Search

Monday, April 02, 2007

Seksualitas


 

Anda pasti pernah ditanya, “Mana yang lebih penting, kualitas atau kuantitas?” Anda mungkin menjawab kuantitas. Anda mungkin menjawab kualitas. Tapi bisa jadi Anda tak bisa menjawab. Karena Anda tidak tahu, Kenapa tidak bisa tahu? Karena Anda perempuan. Kenapa kalau perempuan tidak tahu? Karena alat kelamin perempuan tidak seperti alat kelamin laki-laki. Tanpa perlu belajar tentang mana yang enak dan mana yang tidak enak, laki-laki lebih mudah memahami kebutuhan kelaminnya sendiri. Mereka mengalami tanda-tanda yang dapat segera dirasa dan dikenali. Ketika terangsang, mereka ereksi. Ketika mencapai puncak kenikmatan, mereka ejakulasi.


Sebenarnya alat kelamin perepuan pun mengalami tanda-tanda yang sangat signifikan seperti halnya alat kelamin laki-laki. Ketika terangsang, alat kelamin perempuan mengeluarkan cairan. Ketika mencapai puncak kenikmatan, otot vagina mengalami kontraksi dan mengencang. Tapi kenapa mayoritas perempuan, bahkan perempuan menikah sekali pun, tak bisa menjawab dengan pasti, apakah mereka benar-benar pernah mengalami orgasme?


Persoalannya tak hanya sebatas perbedaan alat kelamin. Tapi represi terhadap alat kelamin perempuan telah membuat mereka kesulitan mengenali tubuhnya sendiri. Persoalannya tak hanya sebatas perbedaan alat kelamin. Tapi mitos!


Laki-laki menciptakan mitos perempuan ideal. Perempuan ideal adalah perawan. Alat kelamin perempuan yang ideal adalah tidak kelebihan cairan dan otot vaginanya kencang.


Bagaimana perempuan bisa menikmati hubungan seksual jika sejak awal mereka sudah ditakut-takuti oleh mitos keperawanan? Sejak awal mereka sudah dibodohi secara massal bahwa hubungan seksual di hari pertama sakitnya tak terkira akibat robeknya selaput dara. Jika selaput dara robek, vagina mengeluarkan darah. Itulah bukti kesucian yang harus dijaga sampai tiba saatnya malam pertama. Padahal kenyataannya, banyak sekali perempuan yang vaginanya tidak mengeluarkan darah ketika pertama kali melakukan hubungan seksual. Bahkan banyak yang tidak merasakan sakit seperti informasi yang mereka terima. Selain itu, selaput dara tidak hanya robek akibat hubungan seksual. Hal-hal kecil seperti mengendarai sepeda atau menari ballet sekali pun bisa mengakibatkan selaput dara pecah. Tak heran masih banyak orang tua yang tidak setuju putrinya ikut les tari ballet, karena takut putrinya tak lagi “suci” di malam pengantin. 


Tidak hanya sampai di situ pembodohan massal yang terpaksa, mau tak mau, harus diterima oleh perempuan sebagai kebenaran absolute, yaitu, mitos tentang enak atau tidak enaknya alat kelamin perempuan ditentukan oleh kekencangan otot vagina dan tidak banyaknya cairan. Banyak mitos-mitos berkembang tentang etnis-etnis tertentu yang alat kelaminnya sudah terbukti mewakili atau tidak mewakili standar ideal yang diciptakan oleh laki-laki. Biasanya prempuan berkulit putih kelebihan cairan. Tidak enak. Becek. Yang berkulit hitam, selain tidak kelebihan cairan, otot vaginanya pun lebih alot. Akibatnya perempuan berusaha keras mengatasi kelebihan cairan dan kelenturan otot vagina. 

Mereka minum jamu. Mereka ikut senam seks dan body language. Mereka memasukkan tongkat madura ke dalam vagina sebelum melakukan hubungan seksual selama lima menit. Mereka merendam vagina ke dalam daun sirih. Dan paling parah dari itu semua itu, perempuan takut terangsang. Perempuan menahan rangsangan supaya bisa “mengelabui” reaksi tubuh agar vagina tak terlalu mengeluarkan banyak cairan. Alhasil, perempuan melakukan apa pun hanya untuk dinikmati tanpa diberi kesempatan untuk menikmati.


Bagaimana perempuan bisa menikmati ketika sedang melakukan hubungan seksual mereka tak nyaman dengan reaksi tubuhnya sendiri? Mereka begitu ketakutan pasangannya tidak nikmat kalau otot vagina mereka tidak kencang, atau kelebihan cairan. Padahal perempuan mutlak mengeluarkan cairan. Mereka mutlak terangsang supaya bisa menikmati hubungan seksual. Ketika vagina tidak cukup mengeluarkan cairan, bisa berakibat iritasi kulit vagina. Jika kulit vagina mengalami iritasi, akan lebih mudah terjangkit bakteri dan penyakit kelamin. Dan yang terpenting, perempuan tidak akan pernah merasa nikmat dalam kondisi vagina kurang cairan seperti itu. Mereka pasti mengalami kesakitan. Dan rasa sakit bukanlah bentuk kenikmatan yang selayaknya diterima perempuan.


Mitos ini juga mengakibatkan perempuan tak kuasa mempertahankan kesehatan alat kelaminnya sendiri. Laki-laki banyak yang menghindari kondom dengan alasan, tidak enak karena terlalu licin. Akibatnya, tak hanya risiko terkena penyakit kelamin saja, tapi juga risiko kehamilan. Sementara yang menanggung akibat kehamilan ini hanyalah perempuan. Bukan laki-laki.


Laki-laki juga meciptakan mitos bagi kaumnya sendiri. Laki-laki yang bisa memuaskan perempuan, adalah laki-laki yang bisa bertahan berjam-jam. Laki-laki yang memiliki penis sebesar jaran. Laki-laki yang menguasai posisi puluhan. Karena itu, dengan modal penis besar dan nonton film porno mereka sudah layak diberi anugerah laki-laki perkasa. Mereka melupakan bahwa perempuan yang bagian-bagian sensitifnya tersembunyi tak seperti laki-laki mutlak dirangsang supaya mengeluarkan cairan dan siap menerima penetrasi. Tapi tidak, laki-laki banyak yang langsung asal hajar. Yang penting mereka bisa lama bertahan. Yang penting mereka mampu membolak-balik tubuh perempuan seperti membakar sate ayam. 


(NAYLA by Djenar Maesa Ayu, 2005: 77-81)

Another different thing betwen men and women’s genital is that men’s penis has 3 functions at the same time. It is for peeing (biogical need), spurting sperm (for reproduction) and ejaculation (to get the highest sexual satisfaction  orgams  sexual need). While for women, women have 3 different areas that has respective function, a hole for peeing (biogocial need, placed at the bottom), vagina for accepting sperm (for reproduction, placed in the middle), and clitoris to get stimulated (for sexual need, placed above vagina).

No comments: