Search

Monday, August 15, 2022

Mursitarini

 


 

Rini -- for short -- adalah teman sebangku/semeja saat aku duduk di bangku kelas 3 SMP.

 

Honestly, aku tidak ingat apa yang membuat kami berdua duduk berdampingan di tahun ketiga kami bersekolah di SMP N 1 Semarang. It was long time ago. yang aku ingat aku sering memberinya contekan saat ada test dari guru. Yang paling epic adalah saat test pelajaran akuntansi, membuat buku besar, laporan transaksi jual beli. I loved this lesson sementara Rini menyerah, lol. Waktu itu Rini duduk di kursi di belakangku persis, setelah aku selesai mengerjakan 'buku besar' aku membuka kertas folioku dengan lebar, sehingga Rini dengan leluasa mencontek. I really had fun doing that.

 

Saat test pelajaran yang lain, aku berani  melemparkan kertas kecil berisi jawaban, misal English, Math, dll.

 

Setelah lulus SMP, aku melanjutkan sekolah ke SMA N 3, sedangkan Rini ke SMA N 6. meski kami beda sekolah, we kept in touch. Kebetulan adiknya Rini sekolah di sekolah yang sama denganku, so aku mudah saja menitip surat untuk Rini lewat adiknya.

 

Hah? Kirim surat? Iyalah, ini masih di dekade 1980an kok. :) hanya once in a blue moon saja aku dolan ke rumahnya. Seingatku, dia ga pernah dolan ke rumahku.

 

Tahun 1986 kami lulus SMA. Aku melanjutkan kuliah di Jogja, Rini di Solo, ambil D3. setelah lulus kuliah, dia juga dapat kerjaan di Solo, tahun 1989.

 

Tahun 1990, aku menikah, punya anak setahun kemudian. Kesibukan ini membuatku tidak punya waktu lagi untuk dolan ke rumahnya. Plus waktu itu komunikasi masih susah ya, belum ada hp. Kita benar-benar lost contact.

 

Baru di tahun 2021 aku dapat kabar tentang Rini, dari seorang kawan SMP juga, yang tinggal tak jauh dari rumah Rini. "Na, Rini kena stroke," kata Untik. Waktu itu aku benar-benar berpikir Rini masih tinggal dan bekerja di Solo. Namun kata Untik Rini ternyata sudah balik ke Semarang sudah lama. (saat riwayat hidup dibacakan menjelang pemakamannya, baru aku tahu Rini pindah balik ke Semarang tahun 1998.)

 

Karena sudah lama tidak kept in touch, aku ragu-ragu ke rumahnya. Apalagi tahun 2021 itu covid masih sangat menakutkan. Jadi, meski aku sering (sengaja) lewat rumah Rini saat sepedaan maupun saat jalan kaki (olahraga), aku hanya lewat, dan tidak ada pikiran untuk mampir.

 


 

 

Tak lama mendengar kabar Rini kena stroke, padahal dia yang bertanggung jawab atas kondisi ibunya di rumah itu, aku mendengar kabar berikutnya, ibunya Rini meninggal. Aku tidak yakin apakah karena covid atau penyakit lain. Sekali lagi, karena waktu itu covid (delta) masih menjadi momok di tengah masyarakat, aku ga berani ke rumahnya. Namun, jika aku punya kesempatan untuk sepedaan maupun jalan kaki, aku masih kadang lewat depan rumah Rini.

 

Beberapa bulan kemudian (aku lupa kapan tepatnya), di satu hari Minggu pagi, selepas belanja di pasar dekat rumah, aku lanjut naik sepeda memutar, lewat depan rumah Rini lagi. Kebetulan saat itu, Rini pas duduk di teras. Mataku belor, tapi syukurlah aku masih bisa mengenali sosok seorang perempuan yang duduk di teras itu dia. Aku pun mampir. Seorang laki-laki yang waktu itu sedang memanasi sepeda motor membukakan pintu pagar. Aku mendengar Rini bertanya, "itu siapa?"

 

Setelah aku masuk ke halaman rumah, dan menyebut namaku, "Nana", Rini langsung mengenaliku dan mempersilakan aku duduk. Kami ngobrol sebentar. Rini bilang dia terkena stroke setelah suntik vaksin (entah yang pertama atau yang kedua ya, lupa.) Meski stroke, kata Rini, dia masih bisa masuk kerja, dia masih bisa berjalan sendiri jika permukaan lantai/tanah datar, tidak berundak-undak. Aku bertanya apakah dia pijat terapi (sepertiku yang menyempatkan pijat terapi saat kakiku cedera) Rini bilang tidak, alasannya "sakit". Well, yang namanya physiotherapy ya jelas sakit ya, tapi kan demi kesehatan. Tapi, ya, I cannot tell her to do it just like that. Sudah puluhan tahun kami tidak saling berkomunikasi. Perubahan cara berpikir antara kami berdua pasti ada lah ya. Meskipun begitu, melihat Rini masih nampak 'baik-baik' saja aku lega. (aku sempat membayangkan dia benar-benar tidak bisa apa-apa saat pertama kali Untik mengabari Rini kena stroke je.)

 

Aku tidak stay lama-lama waktu itu karena (1) aku belum mandi (2) aku baru pulang dari pasar, membawa belanjaan yang harus segera kumasukkan kulkas agar tidak basi, atau sayuran yang kubeli tidak keburu layu. Sebelum pamitan, aku bilang ke Rini aku akan mengunjunginya kembali kapan-kapan. Namun setelah tahu bahwa dia masih berangkat kerja, berarti aku hanya bisa mengunjunginya di hari Minggu, hari yang justru aku ga yakin bisa menyempatkan diri dolan. :(

 

Setelah kunjungan itu, I kept postponing to visit Rini again. Kalau aku ga sedang dolan keluar kota, ya aku sibuk melakukan pekerjaan rumah di hari Minggu.

 

Hingga hari Kamis 11 Agustus siang, Untik mengabariku bahwa Rini meninggal dunia. :( :( :( that news saddened me. Aku langsung merasa berhutang padanya: hutang untuk dolani dia lagi, mengajaknya ngobrol lagi.

 

Jumat 12 Agustus 2022, aku ke takziah ke rumah Rini, sekitar pukul 08.50. Untik yang ngabari bahwa jenazahnya akan dimakamkan hari Jumat itu, namun tidak dia sebutkan jam berapa. Aku berharap aku akan sempat membaca surah Yasin di samping jenazah Rini. Ternyata setelah sampai sana, pas upacara pemberangkatan jenazah akan dimulai.

 

Tito, anaknya Rini

 

 

Aku pun turut mengantar jenazah Rini sampai ke pemakaman di Salaman Mloyo. Rencana membaca surah Yasin di samping makam Rini kembali gagal. Setelah semua pelayat meninggalkan lokasi, anak Rini berjongkok di samping nisan ibunya, menangis. How heartbreaking! So, finally I left the place. Aku membaca Yasin untuk Rini di rumah.

 

Semoga husnul khatimah dearest Rini. Rest in peace and be happy there. You are no longer in pain 🙏🙏🙏

 

18.09 15/08/2022

 

Austin di seberang makam

No comments: