Search

Monday, October 22, 2007

My dear Motorcycle

Aku super heran dengan motorku yang rada ajaib (kayak yang punya kali. LOL.) Gimana ga heran, setahun yang lalu, tak pernah kubawa ke bengkel sekalipun, namun tak pernah sekalipun dia membuatku repot, karena mogok misalnya. Busi pun ga pernah kuganti. Sakti kan? LOL. Paling-paling yah ... cuma nambah angin untuk bannya.
Nah, sekitar bulan Juli lalu motor akhirnya kubawa ke bengkel setelah beberapa minggu sebelumnya sempat mogok sejenak, meskipun setelah kuganti businya dengan yang baru, motor langsung hidup lagi, dan dengan setianya mengantarku kemana-mana lagi. Akhirnya motor kubawa ke bengkel setelah adikku ngomelin aku, “Kamu tuh kebangeten. Motormu setia banget padamu, kamu cuma mau menaikinya doang. Tapi ga mau membawanya ke bengkel.” (Udah untung yah aku mau menaikinya? Berapa banyak orang yang ngantri minta kunaiki tapi kucuekin? Wakakakaka ... Ssssssttt .. dilarang parno meskipun bulan Ramadhan telah usai. LOL).
Setelah bulan Juli yang lalu, awal bulan September kemarin motor kubawa ke bengkel lagi, karena kebetulan ban luar roda belakang perlu diganti, sekaligus servis dan stroom accu.
Kalau dihitung-hitung, motor perlu kubawa ke bengkel lagi paling cepet bulan November lah kupikir, karena motor jarang kunaiki ke satu tempat yang jauh. (aku bukan tipe orang yang suka keluyuran kemana-mana. Kegiatanku setiap hari hanya mengantar anak semata wayangku ke sekolah, menjemputnya, trus ke kantor. Jarak rumah ke sekolah Angie, sekitar 3 km. Jarak rumah ke kantor juga cuma sekitar 3 km. Oh yah, selain itu, ke Paradise Club fitness center, mungkin ya sekitar 3-4 km. Warnet tempatku online untuk blogging, milising, dan chatting dengan Abangku seorang juga berada di daerah yang sama.) Namun ternyata perhitunganku meleset.
Hari Kamis sore 18 Oktober 2007 sekitar pukul 18.15, seusai berenang, motorku mogok dalam perjalanan pulang. Aku yakin pasti businya harus diganti karena sekitar 10 hari sebelumnya, waktu hujan turun deras, aku sedang dalam perjalanan pulang dari kantor, sempat terjebak banjir. Mungkin busi kena cipratan air waktu itu. Cukup ajaib pula kalau ternyata motorku masih bisa bertahan selama kurang lebih 10 hari setelah kejadian terjebak banjir itu.
Setelah menuntun motor (bayangkan, aku kalah gede dibandingkan motorku LOL), selama kurang lebih 2 km (bayangkan lagi, aku memakai rok panjang hitam, jaket yang lumayan tebal, sandal jepit, plus tas punggung berisi baju berenang, handuk, dll), akhirnya aku menemukan sebuah bengkel buka. Alhamdulillah ... Tanpa ba bi bu, aku langsung bilang ke pemilik (atau pegawai ... atau apalah) bengkel, “Busi Pak...”
Si pemilik segera mengambilkan busi dan menyerahkannya kepadaku.
Aku tidak mengatakan apa-apa selain menunjuk ke arah motorku. Dia langsung bertanya, “Sekalian dipasang?”
“Iya ...” wah ... not a bad body language, eh? LOL.
Setelah busi diganti, motor langsung bisa nyala setelah distarter. Syukurlah ...
*****
Namun tiba-tiba motorku ga mau distarter lagi keesokan harinya, Jumat 19 Oktober 2007 seusai aku ngenet (sepulang dari kantor). Si Bapak pemilik warnet yang (ternyata) baikan, langsung menawarkan jasa untuk menstarterkan motor, dengan alasan, “Eman-eman sepatunya mbak, kalau dipakai untuk starter motor nanti cepat rusak.” (FYI, aku memakai sepatu boots hitamku yang memiliki hak setinggi (cuma) 5 cm.) Namun ternyata jasa baiknya tidak disambut baik oleh motorku yang sedang ngambek (kayak Abangku yang sedang ngambek saat ini. LOL.) Mesin motor tetap saja ga mau nyala meskipun telah ada 3 orang yang membantu menstarternya. Busi juga dicek lagi, meskipun aku sudah bilang kalau busi barusan ganti satu hari sebelumnya.
Aku yang merasa ga enak karena ngerepoti banyak orang, akhirnya bilang, “Sampun Pak, dalem beto wonten bengkel kemawon. Wonten bengkel caket mriki to nggih?” Kebetulan memang letak warnet yang satu ini dekat dengan bengkel tempat aku membeli busi satu hari sebelumnya. Akhirnya si Bapak itu mengalah, ga lagi ngotot untuk bisa membuat mesin motorku nyala. LOL.
But ... it was not my lucky day.  Abangku ngambek, motor ngambek, eh, bengkel ngambek pula, LOL, alias tutup. Aku langsung berinisiatif menuntun motor ke arah rumah, karena seingatku sepanjang jalan Indraprasta itu ada beberapa bengkel. Bayangkan keadaanku waktu itu, memakai rok panjang hitam, blazer hitam, kalung pemberian anakku tersayang, sepatu boots berhak 5 cm, membawa tas punggung mungil berisi the cutie, buku, dll. Dalam perjalanan, aku ternyata sempat “menarik perhatian” beberapa orang. Ada dua orang laki-laki yang dengan sengaja berhenti, menyapaku, “Mogok mbak?” dan dengan sok pahlawan menawariku untuk melakukan sesuatu. LOL. Misal: mencoba menstarterkan motor, ngecek busi, nanya apakah aku bawa peralatan di bawah jok motor. Setelah gagal, mereka menawariku untuk mendorong motorku. Caranya begini, motorku dan motornya berjalan bersisian. Dia akan menarik motorku sembari menaruh kakinya di knalpot, atau bagaimanalah, yang penting motorku mau jalan, tanpa aku menuntunnya. Namun dengan simple kujawab, ”Waduh ... kulo mboten wantun menawi ngoten.” Akhirnya mereka (keduanya menawari hal yang sama, dalam waktu yang berbeda. Heran, kok mereka bisa punya ide yang sama yah?) pun meninggalkanku sembari bilang, “Nyuwun ngapunten mbak nggih, kulo tak rumiyin...” dengan sorot mata yang kuterjemahkan, “I do want to help you, but I cannot.” LOL.
Dan aku pun heran ternyata masih ada juga orang yang baik hati begitu? Atau aku memang terlalu merasuk ke dalam my individualistic lifestyle sehingga perlu merasa heran dan hostile tatkala ada orang asing menawarkan jasa baiknya kepadaku?
Dalam perjalanan pulang masih banyak orang yang menyapa, “Mogok mbak? Bisa saya bantu?” namun aku cuma tersenyum (entah manis entah pahit entah kecut LOL) sembari meneruskan perjalanan. Well, kira-kira aku berjalan sembari menunton motor sekitar 2 km. Capek sih engga, tapi yang kukhawatirkan adalah telapak kakiku yang mungkin akan lecet karena aku memakai high-heeled boots. Betapa lega ketika aku sudah memasuki kompleks Pusponjolo. Lebih lega lagi setelah sampai rumah tentu.  dan ternyata telapak kakiku ga lecet. Kalau lecet repot lah ke kantor. Sepatu ketsku yang berwarna hitam rusak, yang ada cuma high-heeled shoes plus boots, yang tentu akan semakin memperparah lecet.
Sekarang hari Sabtu 20 Oktober 2007 pukul 19.20. Aku belum sempat bawa motor ke bengkel. Tadi pagi ngajar pukul 08.00-12.00, aku dipinjami motor adikku terkecil yang kebetulan ga pergi kemana-mana. Setelah pulang, makan siang, aku berangkat lagi ke kantor naik bus. Jadi bernostalgia waktu sering pulang pergi ke Jogja.
Pulang dari kantor naik bus. Waktu turun dari bus, memasuki jalan Pusponjolo Tengah aku memang berniat untuk jalan kaki saja, ga naik becak (waktu berangkat aku ya jalan kaki), lumayan berolah raga, jalan kaki kurang lebih 10 menit naik high-heeled boots. LOL. Namun, waktu turun dari bus, seorang tukang becak menawariku, aku langsung menggelengkan kepala, sembari bilang, “Mboten Pak...” pas waktu itu aku menatap matanya, dan kulihat sinar kekecewaan di sana.  Aduh ... Tapi masak setelah bilang, “Mboten Pak...” aku balik lagi dan meralat, “Nggih pun Pak...” kok aku ya merasa ga nyaman? Kok jadi plintat plintut? (Betapa aku memang sering merumitkan masalah yang sebenarnya ga rumit-rumit amat. :)) Walhasil, selama berjalan sampai rumah, di pelupuk mataku terus terbayang sorot mata dengan sinar kekecewaan itu. I was unhappy. :(
PT56 19.40 201007

No comments: