Search

Tuesday, November 15, 2011

A friend in need is a friend indeed

pic was taken from here


Pertama kali nonton serial “Sex and the City” aku terkesan dengan friendship keempat tokoh utamanya: Carrie, Miranda, Charlotte, dan Samantha. Mulai dari keempatnya masih merupakan single girls sampai dengan Charlotte dan Miranda yang menikah (dalam serialnya), hingga Carrie menikah dalam film layar lebar. Pernikahan tidak lantas membuat keempatnya melupakan komitmen untuk tetap meluangkan waktu untuk berkumpul berempat tanpa perlu mengajak anak (khusus untuk Charlotte dan Miranda) maupun suami (kecuali Samantha yang tetap single dalam film “Sex and the City 2”.


Di Indonesia, at least in my very own life, aku jarang menemukan friendship yang sedemikian solid. Apalagi di kalangan mereka yang sudah menikah. Konsensus yang ada bahwa suami/istri seyogyanya juga menjelma sebagai teman yang paling dekat akhirnya menjadikan friendship yang telah ada semenjak sebelum menikah renggang.


Mengacu ke tulisanku yang sebelum ini – bahwa kebanyakan teman yang kudapatkan berasal dari komunitas yang kumasuki, misal sekolah, kuliah, kos, dan bekerja dimana kemudian ketika aku lulus sekolah/kuliah atau keluar dari satu tempat kos/kerja maka berhenti pula lah hubungan pertemanan, meski tidak semuanya  -- aku jarang merasa perlu meluangkan waktu yang khusus bersama teman karena toh kita bertemu di kampus/kantor.


Ketika aku bekerja di sebuah uni swasta di Semarang, aku dan rekan kerja lumayan sering juga hang out bareng dimana they were all still single hanya aku yang sudah double. Untuk hangout (sekedar piknik kecil-kecilan keluar kota) aku selalu menyertakan Angie kecil dimana tak ada satupun rekan kerja yang komplain karena Angie yang selalu manis dan tidak merepotkan.


Tatkala aku kuliah di American Studies – di luar kota yang notabene berarti aku tinggal jauh dari keluarga, sehingga serasa ‘pure single’ – aku masih sering jalan bareng dengan teman (kuliah) di luar jam kuliah meski itu pun tetap untuk urusan pergi ke perpustakaan, toko buku atau ke dosen pembimbing tesis yang notabene tetap berhubungan dengan kuliah.


Lulus kuliah kembali ke Semarang dimana kebetulan kemudian aku quit dari uni swasta dimana aku sempat menjalin hubungan akrab dengan beberapa teman. Yang satu pindah keluar negeri, yang satu ke Malang, yang satu lagi tetap di Semarang, namun dia sibuk dengan keluarganya mana suaminya tidak memberinya keleluasaan untuk melakukan kegiatan tertentu yang tidak ada hubungan langsung dengan pekerjaan.


Practically aku mulai merasa friendless but my diary, my blogs and Lovely Star. Kehidupanku hanya bekerja dan bekerja. Sesekali hanging out dengan Angie. Aku benar-benar menjelma menjadi the homebody type.


Ketika mulai berinteraksi dengan komunitas b2w, aku mulai (lagi) mengenal kehidupan lain selain bekerja dan hangout bersama Angie: bersepeda. Jika sebelum berbike-to-work sepulang kerja aku langsung pulang ke rumah, setelah itu aku mulai sering kelayapan di jalan-jalan Semarang: city night ride. Merupakan suatu kebetulan jika seorang teman yang pindah ke Bandung pada tahun 2003 untuk mengikuti suaminya melanjutkan kuliah, pada tahun 2008 dia bersama keluarga pindah ke Jogja dimana suaminya mendapatkan pekerjaan. Aku pun mulai merasa perlu dolan keluar kota, my second hometown, Jogja. J Jogja dekat dari Semarang dan I am quite familiar with it karena pernah tinggal disana selama sekian tahun.

Beberapa bulan terakhir ini aku kembali dikaruniai (lebay! LOL) seorang teman yang kedekatan kita berdua membuatku serasa kembali seperti ketika aku masih berusia belasan tahun. Teman yang bersamanya kita akan melakukan hal-hal yang kita ingini tanpa ada kekangan “a married woman is supposed to bla bla bla ...” atau dalam kasusku yang seorang single parent “a mother is supposed to bla bla bla ...” Jika kebetulan kegiatan bersepeda yang mempertemukan kita ya bersepeda bersama kemana-mana yang ingin selalu kita lakukan. Mungkin tak perlu jauh-jauh kembali ke masa usia belasan tahun, kembali saja ke masa aku kuliah di American Studies beberapa tahun lalu, dimana ketika berada di Jogja aku adalah seorang single – without a kid – hingga aku tak perlu merasa tidak nyaman ketika melakukan ini itu bersamanya.

Meski jarak usia kita lumayan besar: 20 tahun. Untunglah dia selalu lupa – atau pura-pura lupa ya – bahwa usianya 20 tahun di bawahku. J Kelupaan yang membuatnya merasa nyaman-nyaman saja berinteraksi denganku, tanpa perlu merasa ‘pekewuh’ yang sering menimpa orang-orang di kultur Timur bahwa yang muda harus menghormati yang tua; yang tua harus memberi contoh yang baik ke yang muda. Hihihihi ... yang penting kita saling sayang deh. :-D

If only this friend of mine were a guy, perhaps I would marry him. LOL. Namun karena dia adalah seorang perempuan, maka jadilah kita “a real friend in need is a friend indeed.“


Kembali ke serial “Sex and the City” dimana friendship keempat perempuan cantik itu tetap kokoh terjaga meski mereka telah menikah maupun memiliki anak, bukankah aku pun layak menikmati friendship yang sedemikan rupa? And my beloved Lovely Star telah menginjak usia duapuluh tahun hingga dia tidak selalu butuh kusiapkan makanan, dlsb setiap hari. I will always be a loving mother for her no matter with whom I have friendship and do anything with my bestest one.


P.S.:
Dedicated to my sweetest and loving Ranz. Let us go bikepacking anywhere we want.

No comments: