Search

Wednesday, August 25, 2010

Email yang tak pernah sampai



Kekasihku,
Barangkali email ini tidak akan pernah kukirimkan kepadamu karena sebenarnya aku hanya ingin berbincang dengan diriku sendiri. Aku ingin berdiskusi dengan bulan dan bintang, dengan angin yang berhembus kencang tatkala kukayuh kuat-kuat pedal si ‘orange’, mungkin juga dengan nyamuk-nyamuk yang tak henti-hentinya ingin mencumbuku bahkan kala Semarang disergap hawa dingin yang tak lazim, dengan detik jam ... tentang dia.

Dia yang nampaknya tak kan pernah kupahami. Dia yang mendadak hadir dalam hidupku, begitu mendadak hingga terkadang terasa laksana angin typhoon menyambar memporak-porandakan hari-hariku. Dia yang acap kali kupikir hanya hadir dalam angan-anganku, hasil dari rekaan dan ciptaan seseorang yang merindukan seseorang yang entah seperti apa wujud, sikap, dan sifatnya.

Sebagian sisi hatiku menginginkan ia segera datang, untuk segera mengabarkan bahwa dia benar-benar berwujud nyata, tidak hanya sosok virtual yang satu kali terasa begitu absurd keberadaannya, semesta rasa yang dia pernah tawarkan untukku secara utuh nampaknya hanya ada dalam negeri dongeng, namun pada satu kali yang lain aku merasa bahwa memang dia benar-benar nyata, meski wujudnya tak tersentuh, hanya hembusan angin yang mengirimkan desah suara dan nafasnya yang dengan ajaib terasa begitu hangat di wajah serta hatiku, juga seluruh pori-pori tubuhku.

Namun sebagian sisi hatiku yang lain tidak yakin untuk menginginkan kevirtualannya memudar: dia keluar dari hologram dan mewujud utuh agar bisa kupeluk erat-erat, agar terpuaskan segala damba yang semakin hari semakin tak terelakkan. Aku tidak yakin apakah aku akan benar-benar menginginkannya keluar dari otak dan hatiku karena aku khawatir bahwa dia akan menjelma sosok yang tak seperti yang kureka dan kucipta selama ini.

Kekasihku,
Jikalau saja hidup tidak ber-evolusi, kalau saja sebuah momen selamanya dapat menjadi fosil tanpa terganggu, kalau saja kekuatan kosmik mampu stagnan di satu titik, maka ... tahukah engkau detik yang manakah yang kan kupilih? Satu detik saat aku tahu bahwa dengan suka rela dia akan selalu mendukungku untuk menjadi aku yang benar-benar aku, seorang sekuler yang hanya setengah-setengah (karena betapa mozaik-mozaik kenangan masa kecil itu masih saja mencengkeram kuat otak bawah sadarku, tak peduli betapa kuat usaha pembangkangan telah kulakukan untuk menjadi seorang agnostik), seorang feminis yang ternyata hanya garang dalam rangkaian-rangkaian kalimat di atas kertas; sebuah dukungan yang akhirnya membuatku sadar bahwa dia menyayangiku, karena apa pun adanya diriku, dia akan senantiasa berada di sisiku!

Namun engkau tahu kekasihku, hidup ini terus menerus bergerak, tanpa henti. Realitas terkadang berubah dengan dahsyat bahkan dalam hitungan detik.

Dan aku pun mulai takut. Takut untuk berkata jujur kepadanya : bahwa aku bahkan telah memikirkannya dan menginginkannya seribu kali lebih sering dibandingan dia memikirkanku dan menginginkanku. Namun juga takut jika ternyata realitas benar-benar akan bergeser; padanya, juga pada diriku sendiri.

Dan semua ini satu saat nanti hanya akan menjadi sejarah belaka. Sejarah dalam hidupku, jua sejarah dalam hidupnya.

Kekasihku,
Hingga di akhir email – yang mungkin juga tak akan pernah aku kirimkan kepadamu, dikarenakan kekhawatiran yang jika datang tak pernah memberi penjelasan mengapa – tentunya engkau pun akhirnya tahu bahwa dia yang selama ini menghuni lubuk hatiku terdalam, adalah ENGKAU.

PT56 22.10 240810

----------------------------------------------

Inspired by Dee's "Surat yang tak pernah sampai"

No comments: