Search

Tuesday, November 22, 2011

Nemu henfon

Alkisah pada satu malam minggu, aku dan seseorang yang paling kusayangi -- selain Angie, my Lovely Star -- makan malam di sebuah warung tenda yang berjualan menu serba penyet. Kita memilih duduk di sebuah meja yang terletak di pojok (aku hobi duduk di pojokan soalnya :-D) Di atas meja yang ukurannya tidak terlalu luas itu, kita taruh beberapa barang milik kita, misal helm, kaos tangan, dompet, topi, kacamata dan hape. Praktis meja itu hampir penuh ketika makanan pesanan kita datang, dua porsi nasi putih, satu ayam bakar plus lalapan, dan satu bebek bakar plus lalapan beserta dua gelas es jeruk.

Tak lama kemudian datanglah serombongan keluarga yang terdiri dari dua perempuan dewasa, dua laki-laki dewasa, dan tiga anak kecil. Satu perempuan dan satu laki-laki dewasa beserta anak-anak duduk di meja sebelahku, sedangkan satu laki-laki dan satu perempuan dewasa duduk di hadapanku, sehingga mereka akan 'share' meja bersamaku dan seseorang yang kusayangi itu. Ketika makanan mereka datang, memang agak sulit bagi 'waiter' untuk menaruh piring-piring makanan mereka. Mungkin itu sebabnya sehingga sang laki-laki berteriak kepada sang 'waiter',

"Mas, ini barangmu dibuang saja!" sambil menyerahkan tempat tissue dan tempat sendok kepada waiter itu.

Sementara itu, si laki-laki yang satu ini terlihat begitu sibuk dengan dua henfon miliknya. Sebegitu sibuknya, hingga dia tidak sesegera mungkin menyantap makanannya. Dan sebegitu tidak perhatiannya, tiba-tiba ketika dia akan minum, dia meraih gelas berisi es jeruk milik seseorang yang kusayangi tersebut karena kebetulan mereka duduk saling berhadapan.

Ranz langsung berkata, "Ini gelas milik saya!"

Laki-laki itu, dengan sedikit malu, berkata, "Oh, maaf." Kemudian kepada istrinya, "Kok aku ga dipesankan es jeruk?" tanyanya.

Sang istri (nampaknya sih sang istri), "Lha kan kupesankan teh?"

Mereka makan dengan cepat atau memang Ranz makan begitu pelan sehingga mereka selesai terlebih dahulu. Walhasil, mereka pun meninggalkan tempat terlebih dahulu.

Ranz nampak sedikit geram kepada laki-laki yang dia anggap tidak tahu sopan santun itu. Namun tak lama kemudian, dia nyadar bahwa si laki-laki yang tidak tahu sopan santun itu telah dengan tidak sengaja meninggalkan salah satu handphone yang telah membuatnya sibuk melulu sebelum makan.

"He accidentally left one cell phone of his!" kata Ranz kepadaku.

Aku kaget dan langsung merasa tidak nyaman. Khawatir 'terlibat' hal-hal yang tidak diinginkan, aku inginnya menyerahkan handphone itu kepada si penjual agar bisa dikembalikan kepada yang kehilangan. Namun Ranz tidak setuju. Dia khawatir jika justru si penjual tidak mengembalikannya kepada yang berhak. Aku pikir kalau sudah kuberikan kepada si penjual dan ternyata si penjual tidak mengembalikannya, that is none of my business. Namun Ranz berpikir jika yang kehilangan itu sadar bahwa telah meninggalkan hapenya di tempat makan itu, dan kembali untuk mengambilnya dan tidak menemukannya, maka mereka akan menuduh Ranz dan aku yang telah mengambilnya dan kemudian ngacir.

Bingunglah aku what to do.

Aku memilih menunggu mereka menelpon nomor hape yang ketinggalan itu. Ranz menyarankan untuk menelpon salah satu nomor yang mungkin nomor istrinya atau salah satu anggota keluarganya. Namun ternyata aku merasa tidak nyaman to do it.

Aku tetap memilih tidak melakukan apa-apa selain menunggu seseorang menelpon nomor hape tersebut. Praktis kemudian kita ga bisa sesegera mungkin meninggalkan tempat tersebut.

Hingga akhirnya Ranz mengambil keputusan untuk menelpon nomor telpon yang di phonebook di hape tersebut bernama "ayah".

Ranz, "Hello, ini hape siapa ya ketinggalan di tempat makan di daerah bla bla bla ..."

Dari suara yang menerima telpon tersebut terkesan bahwa dia sedang panik mencari kira-kira hape tersebut kesingsal dimana.

Setelah menunggu kurang lebih 15 menit, mereka datang kembali. Ranz memintaku untuk menyerahkan hape itu kepada si laki-laki.

Laki-laki itu, "Terima kasih ya mbak?"

Aku, "Sama-sama." sambil tersenyum ramah.

Setelah menyimpan hape itu kedalam kantong celananya, dia mengambil dompet, mengambil dua lembar uang dan menyerahkannya kepadaku.

Aku sempat bengong, mau menolak atau menerimanya.

"Tolong diterima ya mbak? Sebagai ungkapan terima kasih saya." katanya.

Akhirnya aku menerimanya.

Setelah mereka pergi, Ranz bilang, "Itu sebab aku ga mau menjadi pihak yang menyerahkan kepada laki-laki itu karena aku khawatirnya kita bakal dikira mau mengembalikan hape itu karena mengharapkan imbalan tertentu."

hadeeeehhhhh ...

Makanya kan di awal aku sudah kepengen menyerahkan hape itu kepada si penjual agar tidak tertuduh mengharapkan imbalan?

hadeeeeeehhhhhhh ...
PT28 17.04 211111

No comments: