Search

Tuesday, February 13, 2024

Pilpres 2024 1 putaran!

 

 

SAYA AKAN MEMILIH DAN SAYA SUDAH PUNYA PILIHAN

 

Hingga hari Minggu lalu, saya masih tetap punya keraguan. Tapi Tuhan menolong saya. Diluncurkannya film pendek "Dirty Votes" justru kemudian menyadarkan saya. Bukan pada arah yang sama, tapi pada arah sebaliknya. Saya juga harus ikut melawan "tirani media" seperti ini.

 

Secara pribadi, saya tidak kenal pembuat film ini. Saya hanya mengenal dari berbagai karya-nya, yang memang selalu berusaha menyedot perhatian. Secara rating, mudah dilihat dari seberapa banyak viewer-nya. Tapi bagi saya ya berhenti sampai di sini, tentu bila diteliti lebih dalam siapakah viewer-nya. Mereka yang cuma buka lalu tutup sejak 5 menit pertama, atau sekedar mereka yang click-bait.

 

Dan yang terpenting bila ada yang menonton sampai selesai, seberapa besar pengaruhnya?

 

Sekali pun, saya tidak mengenal secara pribadi, tapi saya pernah punya cerita yang menyangkut dirinya dan pemutaran film2nya di Jerman. Maaf kalau meng-ulang2 cerita lama. Tapi intinya, hanya karena saya menulis hal tersebut berakibat event yang sebenarnya sangat baik tersebut. Kemudian tutup dan tak pernah diadakan lagi.

 

Saya geer, ya tidak! Karena bisa saja persoalannya juga mungkin karena pandemi berkepanjangan, mungkin juga karena promotor-nya bosen nombok terus. Mungkin sponsor makin sulit. Tapi event di Hamburg sebagai kota pelabuhan terbesar di dunia pada akhirnya mandeg. Tak lagi berlanjut, semoga tetap ada di masa depan ya…

 

Tentu saja karena, reaksi saya kepada si pembuat film ini, saya protes keras. Selalu memberikan panggung padanya, tapi tidak adil kepada yang lain. Alasan memberi pencerahan baik2 saja, tapi sebagai sarana untuk membangun citra buruk dan kebencian bagi anak2 bangsa yang sedang menuntut ilmu terhadap negeri sendiri. Itu persoalan lain!

 

Film Dirty Vote bagi saya hanya propaganda yang terlalu dini, berisi sinyalemen2 dan tuduhan2 yang sudah dihadirkan jauh sebelum hajatan sesungguhnya dilakukan. Hanya untuk mendeskreditkan pemerintah, bahwa Pemilu 2024 sudah gagal sejak sebelum dilaksanakan. Bahwa film ini diawaki dengan aktor2 yang sesungguhnya tak lebih orasi para intelektual di bidang hukum. Yang katanya independen, yang katanya berintegritas. Saya juga punya catatan lain tentang mereka..

______________________________________

 

Bila kita pernah tinggal di luar negeri atau mengikuti banyak Pemilu Terbuka sejenis di banyak negara. Hal2 seperti ini sangat biasa, bahkan terlalu biasa. Momentum2 yang ditunggangi sekedar membranding diri sendiri belak.

 

Saya beri contoh satu saja, yang juga relevan. Sesuatu yang terlanjur, lalu kemudian disesali sedemikian rupa. Apa yang kita kenal sebagai "Brexit Scandal", yaitu terkait referendum tentang masa depan Inggris di dalam Uni Eropa. Dalam referendum pada 23 Juni 2016, 52% warga Inggris memilih untuk mengakhiri keanggotaan mereka di UE sementara 48%-nya ingin tetap berada di zona euro. Hasilnya mendorong pengunduran diri Perdana Menteri David Cameron dari Partai Konservatif.

 

Dalam perlombaan untuk menggantikannya, juru kampanye Brexit Boris Johnson terpilih sebagai PM baru. Ia kemudian terlibat dalam skandal pelecehan sosial, dan gelombang pengunduran diri terbesar dalam sejarah Inggris. Boris akhirnya juga mengundurkan diri, tercatat sebagai PM dengan masa kekuasaan tersingkat dan paling buruk yang pernah memerintah di Inggris. Ia dianggap gagal menangani COVID di Inggris, yang mendudukkan sebagai "jagal kematian" dalam bentuk lain.

 

Tanya kenapa? Ia sebelumnya adalah seorang wartawan, hingga terlalu mudah tunduk pada tekanan media. Dan tentu saja menggunakan media termasuk film2 pendek seperti di atas untuk merangsek naik dan memenangkan ide2nya. Idem dito berbekal isu2, sinyalemen2, dan tuduhan2....

________________________________________

 

Persoalan berikutnya, siapa yang akan saya pilih? Saya akan memilih siapa yang akan membuat Pilpres kali ini berlangsung cukup satu putaran saja.

 

Lagi2 tanya kenapa?

 

Pertama, berbagai realitas yang terjadi di lapangan. Bagaimana figur yang selama ini, dianggap perlawanan terhadap Jokowi. Ternyata tak lebih agen ganda, yang bergerak untuk dua kepentingan yang berlawanan. Di panggung, ia berkoar-koar merisak Jokowi dengan berbagai caci maki dan fitnah. Dalam ksesempatan lain, ia justru mendorong dan mendanai orang2 di sekitarnya untuk menjadi caleg dari partai sebelah. Apa tumon?

 

Kedua, makin ke sini, makin terlihat jelas. Alasan2 kenapa akhirnya Jokowi lebih merapat ke pasangan Nomor 2. Ide besar yang diusungnya adalah "rekonsiliasi nasional". Berbeda arah dengan partai pendukung utama sebelumnya, yang melulu mengejar ad sic kekuasaan pemerintahan. Sekedar menjadikan Ibu Ketum sebagai Queen Maker selama2nya. Ide dasarnya sebenarnya juga cukup baik, ia ingin melihat partainya berkuasa selama tiga periode.

 

Ketiga, persoalannya lagi2 pada cara. Cara2 yang di mata (minimal) Jokowi, justru memecah belah dan membuat berantakan. Cerita bagaimana ia "merusak dan menguasai" Ganjar dan Mahfud agar justru menjadi musuh terdepan Jokowi sungguh mengerikan bagi saya. Ini makin menjauhkan diri dari upaya "rekonsiliasi nasional". Lalu apa pentingnya "rekonsiliasi nasional" sesungguhnya?

 

Saya akui ini sangat berbau gaya "Orde Baru", negara akan maju bila stabilitas negara terfasilitasi. Revolusi Mental akan lebih mudah dicapai bila negara kompak untuk mencapainya. Lalu apa musuhnya? Tentu saja mereka yang selama ini adalah pejuang demokrasi, HAM, dan mereka2 yang pada akhirnya sangat bangga jika disebut sebagai Social Justice Warrior (SJW) itu!

 

Keempat, secara pribadi, ketika makin mencoba "semende ing Gusti". Melihat bahwa hidup tak pernah linear. Sahabat saya Pak Ode Teo, ia adalah tokoh eksil terdepan yang sekarang hidup tenang sebagai WN Jerman. Tapi walau selalu mendaku sekarang @warga negara asing, tapi cintanya kepada tanah airnya tak pernah sedikit pun lekang. Beliau mengingatkan jangan2 Prabowo Subianto itu adalah sorang Saulus yang bermetamorfosa sebagai Paulus.

 

Ia yang sebelumnya dianggap sebagai penganiaya terkejam pengikut Yesus Kristus, akhirnya akibat suatu peristiwa ketika ia buta selama tiga hari lalu disembuhkan. Ia bertobat, lalu kemudian ia dikenal bukan saja sebagai pengikut Kristus tetapi juga pewarta Injil terdepan. Menjadi yang paling sering disebut namanya.

 

Kasus serupa sebenarnya juga ada dalam nyaris semua agama. Pun dalam agama Islam. Sebelum menjadi pembela Nabi Muhammad saw, Umar bin Khattab adalah pemuda yang amat keras dalam membela agama tradisional Arab yang saat itu masih menyembah berhala serta menjaga adat istiadat mereka. Namun ketika, ia akhirnya bertobat. Ia menjadi pembela terbesar Rasullulah dan akhirnya menjadi Khulafaur Rasyidin kedua menggantikan Abu Bakar Ash-Shiddiq.

 

Kelima, intinya adalah manusia akan berubah, kalau ia mendapat kesempatan. Apakah Prabowo demikian? Bukankah ia sekedar segenap ambisi yang tak pernah putus, bukankah ia seorang penjahat HAM, bukankah ia jendral pecatan?

 

Tapi satu hal, ia mendapat kesempatan. Bukan saja kesempatan untuk membayar kesalahannya, ia dipecat tak terhormat. Ia pernah tiga kali mencalonkan diri jadi capres dan cawapres. Mustinya kalau ia "sejahat" itu, harusnya ada aturan yang menganulirnya. Nyatanya tidak! Ia pada akhirnya akan dikenang sebagai orang gigih dan keras hati, walau ia terus kalah. Ia adalah pejuang dalam bentuk yang lain lagi…

 

Bagi saya ia layak diberi kesempatan. Tak apa sekedar 2-3 tahun memerintah. Medical-recordnya menunjukkan demikian. Apa yang terjadi selanjutnya, ya dipikir besok lagi. Saya lebih suka kalau Pilpres kali ini cepat selesai. Kalau pun akan ada keributan. Kapan sih kita tidak. Saya pikir pemerintah sudah mengantisipasi bahwa keributan, tak akan berlanjut pada kerusuhan. Realitas sosial, ekonomi, dan politik di tahun 2024 berbeda jauh dengan 1998.

 

Ini cara saya bereaksi kepada mereka yang cerewet, bawel, sok tahu. Alih2 menjunjung tinggi etika, tapi pamer keangkuhan dan kesombongan, merendahkan orang lain dan tak menunjukkan adab tahu terima kasih. Apa yang mereka lakukan adalah sama saja tidak mempedulikan nasib anak2 mereka sendiri di masa depan. Dengan memberi teladan yang baik dan sikap punya rasa hormat. Sok suka memuak2an diri, padahal sepanjang waktu, kehidupan mereka justru memuakkan orang lain....

 

Saya akan memilih. Dan saya senang sudah punya pilihan. Walau tentu saja pahit!

.

.

.

NB: Saya memilih, karena bukan saja menjalankan amanat konstitusi sebagai warga negara. Tapi juga mengikuti perintah dari otoritas gereja, yang tentu saja harus saya junjung dan hormati.

 

Tentang perbedaan pilihan, saya pikir baik2 saja. Saya sangat menjunjung tinggi selera, kepentingan, keterbatasan, dan seterusnya. Saya hanya tidak pernah suka pada hinaan, caci maki, umpatan, fitnah, tuduhan, sinyalemen, isu2. Yang terlanjur diangkat, sekedar untuk "membranding diri sendiri", Aku kancane sapa, aku balane sapa!

 

Saya tidak pernah sekalipun mengejek terhadap pilihan orang lain. Tak pernah sekali pun. Tapi saya juga tak akan ragu memblock pertemanan dengan siapa pun, yang mengejek terhadap pilihan saya. Terutama bila sedemikian kasar yang ternyata di lapak saya. Sesalah apa pun, saya mengerti resikonya. Dan mari kita menakar saja resiko pada pilihan kita masing2.

 

Selamat memilih, bukan demi2 apa2. Tapi demi kehormatan kita sendiri. Tak lebih. Karena satu-satunya yang bisa kita jaga hanya kehormatan diri. Itu bisa saja salah, tapi bila kita meyakininya dengan baik. Itu lebih baik, apalagi bila selamanya selalu meragukan orang lain. Ragu terhadap orang lain, sesungguhnya tak lebih ragu terhadap diri sendiri...

 

Mari mencoblos, dan tetap happy saja. Se-happy jaman dulu, saat kita nonton Srimulat.

 

P.S.:

 

Tulisan saya salin dari dinding facebook Andi Setiono

 

No comments: