Search

Monday, June 21, 2010

1st day of Holiday


LIBUR TELAH TIBA!!! YAY!!!

Well well … ga hanya para siswa/mahasiswa yang bersuka cita tatkala libur tiba loh? para guru ataupun dosen tentu pula lah bergembira ria tatkala libur tiba, karena mereka bisa berjeda dalam mempersiapkan ubo rampe mengajar, sebangsa membuat lesson plan (dengan ‘objectives’ yang harus dipersiapkan dengan rinci, menyediakan activities yang mengikuti Bloom’s Taxonomy untuk kemudian menuju puncak ‘assessment’ yang telah diolah sedemikian rupa dalam bentuk ‘objectives’ itu: BY THE END OF THE LESSON, STUDENTS WILL BE ABLE TO ... BLA BLA BLA ...)

Biasanya jauh-jauh hari aku sudah mempersiapkan a list of activities untuk menyambut liburan dengan gegap gempita. Tapi kali ini, aku ngikut aja where the wind blows.

Hari pertama. As you can guess, di pagi hari aku bersepeda menuju tempatku bercinta dengan bau semak terbakar sinar matahari, jalanan naik turun ala ombak yang bergelombang, (yang akan berlumpur ganas seusai turun hujan) dan di ujung jalanan yang lumayan panjang itu (sekitar 20 menit naik sepeda dari bandara Ahmad Yani), aku akan menemui semilir angin bercampur bau asin air laut, hamparan pasir berwarna coklat yang mungkin tak menarik pandangan mata! Yup, bagi para penggemar blog dan statusku tentu mengenal daerah ini dengan baik: PANTAI MARON!

Sempat nongkrong di pinggir pantai selama kurang lebih 30 menit : menikmati sinar mentari pagi, berciuman dengan angin semilir yang tak terlalu sejuk karena musim kemarau, fesbukan (telah menjadi pacar pertamaku ia, huh? LOL.) menulis status yang sok puitis di FB, akhirnya aku pun pulang, ketika sekelompok anak remaja mendekatiku. Salah satu dari mereka memberanikan diri menyapa,

“Tinggal dimana Bu?”

“Pusponjolo, dekat kok dari sini.” Jawabku. “Kalian dari mana?”

“Jatingaleh.” Jawabnya. Wuih ... bakal menanjak nih entar mereka pulangnya? “Kok sendirian aja Bu? Anggota b2wer yang lain mana?” lanjutnya.

Hmm ... kupikir tentu mereka melihat bike tag di bawah sadel sepedaku, maka mereka tahu aku anggota b2w.

“Ini kan hari Senin. Yang lain masuk kerja lah. Kebetulan saja saya libur. Kalian sedang menikmati liburan nih?”

“Iya. Kita anggota b2s (bike to school).” jawabnya bangga.

OOPPPSSS!!! Kalimat ini membuatku memperhatikan sepeda mereka. Dari mereka berlima, ada dua yang memiliki biketag, “bike to school” di bawah sadel sepeda mereka.

Akhirnya dengan mereka berlima, aku menempuh perjalanan pulang, sampai di bandara. Di sana kita berpisah, mereka ambil jalur lain.

Siang hari aku bercinta dengan beberapa buku kumpulan puisi, kumpulan cerpen, dan novel. Nah, satu cerpen yang ingin kutulis ulasannya berjudul ‘KLISE’ hasil karya Dewi Ria Utari. Aku membeli kumpulan cerpennya yang berjudul “Kekasih Marionette” dua hari lalu. Aku mengenal nama Dewi Ria Utari tatkala membaca salah satu cerpennya yang termuat di “20 Cerpen Indonesia terbaik tahun 2008” yang berjudul SINAI dan satu cerpen lain yang dimuat di “Cerpen Kompas Pilihan 2008” yang berjudul MERAH PEKAT. Gaya penulisan Dewi Ria Utari yang surealis dengan mudah menarik perhatianku.

KLISE

Sesuai judulnya, awal cerita pun mengalir secara klise. Pertemuan seorang perempuan dan lelaki karena secara tak sengaja ‘bertabrakan’ di sebuah mall. Begitu kerasnya ‘tubrukan’ tersebut sampai dua tas tangan di bahu sang perempuan terjatuh. Dari salah satu tas tersebut, terjatuh pula sepasang bra dan celana dalam berwarna ungu.

Cerita berlanjut secara klise. Untuk meminta maaf, sang lelaki mengajak sang perempuan makan ice cream. Rupanya sang lelaki ini merupakan salah satu tokoh ‘idaman’ sang perempuan -> penyayang anak, karena saat jalan-jalan di mall ini dia tidak seorang diri, melainkan bersama anaknya yang mungil dan secantik boneka Russia.

Acara makan ice cream ini ternyata bukanlah peristiwa terakhir yang melibatkan sang perempuan dalam kehidupan bapak anak yang sedang dalam proses perceraian dengan calon mantan istri. (once again, you can say: CLICHE!!!) so, you can continue imagine the rest of the story, secara klise.

Setelah membiasakan diri membaca beberapa cerpen karya Dewi R Utari, aku tahu dia selalu memikat pembaca di akhir kisah, dengan TWIST ENDING yang benar-benar mengejutkan. Bisa jadi juga akan membuat patah hati para pembaca. Apalagi yang terbiasa membaca cerpen-cerpen yang memiliki plot klise, yang berakhir dengan happy ending, bersatunya sang tokoh lelaki dan perempuan, persis kisah-kisah fairy tale a la Cinderella yang diakhiri dengan “then they got married and lived together happily ever after”.

Tak sabar aku mencapai akhir cerpen yang berjudul KLISE ini. Kejutan apakah yang akan dipaparkan oleh Dewi?

Aku tertarik menulis sesuatu (sebenarnya not really sebuah ‘ulasan’, tapi lebih cenderung, mmm ... apa ya? curcol kali ya? hahaha ...) yang berhubungan dengan cerpen ini karena ketertarikan yang dimiliki oleh sang tokoh perempuan: seorang ayah penyayang anak.



Hal ini mengingatkanku pada sebuah peristiwa tatkala aku masih setia menyambangi sebuah fitness center di kotaku, di tahun 2006-2008, sebelum aku menyibukkan diri berkutat sebagai seorang guru yang jam kerjanya memaksaku tak mampu lagi menjadi anggota fitness center tersebut. Dua tahun tersebut, pada hari Minggu aku rajin berenang. (aku belum bersepeda ria.) Ada seorang lelaki yang kulihat rajin mengantar anaknya berenang. (aha ... aku telah menuliskannya di blogku. Ini dia linknya http://themysteryinlife.blogspot.com/search/label/father-children%20relationship )

Ketertarikan sang tokoh perempuan dalam KLISE yang berhubungan dengan baik dengan rasa ketertarikan yang sama yang kumiliki, membuatku bertanya-tanya, apakah banyak perempuan lain yang share the same feeling and opinion with me? Padahal dalam kehidupanku sehari-hari aku akan sangat amat patah hati jika anak semata wayangku lebih dekat dengan bokapnya dari pada denganku. :)

Ah, tiba-tiba teringat seorang teman SMA yang sempat kutemui secara tak sengaja dalam sebuah acara beberapa bulan lalu. Dia bercerita telah bercerai dengan suaminya, yang ternyata juga teman satu SMA pula. Anak semata wayangnya tinggal dengan mantan suaminya. Waktu dia bercerita, rasanya aku ingin berurai air mata, tak terbayangkan jika anakku memilih tinggal dengan my ex, apalagi di kota lain.
Kalau tidak salah, berdasar hukum di Indonesia, anak-anak yang berusia di bawah 12 tahun akan hidup dengan sang ibu jika terjadi perceraian kecuali beberapa hal. Pertama, sang ibu dianggap ‘tidak bermoral’ – yang menyebabkan perceraian terjadi – sehingga dikhawatirkan akan menyebabkan anak-anak akan ketularan ‘tidak bermoral’. (NOTE: ‘tidak bermoral’ di Indonesia ini memang tidak jelas definisinya. Namun sebagai contoh, lihat saja kasus perceraian Tamara Blezinsky maupun Anang + KD.) Kedua, sang ibu terbukti tidak memiliki pendapatan yang mencukupi untuk menghidupi anak-anak, sementara sang ayah memilikinya.

Kedua alasan ini seharusnya ‘patah’ jika dikaitkan dengan kasus perceraian teman SMA ku itu. Konon, mantan suaminya lah yang berselingkuh. Sejak awal selingkuh dengan perempuan lain, konon sang mantan suami mengakuinya dengan bangga, karena ‘budaya’ di kota dimana mereka tinggal konon memang mengelu-elukan kaum lelaki yang bergelimang harta sehingga amat sangat dipahami (bahkan mungkin ‘dituntut’) untuk berpoligami. Selain itu, temanku ini setelah jatuh bangun memulai usaha sendiri, akhirnya bisa berdiri di atas kaki sendiri, untuk membiayai hidupnya, dan mungkin juga menghidupi seorang anak, meski tidak sampai bergelimang harta seperti tatkala hidup bersama sang ayah.

Ketika aku bertanya apakah ia berniat untuk ‘menjemput anaknya’ agar hidup bersamanya, dia mengatakan tidak. Alasannya sangat menyedihkan menurutku (menyedihkan bagi seorang perempuan yang tak mampu menyediakan gelimang harta bagi anaknya): “Mantan suamiku kan kaya sekali Na. Biarlah dia menikmati gelimang harta itu, dia berhak. Daripada denganku. Biarlah aku sendiri di sini. Toh kalau libur sekolah dia kesini mengunjungiku.” I was SPEECHLESS. REALLY DUMBFOUNDED.

Lah ... nulisnya kok jadi jauh melenceng gini ya? Maklum, ini bukan ulasan cerpen yang ‘layak’ melainkan hanya sekedar curcol.

Kembali ke cerita KLISE. Can you guess what happened by the end? Satu catatan: it has TWIST ENDING.
Well, lama-lama karena terbiasa dengan cara Dewi R Utari mengakhiri cerpennya, kadang-kadang aku bisa juga menebak akhirnya. :)

PT56 17.45 210610

No comments: