Search

Monday, April 23, 2007

Di Kelas

Hari Jumat 13 April 2007 dalam kelas “Telaah Puisi”, aku sengaja memberikan puisi Wanda Coleman yang berjudul “Women of My Color” ke para mahasiswa untuk dibahas. Salah satu topik yang kusampaikan kepada mereka adalah bagaimana kita bisa melihat keterlibatan seorang penyair dalam puisi yang ditulisnya.

(You can refer to my interpretation on the poem in the previus post.)

Satu background yang kuberikan kepada mahasiswa yakni bahwa Wanda Coleman adalah seorang penyair Amerika berkulit hitam, hidup di abad ke 20 dan awal abad 21 ini. jumlah mahasiswa yang hadir 8 orang, 4 perempuan 4 laki-laki. Bukan bermaksud bias gender kalau kemudian aku mengelompokkan mereka ke dalam dua kelompok berdasarkan jenis kelamin, keempat mahasiswa perempuan berdiskusi dalam satu kelompok, dan keempat mahasiswa laki-laki berdiskusi dalam satu kelompok lain.

Setelah sekitar 10 menit berlalu.

Aku berikan kesempatan pertama kepada kelompok laki-laki. Salah satu mengatakan bahwa yang dimaksudkan dengan kata “black” di puisi itu bukan mengacu ke warna kulit melainkan nasib kaum perempuan yang jatuh ke lembah “hitam” dengan menjadi prostitute. Stanza pertama yang menyebutkan

i follow the curve of his penis

and go down

diinterpretasikan sebagai rendahnya posisi seorang perempuan yang menjadi prostitute di mata kaum laki-laki.

Kebalikan dari itu, dari kelompok perempuan, seorang mahasiswa menyatakan bahwa si perempuan di sini justru menikmati actionnya karena kata yang dipilih oleh Coleman “follow the curve...”. sangat menarik karena hal ini mengingatkanku pada salah satu scene dalam serial “Sex and the City” ketika Samantha Jones terlihat begitu menikmati to do blow job kepada seorang courier yang mengantarkan sebuah barang ke kantornya. Samantha menikmati posisinya sebagai sang “subjek”.

Aku jelaskan seandainya puisi itu berhenti hanya pada stanza pertama, bisa jadi interpretasi itu benar. Namun stanza-stanza berikutnya menjelaskan keluhan para perempuan atas nasib yang menimpa mereka.

Yang ingin kugarisbawahi dari diskusi itu adalah betapa dari “kubu” perempuan terlihat jelas mereka menyalahkan kaum laki-laki yang egois, baik laki-laki berkulit putih maupun laki-laki berkulit hitam yang telah memperpuruk nasib kaum perempuan kulit hitam di Amerika. Ternyata hal ini sangat menyinggung seorang mahasiswa laki-laki yang terlihat emosi. If I am not mistaken, mahasiswa ini mungkin masih berusia muda, di bawah 25 tahun, sedangkan dari kelompok perempuan ada seorang mahasiswa yang sudah terlihat dewasa di atas 30 tahun.

“kalian ga bisa dong nyalahin kaum laki-laki melulu! Ga semua laki-laki brengsek seperti yang ditulis dalam puisi ini,” kata si mahasiswa.

“Loh, kita kan cuma mengemukakan interpretasi kita atas puisi ini? kita ga bermaksud stereotyping kok bahwa semua laki-laki seperti itu.”

And what did I do? Ya ketawa geli ajalah mendengar diskusi itu. LOL. LOL.

PT56 12.30 140407

No comments: