Search

Monday, June 19, 2017

Naif

pic diambil dari sini

Duluuuuuu ... aku pernah berpikir bahwa seorang perempuan yang telah menikah tak akan lagi mampu menarik perhatian laki-laki lain. J Pandangan ini mendadak dimentahkan oleh seseorang – yang pada waktu itu usianya di bawahku lebih dari 10 tahun – yang kutemui di dunia maya, lebih dari 10 tahun yang lalu.

Cerita lengkapnya begini. J

Aku yang sedang jenuh mengerjakan tesis “akhirnya” kembali ke dunia perchattingan dunia maya untuk sekedar hiburan di tengah-tengah browsing materi untuk tesis. Kala itu situs ‘mIRC’ masih sangat eksis. (Aku belum pakai Yahoo Messenger.) Untuk mendapatkan “chat partner” yang seusia, (agar ngobrolnya enak, ga terhalang gap usia) aku sengaja memilih nick yang menunjukkan usiaku, yaitu “fe36smg”, yang sekaligus menjawab pertanyaan klise yang biasanya keluar di awal chatting, yaitu “a s l” a.k.a “age sex location”: I am a female, 36 years old, from Semarang. Di luar ekspektasiku, ternyata yang tertarik menyapaku lebih banyak laki-laki yang usianya jauh di bawahku, let’s say 10 tahun.

Dari sekian banyak “chat partner” yang kudapatkan, tentu ada beberapa yang asyik diajak ngobrol. Tapi, yang akan kutulis disini, yang membuatku sadar betapa naifnya diriku, LOL, hanya satu.

Waktu itu dia adalah seorang mahasiswa satu perguruan tinggi di Semarang. Ketika kutanya apa yang membuatnya tertarik mengajakku ngobrol – dia masih di awal usia duapuluhan – karena aku jauh lebih tua darinya, dia menjawab, “perempuan seusiamu itu justru sangat menarik bagi laki-laki sebayaku. Laki-laki seusiaku sangat tertarik pada seks. Kalau pun kita punya pacar, kita ga berani lah mengajak pacar kita berhubungan seks. Jika dia hamil, berabe kita karena tentu kita akan diminta menikahinya, padahal secara finansial kita belum siap. Secara psikologis juga belum. Pacar yang kita punyai – yang mungkin usianya tak jauh dari kita, mungkin lebih muda – hanya untuk sekedar status sosial. Kita punya pacar. Tapi kita ga akan tega mengajaknya bercinta.”

Aku bengong. LOL.

Lebih bengong lagi mendengar penjelasannya berikut.

“Lain halnya jika laki-laki seusiaku memiliki kawan dekat perempuan seusiamu, yang sudah menikah. Perempuan yang sudah menikah adalah ‘partner’ yang sangat aman buat kita. Pertama, dia sudah pengalaman sehingga kita justru bisa belajar “how to behave and what to do in bed.” (ih wow!) Kedua, karena sudah menikah, ga mungkin lah dia meminta kita ‘bertanggungjawab’ untuk menikahinya (setelah ngeseks dengannya). Ketiga, mungkin kita tidak perlu mengeluarkan uang waktu kencan.”

Everything he said made sense, didn’t it? :D

Maka sejak itu aku pun berubah cara pandang. LOL.

Aku berpikir tentu banyak laki-laki – sebrengsek apa pun – akan mempertahankan perkawinannya, sehingga ketika mereka mendapati kejenuhan dalam perkawinan, mereka akan mencari “perempuan yang aman” untuk diajak kencan, yakni istri orang. Seorang kawan dunia mayaku saat ini suka menggunakan istilah “binor” alias “bini orang”. Hanya sekedar untuk mengurangi kejenuhan, bukan untuk mencari masalah yang lebih besar, misal pertengkaran dengan istri yang mungkin akan berujung ke perceraian. Binor adalah solusi tepat. LOL. Satu syarat utama tentu adalah si perempuan ini pun tetap ingin menjaga perkawinannya, bukan malah ingin menceraikan suaminya untuk kemudian menuntut pacarnya menceraikan istrinya, agar mereka “bersatu”. Meski, well, harus dipahami tentu ada juga tipe laki-laki dan perempuan yang seperti ini.

Beberapa tahun yang lalu, aku dengar beberapa kawan (laki-laki) memiliki ‘hobi’ mengajak kencan perempuan lain, namun tetap berusaha menjaga image bahwa mereka adalah suami yang setia. Atau mungkin, tipe laki-laki yang berpikir bahwa laki-laki itu milik istri “hanya” ketika di rumah, namun menjadi milik umum, begitu keluar rumah. Dan, sialnya (atau ‘kebetulan’ ya?) mereka memiliki istri yang mengamini adagium ini.

Nah, agar perkawinan mereka tetap awet, kupikir perempuan yang mereka ajak kencan harusnya binor dong ya? Agar si perempuan tidak ‘menuntut’ si laki-laki untuk menikahinya, dengan menyalahgunakan, eh, memanfaatkan tafsir surat annisa ayat 3 bahwa laki-laki boleh menikahi perempuan yang mereka sukai, dua, tiga, empat ...

Sekian hari lalu, baru saja mendengar cerita (yang telah basi) bahwa sekian tahun lalu salah satu kawan laki-laki yang kukisahkan di paragraf di atas pernah mencoba mengajak kencan seorang perempuan yang masih single, namun ditolak. Laki-laki yang dikenal santun ini (lihat di postinganku yang tentang monster berbusana malaikat) memang pernah berhasil menggaet perempuan (yang waktu itu masih single) dan si perempuan diberi hadiah sebuah sepeda lipat. Aku melihatnya sebagai “mutual relationship”, si laki-laki menginginkan sesuatu dari si perempuan, si perempuan mendapatkan sesuatu dari si laki-laki. Laksana hubungan jual beli. Namun, tentu tidak semua perempuan seperti itu lah. (seperti juga tidak semua laki-laki santun bak malaikat namun berhati monster gila perempuan.) Mengapa dia tidak mengencani binor saja yak demi keutuhan rumah tangganya?

Mendadak aku ingat satu laki-laki lain, yang pernah mampir dalam hidupku sekitar 8 tahun yang lalu. Dia bilang, “laki-laki seusiaku (akhir duapuluhan – red) sangat tertarik pada perempuan matang seusia 40-45 tahun Na. Mereka nampak sangat menarik dan seksi karena kematangannya. Tapi, mungkin nanti ketika aku berusia di atas 40 tahun, aku akan tertarik pada perempuan yang jauh lebih muda. Entahlah.”

Dan nampaknya terkadang aku masih saja NAIF. Hahahahah ...


LG 10.30 19062017

No comments: