Search

Wednesday, February 28, 2024

Rezeki

 

28 Desember 2022, Tugu Jogja

Once upon a time, someone dear to me (back then) told me, "Kamu tuh ga boleh pilih kasih. Mentang-mentang kamu mulai bisa menikmati sepedaan, janganlah kamu tinggalkan sepeda motormu. Kamu boleh menikmati rezeki berupa kesehatan sehingga bisa mengayuh sepeda kemana pun kamu mau, kamu tetap harus menikmati rezeki memiliki sepeda motor."

 

Setelah lebih dari 10 tahun aku jauh lebih merayakan nikmat sehat kaki -- kedua kaki yang telah mengantarku pergi menjelajah dari satu kota ke kota lain, dari satu propinsi ke propinsi lain, sampai dari satu pulau yang lain, dengan naik sepeda tentu saja -- akhirnya sampai juga aku pada satu waktu dimana aku harus lebih adil. Tak perlu tiap hari aku naik sepeda, tapi kadang juga bisa naik motor.

 

Sebenarnya aku mulai mendapatkan 'keluhan' di kaki, kalau mau jujur, adalah saat bersepeda menjelajah pantura dari Semarang ke Cirebon, bersama Ranz, Dwi, Hesti, dan Avitt, Desember 2016. hari pertama kami menempuh jarak 100 km, dari Semarang sampai Batang, dengan mendaki Alas Roban, di hari kedua kami kembali menempuh jarak 100 km, dari Batang ke Brebes. Di hari ketiga, entah mengapa, di tengah perjalanan tiba-tiba aku merasa kakiku kram (aku sudah lupa entah kaki kiri atau kaki kanan, it happened 7 years ago!) karena tidak mau ketinggalan -- meski tentu saja mereka ga mungkin meninggalkanku -- aku memaksa mengayuh pedal Austin lebih cepat, agar berada di depan, sehingga keempat anggota Semarang velogirls itu berada di belakangku, sehingga aku lah yang memainkan 'kecepatan' a.k.a speed.

 

Selama lebih dari 5 tahun dari sejak mulai bertualang dengan Ranz di tahun 2011, tak pernah sekali pun aku menggunakan obat salep sebangsa counterpain atau voltaren atau flamar saat otot kaki terasa kaku karena terforsir bersepeda. Saat itu aku sengaja membawa counterpain (haha, akhirnya tiba juga saatnya ya?)

 

Meski sejak saat itu kaki sudah mulai memberi sinyal untuk dirawat lebih baik, aku tetap saja tidak ngeh. Hingga akhir tahun 2021 paha kanan kecethit, dan Ranz menyarankanku untuk terapi ke terapis langganan keluarganya, aku tetap saja kurang mengerti bahwa kakiku minta disayang dengan cara lain: istirahat secukupnya; jangan diforsir setiap hari.

 

Sejak awal tahun 2022 aku kembali berenang, untuk mengimbangi olahraga sepedaan. Ketika membaca blog tulisan tahun 2008, aku menemukan nasehat Abang, "Na, meski kamu mulai menikmati naik sepeda, jangan kamu tinggalkan berenang." nah lo. Memang aku yang ndableg dan pelupa. Lol. Waktu itu, mbak terapis memang menyarankanku untuk berenang, dan dia tidak melarangku untuk sepedaan, meski dia bilang awal mula 'ketidakberesan' otot-otot di kakiku adalah salah posisi saat mengayuh pedal sepeda. (Loh, memang posisi kaki yang benar bagaimana? Entahlah. Hihihi.)

 

Akhir tahun 2023 saat dolan-dolan ke Gunung Kidul, Kemuning, Mojokerto, Wonogiri, kakiku mungkin dalam posisi yang kurang nyaman saat duduk dalam mobil, hingga aku mulai merasa kaki tidak nyaman untuk berjalan. Maka mulai bulan Januari 2024, aku kembali terapi. Plus, aku juga mengalami kecethit lagi, di paha kiri bagian dalam. Mbak terapis sampai melarangku bersepeda, dan membolehkanku berenang jika menggunakan gaya bebas, bukan gaya dada, dalam kurun waktu tertentu. Kalau aku melanggar, dia bilang, "nanti mbak Nana ga bisa jalan loh." WADUWWW.

 

So? Ya begitulah, aku kembali dengan suka cita menikmati rezeki memiliki sepeda motor. Plus, aku merasa perlu 'membaik-baiki' kaki dengan sering mengajaknya berbicara, "thank you for taking me anywhere I want to go, for being very helpful so far. I am sorry for not treating you as best as I could. I love you so much."

 

PT56 15.15 28/02/2024

 

No comments: