Search

Tuesday, March 19, 2019

Nostalgia


My ex dulu suka sekali mendengarkan lagu-lagu Iwan Fals, saat kita masih pacaran. Ehem.'Resiko'nya jelas, aku jadi familiar dengan lagu-lagunya. Setelah kita menikah di awal sembilanpuluhan, dia suka mendengarkan lagu-lagu KLA/Katon. Berbeda dengan lirik lagu-lagu Iwan yang kritis dan to the point, lirik lagu KLA sangat romantis dan manis, hingga tanpa my ex 'tulari', aku suka lagu-lagunya KLA/Katon. (Aku kan orangnya romantis dan manis, meski kadang-kadang suka menangis. lol.)

gambar diambil dari sini

Setelah kita berpisah, aku menghindari mendengarkan lagu-lagu Iwan Fals maupun KLA/Katon, karena tidak mau terseret masa lalu. CPU tempat aku menyimpan lagu-lagu mereka pun kebetulan rusak tak lama setelah kita berpisah. Praktis, aku tidak bisa mendengarkan lagu-lagu 'kenangan' dengan sang mantan. :D

gambar diambil dari sini

Namun, entah kapan aku mulai mendengarkan lagi lagu-lagu KLA/Katon. Mungkin karena memang aslinya aku suka liriknya ya. Jika di awal aku sempat 'sedikit' terseret masa lalu, lama-lama aku pun biasa saja mendengarkan lagu-lagu KLA/Katon yang terkenal di dekade sembilanpuluhan. Everything needs time, doesn't it? :D

Baru di tahun 2019 ini tiba-tiba aku ingin mendengarkan lagu-lagu lawas Iwan Fals lagi, pas aku sudah punya laptop baru dan Ranz install 'internet downloader' sehingga dengan mudah aku bisa download lagu-lagu dari youtube.com. Jadi, ya, begitulah, aku pun mengunduh banyak lagu-lagu Iwan Fals yang terkenal di dekade delapapuluhan. Dan ternyata seperti yang sempat aku prakirakan, ketika mendengarkan lagu-lagu lawas itu, teringat lagi saat-saat kita pacaran dulu. Kekekekeke … Cuma ingat momen-momen itu lho ya, bukan berarti aku merindukan masa-masa itu. Tak ada rasa -rasa lain.

Jadi heran, dulu itu aku menikahinya karena apa ya? Cinta? Apa sih cinta itu? Setelah menginjak usia setengah abad, aku bisa menggugat, cinta itu apa? LOL. Pasti semata hanya karena aku ingin dianggap 'normal' oleh masyarakat, bahwa aku seorang perempuan yang normal, punya pacar yang (dulu) ganteng, lol, punya suami, punya anak. That's all. Did I feel good in our marriage? Awalnya sih iya, namun lama-lama tidak lagi. Jika kucoba analisis menggunakan tulisanku di link ini, penyebabnya adalah dia tidak siap dengan lingkungan baru yang dia (terpaksa) masuki setelah kita menikah. Awalnya, aku (merasa) menjadi korban ketidaksiapannya memasuki lingkungan baru. Di kemudian hari aku merasa, dia pun korban dari kehidupan pernikahan yang kita masuki bersama. Bagiku pribadi, perceraian adalah satu cara menyelamatkan Angie, anakku, dari menjadi korban selanjutnya, agar dia tumbuh menjadi pribadi yang dewasa dan bahagia.

Entahlah jika satu kali nanti, aku akhirnya menyadari bahwa tanpa sengaja apa yang kita lakukan -- terutama yang kulakukan -- pun menyebabkan Angie menjadi korban. :(

Bahwa sekarang Angie menjadi sangat selektif dalam memilih laki-laki mana yang mendekatinya barangkali adalah satu 'lesson learned'. Dan bahwa dia tak selalu harus conform dengan apa yang dianggap 'normal' oleh masyarakat, juga merupakan kesimpulan yang dia ambil dari memiliki nyokap sepertiku, seorang perempuan yang memiliki pengalaman hidup sepertiku.

LG - IB 17.17 19-Mar-2019

No comments: