Search

Saturday, April 14, 2007

Credit Card? No Thanks!

Sekitar satu dekade yang lalu, memliki kartu kredit merupakan salah satu hal yang tidak mudah karena persyaratan ini itu yang harus dipenuhi, terutama jumlah minimal gaji/pemasukan tiap bulan yang kita terima. Itu sebab para pemilik kartu kredit sering dianggap sebagai orang kaya, karena hanya orang kayalah yang mampu memiliki kartu kredit.

Sebagai ganti kartu kredit, menurutku, adalah kartu ATM. Banyak bank berlomba-lomba mengeluarkan kartu ATM untuk menarik nasabah. Mengapa aku katakan kartu ATM bisa dianggap sebagai ganti kartu kredit? Fungsi utama—menurutku yang orang awam ini—kartu kredit adalah memudahkan kita ketika aan belanja, selain memang lebih aman membawa kartu kredit dari pada membawa uang kontan dalam jumlah besar. kartu kredit amat membantu terutama untuk buy on impulse—yang sialnya sering dihubungkan dengan kaum perempuan yang hobby shopping dan buy on impulse, bukan karena kebutuhan. Bagi mereka yang tidak memiliki (karena belum mampu LOL) kartu kredit, keberadaan anjungan tunai mandiri di banyak pusat perbelanjaan sangat membantu. Tatkala windowshopping, kemudian tertarik satu barang, kita tinggal mampir ke ATM, mengambil sejumlah uang yang kita perlukan, dan jadilah kita berbelanja. (Frankly, aku adalah salah satu korbannya. LOL.)

Untuk bercanda, kadang-kadang ketika mengetahui seseorang yang memiliki kartu kredit, aku suka menggoda, “Kasihan deh kamu, orang miskin ya? Mau belanja aja pakai utang dulu.” LOL. Bukankah ide kartu kredit, adalah membeli barang lebih dahulu dan membayar belakangan, bulan depan misalnya?

Dan menyadari aku adalah orang yang gampang tergoda to buy on impulse, aku tidak tergoda untuk memiliki kartu kredit, meskipun belakangan syarat-syarat untuk memiliki kartu kredit sangatlah mudah. Siapa pun dapat memilikinya. Ketika ada orang bertanya, dengan nada suara dan mimik wajah heran, “Kamu ga punya kartu kredit Na? Ketinggalan jaman amat sih? Atau kamu ga suka shopping ya?”

“That’s it. Aku suka sih shopping. Dan untuk menghindari godaan to buy on impulse itulah makanya aku tidak mau memiliki kartu kredit.”

Dan orang itu akan semakin menunjukkan wajah keheranan mendengar jawabanku. LOL.

Hari ini aku membaca satu artikel di koran Suara Merdeka—bukan bermaksud promosi, namun apa daya di rumah koran inilah yang menjadi langganan LOL—berjudul “Mitos Kartu Kredit yang Menyesatkan”. Eye catching kan?

Aku langsung tertarik, mitos apaan sih tentang kartu kredit yang menyesatkan? Ternyata yang disebut mitos yang menyesatkan adalah, “Mitos yang mengatakan bahwa kartu kredit adalah utang masih beredar kencang.” Hahahaha ... dan kemudian ditulis “pembenaran” oleh si penulis artikel, “sebenarnya konsep dasar dari kartu kredit adalah “Beli sekarang, bayar nanti.” Wakakakaka ... apa bedanya coba??? Sama dengan para tukang becak (semoga tidak ada tukang becak yang membaca artikel ini, kalau pun ada, semoga mereka tidak tersinggung LOL) yang kadang suka ngebon di warung langganannya karena belum ada uang setoran. Itu namanya apa? “Beli sekarang bayar nanti!” do you agree???

FYI, di atas artikel ada tulisan, “UANG DAN GAYA HIDUP. Kerjasama SUARA MERDEKA & Citibank” NAH LO!!! Maklum yang menulis mau promosi kartu kredit, so ya begitu deh. hahahaha ... coba kalau yang menulis si Nana, “Cara ampuh untuk menghindari buy on impulse (mboh bahasa Indonesiane opo yo??? Hahahaha ...) adalah, “JANGAN PERNAH MEMILIKI KARTU KREDIT dan JANGAN MEMBAWA KARTU ATM KETIKA ANDA WINDOWSHOPPING DI MALL.”

Hahahahaha ...

Btw, jadi ingat satu waktu aku ngomongin tentang kartu kredit ini dengan Abangku seorang. Dia heran ketika aku tidak—atau belum—memiliki kartu kredit karena di negara dimana dia tinggal kartu kredit merupakan satu barang yang harus dimiliki, demi keamanan dan kemudahan transaksi. Well, di Indonesia, terutama di kota-kota kecil, dimana Semarang bisa juga dimasukkan, berbelanja dengan kartu kredit masih milik orang-orang the haves. Menurutku begitulah.

Eh, jadi ingat juga satu waktu aku ditraktir makan mantan siswa privatku yang suaminya kaya raya. Aku berdua dengan seorang teman. Dan siswa privatku itu juga mengundang seorang teman lain yang sok kaya. Setelah pesanan kita datang, si teman yang sok kaya ini mengeluarkan kartu kredit dan menyerahkannya kepada waiter. Sayangnya si waiter menolaknya dengan mengatakan, “Di sini kami tidak menerima pembayaran dengan kartu kredit. Kontan saja Mas.” Sayangnya (lagi) si teman yang sok kaya ini tidak membawa uang di dompetnya. Wakakakaka ... Tengsin berat ga sih? hahahaha ... dia mau sok kaya, mau bayarin makan kita berempat (yang aku percaya he did it on impulse, karena dia tidak persiapan membawa uang di dompetnya) namun gagal. FYI, occasion makan siang ini adalah untuk merayakan ulang tahun siswa privatku yang cantik jelita itu. Sesuai dengan culture yang ada di Indonesia, yang ulang tahun yang menraktir. Bukankah begitu?

Oh well ... this is Semarang, masih buanyak tempat yang hanya menerima pembayaran kontan, dan bukan lewat kartu kredit. :)

PT56 13.40 100407

1 comment:

Unknown said...

salam kenal, mbak.
saya juga (alhamdulilah, so far) anti ama kartu kredit (KK).
(walopun di kantor banyak temen yg statusnya masih HONDA/kontrak, tp pny 1-2 KK, busyet)

Istri saya yg kerja di bank juga saya larang punya KK.
Saya ama istri merasa lebih dari cukup dg kartu debet/visa electron aja.

jadi, saya ama istri, sependapat ama mbak ya =)