Search

Thursday, March 21, 2024

Feeling Guilty

 


Ada seorang kawan medsos yang beberapa kali menulis pengalamannya melawan rasa bersalah ini. Dibesarkan dalam keluarga yang ibunya sering mengaturnya, "kamu harus begini, kamu harus begitu" sehingga dengan mudah dia merasa bersalah jika tidak melakukan / menghindari hal-hal yang telah 'ditentukan' oleh ibunya. Dia bilang ayahnya seseorang yang sangat easy going, berbanding terbalik dengan ibunya.

 

(Background: dia bercerita dia menikah di usia yang bisa dianggap relatif masih muda, 23 tahun, karena ibunya percaya bahwa setelah dia lulus kuliah, yang dilakukan setelah itu menikah. Setelah menikah punya anak, and so on and so forth. Tipe-tipe old-fashioned lah.)

 

Beberapa kali membaca status dengan topik itu membuatku mencoba mengintrospeksi diri sendiri. Apakah aku juga pernah merasa bersalah melakukan sesuatu yang tidak sengaja kulakukan? Mungkin sengaja kulakukan tapi aku tidak bermaksud menyakiti keluargaku.

 

Ternyata aku sering loh mengalami hal ini.

 

Waktu aku tumbuh dewasa, orangtua tidak nampak memberi contoh untuk melakukan olahraga dengan tekun. Ayah, mungkin karena beliau sibuk bekerja. Ibu, mungkin berpikir olahraga itu tidak penting. Maka, ketika awal-awal aku merasa butuh pergi berenang, aku merasa bersalah, ngapain aku berenang? A simple thing, but it bothered my mind.

 

Saat aku membeli gadget baru, aku merasa perlu menyembunyikannya dalam kurun waktu beberapa lama karena aku merasa bersalah: mengapa beli gadget baru? Toh yang lama masih bisa dipakai?

 

Saat aku ingin pergi dolan ke luar kota, aku merasa perlu mencari excuse yang masuk akal bahwa perjalanan itu penting kulakukan: misal mengikuti seminar atau apa kek, ga hanya sekedar dolan kok rasanya aku hanya menghambur-hamburkan uang. Hal ini yang membuat Ranz dulu kadang uring-uringan, lol, karena aku harus mencari alasan yang 'masuk akal' terlebih dahulu bahwa aku butuh melakukan perjalanan ke satu tempat. Aku masih belum bisa bilang, "butuh healing". Sementara dalam keluarganya, Ranz tidak pernah merasa terbebani harus ada alasan ketika melakukan sesuatu. Apalagi hanya sekedar dolan somewhere.

 

Aku ingat di tahun 2017, satu 'peristiwa' saat aku pergi ke Sidoarjo untuk 'menjemput' sepeda yang telanjur dikirim ke sana, beberapa hari setelah lebaran. (Background: waktu itu aku dkk ada tawaran ikut 'kampanye' bersepeda di Lembata. Kami sudah mengirim sepeda ke Sidoarjo. Eh, ternyata karena sesuatu dan lain hal, perjalanan itu batal.) Aku lupa excuse apa yang kubilang ke ibu, tapi pokoknya aku pergi ke Sidoarjo, naik mobil pickup dari Semarang. Sopir mobil akan membawa sepeda-sepeda yang telah kami kirim ke Sidoarjo kembali ke Semarang. Aku dan Ranz ikut mobil itu. Pulangnya, kami berdua bersepeda dari Sidoarjo - Lamongan - Rembang - Semarang.

 

Ternyata saat aku pergi itu, ibu bertanya pada Angie, "Kenapa sih Mama suka sepedaan jauh-jauh begitu?" Angie menjawab, "Mama butuh melakukannya agar tidak bosan."

 

Have you ever been in my shoes?

 

MS48 20.34 21/03/2024

 

No comments: