Search

Thursday, May 31, 2007

Paradise Club 30 May 2007

Waktu menunjukkan pukul 07.07 tatkala aku menghenyakkan pantatku di atas bangku kesayanganku yang terletak di sebelah Timur kolam renang Paradise Club. Kukeluarkan cutie dari tas, juga dua buku yang berjudul “Melampaui Pluralisme” dan Jurnal Perempuan nomor 42 yang berjudul “Mengurai Kemiskinan”. Kuletakkan ketiganya di atas meja, sembari membetulkan letak earphone dan mengganti lagu di Media Player.
Setelah cutie nyala, aku mulai scribble di file diary. Baru menulis beberapa kalimat, aku menguap, ngantuk. LOL. Semalam aku beranjak ke tempat tidur sekitar pukul 23.30. bukan karena mengantuk, melainkan karena Angie merengekku untuk segera memadamkan lampu kamar. Dia ingin segera tertidur nyenyak untuk menggalang energi yang dia butuhkan hari ini. Bersama semua siswa kelas X SMA N3, Angie akan melakukan OUTBOUND. What the hell is that? Meskipun aku telah mendengar istilah yang sok asing ini beberapa kali, namun aku belum tahu secara pasti acara apa sajakah yang termasuk dalam OUTBOUND.
Tiba-tiba terdengar hentakan suara housemusic dari lantai dua gedung utama Paradise Club. Well, instruktur erobik telah datang, dan mulai bersiap-siap. Aku segera mematikan cutie, dan memasukkannya ke dalam tas kembali. What have I done with the two books? NOTHING. Huehehehe ...
****
Sesampai di lantai dua dan masuk ke ruang erobik, ternyata belum banyak orang yang ada di sana. Aku sempat ngobrol sejenak dengan seorang teman—yang karena sesuatu dan lain hal, sampai sekarang kita berdua saling belum pernah bertanya nama masing-masing. LOL. Kemudian kita berdua menempatkan diri, berdiri di barisan yang agak di depan. (FYI, ruang untuk erobik ini mungkin berukuran sekitar 10 x 25 m.)
Setelah mulai warming up, para member lain mulai berdatangan. Ada dua orang yang tiba-tiba saja berdiri di depanku, dan menempatkan dirinya di situ, tanpa mempedulikan jarak antara kita berdua. Memangnya kita berdiri sedang berbaris mengikuti upacara sehingga tidak mempedulikan jarak? Aku yakin kalau kita merentangkan tangan, tentu tangan kita akan bersentuhan. Apa yang akan terjadi kalau sudah mulai erobik? Apalagi kalau sudah sampai high impact? Bakal kita bertubrukan tentu saja.
Aku langsung merasa tidak nyaman. Satu hal yang selalu membuatku sebal kalau sedang mengikuti erobik. Aku selalu berusaha untuk berangkat pagi agar mendapatkan tempat yang agak di depan, (karena barisan paling depan seolah-olah telah ‘dikontrak’ mati oleh beberapa orang, yang sok merasa memiliki fitness centre tersebut LOL), karena aku sadar tubuhku yang mungil ini plus mata yang sudah tidak awas lagi (males banget kalau harus memakai kacamata tatkala erobik toh?) membuatku sering kehilangan konsentrasi kalau mendapatkan tempat yang agak di belakang. Namun ternyata semakin banyak orang yang merasa dirinya telah mengontrak barisan depan, sehingga meskipun mereka datang terlambat, mereka tetap saja dengan cueknya berdiri di depan. Dan kupikir kok kayak anak kecil amat masalah seperti ini membuatku dengan yang lain bertengkar. (Bagi seorang blogger sepertiku ini, mendingan menulis di blog ketimbang bertengkar dengan orang-orang yang seperti itu. Huehehehehe ...) Selain itu, aku ingat guyonanku dengan Abang, “Sing waras ngalah...” dan karena aku ingin mendapatkan julukan ‘sing waras” dari diri sendiri, wakakakaka ..., akhirnya aku diam saja, dan pelan-pelan beranjak agak ke belakang agar gerakanku lebih leluasa, meskipun beresiko tak bisa melihat gerakan sang instruktur dengan jelas karena terhalangi orang-orang lain.
Pagi tadi ternyata mood-ku memburuk dengan kejadian itu. Baru 20 menit berlalu, aku langsung kabur. Aku turun ke lantai satu dimana ada banyak alat untuk fitness. Syukurlah stationed bicycle yang kusukai (ada 3 stationed bicycles di ruang fitness lantai satu itu, dan yang paling kusukai terletak di sebelah kiri) sedang nganggur. Setelah meletakkan tas di sofa, mengambil buku Jurnal Perempuan no 42, dan handuk kecil, aku mulai cycling. Not bad, eh, berolahraga sembari membaca buku, ga perlu pakai kesel lagi karena harus berdesakan dengan orang lain. LOL. I did it for about 25 minutes, dan menyelesaikan membaca dua artikel “Pemberdayaan Hukum Perempuan untuk Melawan Kemiskinan” tulisan Dewi Novirianti dan “Kemiskinan dan ‘Janji Surga’ bagi Perempuan Sasak” tulisan Makinuddin.
Aku masih duduk di atas stationed bicycle, sedang mengelap keringat dengan handuk kecil, tatkala seorang teman erobik turun ke bawah, dan mendekatiku.
“Kamu perhatikan ga tadi? Setelah ngilang selama beberapa hari, dia hari ini datang memakai serenteng gelang emas yang besar-besar. Gila kan?”
“Bagus dong. Berarti bayarannya besar kan? Dapat kakap kali?” komentarku.
“Tapi warna keemasannya mencurigakan tuh, emas beneran atau cuma kuningan?” sambungnya.
“Ya gapapa lah...” jawabku.
“Kamu jangan mau kalah dong Na? Kamu kan lebih cantik, muda, dan seksi? Masak sih ga bisa?”
“Yah gimana yah? Kurang promosi kali? Kamu mau ga bantuin promosiin aku?” kelakarku.
“Yang kayak mana maumu?” tanyanya. Ga jelas dia serius atau nyambung kekelakarku.
“Yang keren dan tajir,” jawabku. LOL.
“Kok pakai milih yang keren sih?” protesnya.
“Boleh dong milih yang keren? Siapa bilang ga boleh?” aku protes balik.
“Kalau terlalu milih entar ga laku!” katanya.
“Ga laku ya gapapa, toh aku tetap masih bisa hidup?”
“Udah ah, aku mau pulang. Kerjaan numpuk!” katanya lagi sambil pamitan.
****
Temanku yang satu ini, inisialnya R, salah satu member yang paling lama di PC. Aku tengarai hobbynya mungkin merumpi. Tapi harus aku akui dia memang ramah terhadap member baru. Kesukaannya merumpi inilah yang akhirnya membuat para member baru tahu ‘profesi’ sampingan beberapa member yang lain. Aku yang dulu pernah aktif di PC tahun 2000-2001 tidak tahu apa-apa tentang profesi sampingan beberapa member ini akhirnya jadi tahu.
Well, aku bukannya tidak pernah merumpi (kalau bertemu dengan orang yang cocok, aku bisa merumpi berjam-jam, merumpiin orang yang kusayang tapinya. Hahahaha ...) tapi aku merasa tidak begitu suka dengan kebiasaan R yang satu ini. Sering kali untuk menghentikan rumpiannya tentang member yang berprofesi sampingan itu, aku sering bercanda, “Eh asik kali ya berprofesi seperti itu? Kerjaannya enak, ikut bersenang-senang, mendapatkan kepuasan, eh dibayar pula.”
“Emang kamu tidak takut dosa?” tanya R beberapa bulan lalu tatkala aku mengatakan hal tersebut.
“Dosa itu kan bagi mereka yang percaya dosa? Yang engga? Ya enggalah. Lagipula dosa itu kan urusan pribadi masing-masing orang dengan Yang Di Atas? Mengapa kita harus ribut?” jawabku.
“Kok ga malu ya?” kata R lagi.
“Yah, dalam hati orang siapa yang tahu? Mungkin mereka malu? Tapi karena mereka butuh uang, dan tidak punya keahlian lain, apa boleh buat? Jawabku.
“Tapi aku heran loh. Dia kan sudah tidak muda lagi? Mana ga cantik, kulit hitam kusam. Kok masih laku? Kira-kira yang butuh kayak dia seperti apa ya orangnya? Mungkin laki-laki yang telah berusia kakek-kakek begitu ya?” komentar R.
“Kupikir dalam hal ini pepatah ada uang abang disayang, ga ada uang abang ga disayang berlaku kali. Seorang laki-laki yang telah berusia udzur, namun punya duit banyak, mana mungkin lah perempuan muda belia yang berprofesi begitu menolak? Malah senang mungkin, karena tidak perlu bekerja keras? Sebentar aja pasti dia sudah loyo?” jawabku seadanya. Hahahahaha ...
“Berarti pelanggan dia laki-laki tua yang uangnya pas-pasan dong?” analisa R.
“Barangkali!!!!!!!!!!” jawabku sambil tertawa ngakak. “Laki-laki tua yang uangnya pas-pasan tapi ingin mencicipi tubuh perempuan lain, selain istrinya.” Sambungku.
****
Aku suka R karena keramahannya itu. Menurutku dia yang paling ramah di antara member-member lain. Keramahannya itu membuat sifat introvertku yang suka kambuh di tempat-tempat publik seperti fitness center membantuku untuk mencairkan suasana kaku. Namun ya itulah kelemahannya. Dia suka menceritakan beberapa member yang berprofesi sampingan itu kepada member-member baru.
Tadi pagi, setelah selesai cycling dan R pulang, aku masih sempat berolah raga lagi sekitar 15 menit. Kemudian aku pulang. (Emang mau nginep di PC? Hahahaha ...)
PT56 11.40 300507

No comments: