Search

Wednesday, March 20, 2024

Kisah Waktu Duduk di Bangku SMA

 

Ki-ka Wawan, Dewi, Kasmin (belakang) aku berdiri di samping Bu Pratini, guru Bahasa Jawa


Satu kisah yang tidak mungkin saya lupakan ketika duduk di bangku SMA adalah masuk jurusan Bahasa, dan satu kelas isinya hanya 4 orang, 2 perempuan, 2 lelaki. Ceritanya waktu angkatan saya, sekolah benar-benar membebaskan semua murid untuk memilih jurusan yang mereka inginkan, asal nilainya mencukupi. Saya bisa masuk IPA, tapi saya memilih Bahasa. Saya disarankan oleh ayah untuk masuk IPS, agar bisa melanjutkan kuliah di Fakultas Ekonomi lalu berkarir di Bank seperti beliau. Tapi, saya ini ngeyelan, jadi ya tetap masuk jurusan Bahasa.

 

Kok bisa satu kelas hanya berisi 4 murid? Konon karena seorang teman sekelas saya adalah anak Wakasek waktu itu. Konon (lagi) setelah angkatan saya, Dinas P&K membolehkan sekolah membuka satu jurusan dengan jumlah murid minimal 12.

 

Dekade delapanpuluhan, masih jarang anak-anak sekolah yang bisa mengaji dengan baik. Di kelas saya, waktu itu hanya saya yang bisa membaca alquran dengan fasih. Dan, hal ini membuat teman sekelas saya yang perempuan iri sehingga dia pun mengundang guru ke rumah untuk bisa membaca alquran. A very positive provoking! Haha. Dua teman lelaki lain tidak merasa terprovokasi, lol, jadi ya tidak ada kisah tentang teman lelaki saya yang ikutan belajar membaca alquran.

 

Yang menyenangkan dari berada di satu kelas dengan hanya 4 murid adalah guru-guru selalu nampak santai, jadi situasi kelas tidak pernah tegang. Beberapa guru malah kadang nraktir kami jajan di kantin, kemudian makan bareng di dalam kelas. Dan saya yang suka disuruh membaca -- entah pelajaran Bahasa Inggris, Bahasa Prancis, maupun Bahasa Indonesia -- saya selalu mendapat jatah membaca. (Coba bandingkan jika berada di satu kelas yang berisi 40 siswa!)

 

Setelah lulus SMA, dua yang melanjutkan kuliah di Jogja, saya di Sastra Inggris UGM, teman lelaki yang satu kuliah di IKIP Sanata Dharma, tapi setahun kemudian dia pindah ke IKIP Negeri Jogja (dia ikut UMPTN lagi). Teman perempuan yang satu kuliah di IKIP Negeri Semarang. Kawan lelaki yang satu lagi, entah mengapa, menghilang ditelan bumi semenjak kami lulus SMA itu. Maklum, belum zaman punya telpon rumah, apalagi telpon genggam. Haha …

 

Saat facebook mulai sangat booming, saya 'bertemu' lagi dengan dua kawan satu jurusan itu. Sekarang, dua-duanya nampak sangat relijiyes dalam kehidupan sehari-hari, saya kebalikannya, menjelma menjadi agnostik. Haha …

 

Ditulis khusus untuk Johanes Simamora. Tapi, tentu saja yang lain boleh ikut membaca. Hahaha …

 

PT56 12.30 20/03/2024

 

yang berdiri di sampingku Bu Dini, guru BI, yang menyarankanku untuk mengambil Sastra Inggris UGM

 
yang berdiri di belakangku dan sebelah kanan itu kakak kelas 3 (ini foto waktu aku kelas 1 SMA)

ki-ka = Wawan, Dedek, aku



No comments: