2020.

 

dari event Back 2 Dahon


Meski di awal Februari 2020 itu Indonesia telah menutup penerbangan dari Cina, kita belum menutup kehadiran pendatang dari negara lain kan? Dimana kemungkinan negara-negara itu telah memiliki kasus pasien covid 19.

 

But anyway, sejak pemerintah mengumumkan pasien pertama covid 19 di awal Maret 2020, sampai sekarang angka pasien positif covid 19 belum menunjukkan kurva yang melandai. Dan wabah ini telah benar-benar mengubah jalan hidup kita semua. Salah satunya: dulu ada adagium yang terkenal di budaya kita "mangan rak mangan anggere kumpul". Covid 19 telah mementalkan hal ini.

 

Lebaran biasaya merupakan moment istimewa untuk berkumpul bersama keluarga besar. Mereka-mereka yang biasanya menyibukkan diri bekerja selama nyaris 11 bulan, khusus di hari lebaran mereka akan mengambil cuti panjang, demi mudik untuk berkumpul dengan keluarga besar di kampung halaman. Sekian puluh tahun yang lalu aku punya seorang siswa yang menikah dengan seorang laki-alki asli Makassar. Dia curhat padaku betapa 'konyol' suaminya itu, "11 bulan kita menabung mati-matian, untuk kemudian kita habiskan di hari raya Idul Fitri untuk mudik ke kampung halamannya. Kalau saya komplain karena kita butuh menabung untuk biaya pendidikan anak-anak di masa depan dan saya minta untuk sesekali tidak perlu mudik ke kampung halamannya, dia akan menangis sambil menghentak-hentakkan kaki, persis anak kecil." Well, dia ngiri pada ceritaku bahwa meski kedua orangtuaku asli Gorontalo, mereka tidak pernah memaksa diri untuk mudik di hari lebaran. Orangtuaku realistis lah, biaya yang tidak sedikit untuk mudik lebih baik ditabung untuk kebutuhan di masa depan. Beda jika memang ada dana khusus yang bisa disisihkan untuk mudik sendiri, tabungan untuk pendidikan anak-anak di masa depan sendiri, dana khusus untuk perbaikan rumah sendiri, dll. Tidak semua orang beruntung bisa melakukan hal ini. (eh, padahal siswaku ini bekerja di satu Bank BUMN loh, suaminya juga, yang notabene kudunya income mereka berdua lumayan jumlahnya.)

 

Apa hal lain lagi yang membuat lebaran 2020 ini berbeda?

 

Aku turut terharu dan bangga ketika membaca status/foto yang diunggah di medsos dari kawan-kawan maya tentang mereka yang (terpaksa) menjadi imam shalat Ied, meski hanya untuk keluarganya sendiri. Kalau ga gegara himbauan pemerintah untuk tidak berkerumun di masjid/lapangan untuk menyelenggarakan shalat Ied berjamaah, mana mungkin mereka akan punya pengalaman nan menggetarkan ini yang kemungkinan terjadinya tipis di saat lain?

 

Ada sebagian kawan yang tahun ini tidak makan ketupat opor ayam dan sambal goreng ati (plus rendang daging) karena mereka tidak pulang kampung, karena biasanya yang memasak adalah orangtua/kakak/adik/bibi yang tinggal di kampung halaman. Sebenarnya kalau hanya menu ketupat opor + sambal goreng itu bisa kita makan di hari-hari lain ya, tinggal datang/pesan ke restoran yang menawarkan, tapi makan menu spesial ini di hari lebaran bersama orang-orang tersayang itu beda. Well, ini menurut pendapatku ya.

 

Sebagian kawan lain memamerkan kue-kue kering yang mereka buat sendiri gegara gabut di tengah himbauan pemerintah untuk "stay at home", jadi mereka tidak perlu memesan ke orang lain, atau beli di bakery.

 

Sebagian kawan lain lagi akhirnya memiliki pengalaman untuk berlebaran di rumah sendiri, bersama keluarga (kecil) mereka, suami/istri dan anak-anak karena mereka tidak mudik ke rumah orangtua atau mertua. Hal ini dilanjutkan dengan bertaburannya foto-foto hasil video call / zooming untuk silaturahmi virtual di medsos.

 

Pengalamanmu yang berbeda di lebaran 2020 ini apa, kawans?

 

Kalau aku? Aku sepedaan di 1 Syawal 1441 H pagi hari, menyambut sang mentari yang terbit dengan indah di ufuk Timur. Kalau ga gegara covid 19, ini sesuatu yang sangat IMPOSSIBLE kulakukan. Lol.

 

PT56 13.13 29-Mei-2020


No comments: