Search

Friday, May 12, 2023

Differentiated Character

 


Semalam, Kamis 11 Mei 2023 saya menghadiri bincang-bincang dengan pengarang buku BILANGAN FU, penulis perempuan yang novel pertamanya cukup fenomenal dan dianggap kontroversial di penghujung akhir Orde Baru, judulnya SAMAN. 
 
Sangat jarang saya punya kesempatan untuk menghadiri acara serupa di mana Ayu Utami adalah bintang utamanya. Itulah sebabnya saya bela-belain datang dengan meninggalkan kelas yang seharusnya saya 'handle'. Terakhir saya datang ke acara serupa yakni Desember 2012. It means: saya perlu menunggu selama 11 tahun! 😝 padahal nama Ayu Utami bagi saya berarti ada kewajiban untuk membeli bukunya.
 
Namanya bincang-bincang, tentu ada sesi Question and Answer. Salah satu pertanyaan yang akan saya tulis di postingan ini adalah:
 
"Sebagai seorang feminist, mengapa Ayu Utami menciptakan tokoh perempuan yang dia buat untuk tak mampu bersuara? Atau menyuarakan yang dia ingin sampaikan ke masyarakat? Misal: tokoh 'Upi' dalam novel SAMAN, yang nasib buruknya dikisahkan menjadi trigger seorang pastur Wisanggeni berpindah haluan spiritual."

Dalam kehidupan sehari-hari, kita tentu pernah bertemu dengan berbagai karakter manusia; yang pintar berbicara dan yang kebalikannya, yang pintar menulis dan yang kebalikannya, yang kemampuannya dalam melakukan sesuatu itu sundul langit atau yang kebalikannya. Dan sebaliknya. 

Dalam novelnya, Ayu ingin menghadirkan berbagai karakter itu. Dalam SAMAN, ada 4 tokoh utama perempuan dengan karakter dan keahlian yang berbeda. Laila sang fotografer yang ingin mendobrak ketabuan pandangan dalam relasi laki-laki perempuan namun tidak punya keberanian yang utuh, Yasmin yang digambarkan sempurna dari segi kecantikan, kepintaran, kekayaan, bahkan juga karakternya yang 'perempuan' banget, Cokorda, yang nyaris berkebalikan dari Yasmin dan Laila. (Laila dan Yasmin menjaga keperawanan mereka sampai 'tiba' waktunya, sementara Cok sebaliknya.) Hingga Shakuntala yang berada di satu ujung ekstrim yang berbeda dari ketiga sahabatnya: aseksual. 

Keempat tokoh perempuan di atas dilengkapi lagi dengan tokoh Upi yang dikisahkan bisu namun bisa bergaul dengan orang di sekitarnya.. Karena dia tidak mampu berbicara secara verbal, namun dia nampak sangat bergairah jika melihat laki-laki dan menunjukkan hasrat seksualnya secara terbuka, maka orang-orang sekitar menganggapnya sebagai orang gila. Karena gila, dia harus dipasung agar tidak mengganggu orang-orang di sekitarnya.

Inilah alasan yang digunakan oleh Ayu Utami untuk menghadirkan tokoh Upi: beginilah masyarakat. Ada yang begini ada yang begitu. Ini seperti saya versus Ranz: soul mate dolan saya. Saya memiliki bakat menulis, namun kurang memiliki bakat untuk memotret. Ranz sebaliknya, matanya itu mata kamera, demikian saya menyebutnya, lol. Sedangkan untuk menulis, ya cukuplah untuk bisa menulis artikel sederhana. 

Moral lesson for myself:

Di jagad media sosial ini pun sama: ada yang sangat piawai menulis status, ada yang menulis status dengan serius namun tetap menarik dibaca, ada yang menulis status bercanda saja dan tetap menarik dibaca, ada yang piawai bergaya di depan kamera dan mengunggah foto-foto selfie-nya hingga enak dilihat, ada yang sengaja berfoto selfie dengan gaya kocak. dan, ada juga yang sebagai pelengkap penderita: sebagai penonton doang. hihihi. You name it!

MS 48 15.55 12.05.2023

No comments: