Search

Tuesday, November 15, 2011

Friends will be friends?

pic was taken from here


Again, demi memenuhi ‘curiosity’ one best friend of mine, aku menulis ini.


Aku yakin, seiring usia kita yang bertambah, seiring pendidikan yang kita serap, juga seiring jenis ‘community’ dimana kita bergaul, maka ‘definisi’ teman atau sahabat yang kumiliki pun berubah dari tiap level kehidupan (misal: kanak-kanak (SD), remaja (SMP-SMA), awal dewasa (kuliah), dan setelah itu.) Maka jika ditanya, “what kinda ‘friends’ have you got so far so that you ‘label’ them friends?” tentu tidaklah mudah aku menjawabnya. But mungkin ada satu hal yang mungkin semua orang akan setuju untuk kriteria ‘teman’: “nyambung ketika ngobrol” tentang apa saja.


Aku sendiri tidak bisa memahami mengapa ketika aku mengatakan bahwa aku ‘friendless’ beberapa waktu lalu kepada seorang best friend, aku lebih mengacu ke bagaimana kultur Barat (alias English speaking countries) membedakan antara ‘friends’ dengan ‘workmates’ ‘playmates’ ‘schoolmates’ ‘classmates’, atau ‘mate-mate yang lain’ juga dengan ‘acquaintances’.


Ketika aku duduk di bangku SMA (selama dua setengah tahun aku menghuni jurusan ‘Bahasa’ aku ‘hanya memiliki 3 teman sekelas) tentu ketiga teman sekelasku juga adalah my best friends (waktu itu), meski dengan yang berjenis kelamin perempuan aku merasa paling dekat. We were soooo close to each other at that time sampai my mom bilang, “Don’t really get close with someone because when accidentally one of you gets hurt, it will be really really hurt. Then if that happens, it will be very difficult for both of you to get close again.” Aku sudah lupa apa kejadiannya namun ternyata ‘prediksi’ ini terjadi. After that ‘accident’ dan saling memaafkan, kita memang tak lagi bisa sedekat sebelumnya. 


Seingatku selain dengan ketiga teman sekelasku ini, aku juga masih membina hubungan baik dengan teman dekat semenjak SMP, dua bersekolah di SMA yang sama, sedangkan yang dua lain lagi bersekolah di SMA yang berbeda. 


Lulus SMA, aku ke Jogja. Ada seorang teman sekelas waktu SMA (laki-laki) yang juga kuliah di Jogja, namun berbeda universitas meski ‘hanya’ tetanggaan dengan UGM. ? Kita tak lagi seakrab waktu SMA mungkin dikarenakan kesibukan masing-masing. (Padahal suwer, waktu kuliah S1, aku ga sibuk lha wong ga ikut kegiatan apa pun selain kuliah. Hihihihi ...) Yang satu lagi, perempuan, melanjutkan kuliah di IKIP Semarang, yang satu lagi, laki-laki, was gone with the wind. 


Waktu di awal kuliah S1 aku sempat ‘akrab’ dengan seorang teman sekelas yang asli Solo (call her E) karena kita berdua sama-sama diterima lewat program PMDK. Aku yakin tentu karena kita ga begitu nyambung ketika ngobrol maka akhirnya keakraban ini tidak berlangsung lama. Di akhir semester dua aku mulai akrab dengan seorang teman sekelas lain yang asli Trenggalek (call her D)dan dengannya keakraban ini terjalin hingga kita lulus kuliah.


Renungan diri:


Aku sadar banget kalau aku ini ‘aslinya’ talkative (maka kalau aku menjelma seorang yang pendiam, that was not the real me) mungkin karena E juga seorang yang talkative. Hehehehe ... Sementara itu D was very sweet and nice (bagi si Nana yang talkative) maka ya ... begitulah.:-D


Selama tinggal di kos, aku juga lumayan akrab dengan beberapa penghuni kos, dimana yang paling akrab adalah dengan mbak Nanni yang asli Madiun, 2 years older than me. Kita berdua sama-sama Leo, padahal aku sempat menengarai apakah karena sama-sama Leo (sama-sama kerasnya) maka keakrabanku dengan E tidak berlangsung lama. Keakraban tetap terjalin hingga mbak Nanni lulus dan pindah luar kota. This means putus hubungan karena tak ada kontak sama sekali setelah itu. (belum zaman ada hape apalagi social network seperti sekarang).


When I was married, aku tidak ingat apakah aku punya teman dekat. Teman-teman zaman SMP/SMA yang sudah menikah pun sibuk dengan urusan keluarga masing-masing, juga pekerjaan masing-masing.


Ketika mulai bekerja di sebuah kursus Bahasa Inggris maupun di sebuah univ swasta di Semarang, aku mendapatkan new good friends. (Selalu karena kita saling merasa nyaman dengan keberadaan masing-masing ketika bersama plus nyambung ketika ngobrol. Selain itu tentu karena kita bekerja di tempat yang sama, kita memiliki interest yang tidak jauh beda: Sastra, Bahasa Inggris, dan mengajar)


Waktu kuliah S2, aku ‘menjadi’ akrab dengan seorang rekan kerja di univ swasta yang bagiku menjelma menjadi seseorang yang lain. (We happened to resume our study together in the same program). Mungkin dia bisa kukategorikan sebagai seseorang yang ‘menderita’ multiple personality disorder. LOL. Dia begitu ‘autis’ (‘untouchable’) ketika berada di tempat kerja. Namun ketika berada di Jogja, dia adalah seorang teman yang hangat dan lumayan ‘rame’. Maka jika sebelum kita kuliah bareng itu we were just ‘workmates’, berbicara seperlunya saja ketika bertemu di kantor, setelah kuliah bareng, aku dan dia bisa ngobrol berjam-jam sambil makan atau pun jalan kaki ke satu tempat. (kebetulan kita berdua sama-sama penggemar jalan kaki. )


Dikarenakan satu dan lain hal maka di awal tahun 2005 itu aku mulai dekat dengan adik kelas. Meski bermula dari ‘hanya’ sekedar menghadiri kelas yang diampu oleh dosen tamu dari Michigan, tentu karena nyambung ketika ngobrol, tanpa kusadari kita mulai akrab. 


Keberadaan hape tentu sangat membantu kita berdua to keep in touch setelah lulus. Aku balik ke Semarang, dia balik ke Purwokerto. Sedangkan si ‘autis’ (LOL) pindah ke Malang karena mendapatkan pekerjaan disana. And you know, setelah jauh, dia pun kembali menjelma sebagai seseorang yang autis lagi alias hape tidak terfungsi to keep us in touch dengan baik. LOL. 


Kok jadi panjang ya? Bosan dah yang baca. LOL.


But the main point kupikir sudah kutulis. Yang membuatku merasa ‘berteman akrab’ dengan beberapa teman yang kutulis di atas tentu karena kenyamanan to be myself when being with them plus nyambung ketika ngobrol. Juga ketika seorang teman mengkritikku, aku tidak perlu merasa terluka karena kritik itu disampaikan langsung mengena.


Btw,beberapa saat lalu aku sempat juga menulis tentang ‘sorry pal, no more click between us’ well ... begitulah. Ketika bertemu (kembali) dengan beberapa teman lama yang dulu pernah akrab, mendadak aku menjadi awkward. Maka, kembali ke apa yang kutulis di awal: usia yang kian bertambah, pendidikan yang membuat cara kita berpikir tentu berubah (entah sedikit maupun drastis), komunitas dimana kita berinteraksi, pengalaman-pengalaman hidup yang tentu berbeda satu dengan yang lain akan membuat kita merasa bahwa teman lama kita menjadi begitu asing.


Untuk mengakhiri tulisan, aku ingin mengutip kalimat seorang online buddy (rada beda sedikit gapapa ya?), “Avoid people who make you feel insecure to be yourself.”


GL7 14.27 20102011

No comments: