Search

Saturday, February 21, 2009

Blind Date

Well, actually it was not really a blind date since this friend of mine has seen my picture on the net. Salahe dewe sok narsis nampang di internet di mana-mana, buka blog di mana-mana, juga posting foto di mana-mana, etc. LOL. But I myself was really in the dark what he looked like.

Teman yang satu ini ketiban sampur kuberi nick ‘si preman’. (FYI, kalo aku curhat ke Abangku about some friends of mine, dia kemudian memberi nick to some of them; such as ‘si miner’ (karena bekerja di a mining company), ‘si ningrat’ (karena mengaku sebagai keluarga kraton Surakarta), ‘si winner’ (karena menjadi a pro chess player and became the winner in some championships), dll. Mengapa temanku yang satu itu diberi nick ‘si preman’ oleh Abang? Pokoknya ada deh latar belakangnya.

Aku pertama kali bertemu ‘si preman’ di bulan September 2005 di dunia maya, cukup lama kan? (Dia sendiri lupa. Namun tentu aku tidak akan pernah lupa. Penyebabnya sangat jelas: aku ujian tesis tanggal 23 Desember 2005, wisuda tanggal 25 Januari 2006. aku berkenalan dengannya tatkala tesisku sudah tinggal selangkah lagi disetujui the second advisor.) Tapi selama lebih dari tiga tahun, kita belum pernah bertemu in person. Dia mengaku lahir di Semarang, but telah meninggalkan Semarang lebih dari 7 tahun.

Sejak pertama kali berkenalan, dia lumayan rajin menelponku. Apalagi kalo ada telpon yang bisa dia pakai gratis, bakal dia menelponku berjam-jam, ga peduli aku capek dan ngantuk. But berhubung dia suka melucu sehingga membuatku tertawa terbahak-bahak, aku ya ga bisa menolak telponnya. Satu hal yang dia kadang sebel padaku, aku ga pernah sekalipun menelpon dia balik. LOL.

“Baru kali ini aku rasanya perlu ngejar-ngejar cewe. Padahal biasanya kalo aku berkenalan dengan cewe, cewe itu yang akan terus menerus menelponku.” Komplainnya. Namun seperti biasa, aku hanya tertawa mendengarnya.

“Itu karena aku merasa tidak perlu menelponmu. Ya ngapain juga aku menelponmu?” aku ngeles, yang membuat dia semakin kesal. LOL.

“Mana ga pernah sms duluan lagi. Selalu inisiatif sms datang dariku,” komplainnya lagi.

Dan seperti tadi, aku pun hanya tertawa. Rasa-rasanya di telingaku suaranya yang tidak merdu itu justru membuatku selalu kepengen tertawa. LOL.

Padahal aku ga merasa dia mengejar-ngejarku dengan telpon-telponnya yang bertubi-tubi di awal kita berkenalan. Semakin lama tentu dia semakin jarang nelpon. Mungkin kapok. LOL. Tapi meski aku ga pernah menelponnya balik, aku selalu ramah kalau ditelpon, karena aku selalu merasa terhibur dengan suara jeleknya. Kalau dia menelponku dengan nomor yang aku ga kenal, aku bertanya, “Ini siapa ya?” dia akan menjawab, “Ngono ya, lali po karo suaraku?” aku akan langsung mengenalinya dan berkata, “Oh, si pemiliki suara jelek! Piye kabare? Wes entuk pacar anyar rung?” LOL.

Sebenarnya setelah kita berkenalan, dia sudah beberapa kali berkunjung ke Semarang, hanya ga pernah menghubungiku, karena sibuk dengan jadualnya sendiri. Dia akan menelponku setelah dia balik ke kota tempat dia bermukim (either Jakarta or Bandung).

“Aku barusan dari Semarang bulan lalu...”

Aku semula cuek aja dengan penuturan itu, paling nanya, “Kok ga menghubungiku?” Namun beberapa minggu lalu waktu dia mengatakan hal yang sama, aku bilang, “Kalo sudah berlalu kunjunganmu ke Semarang, ga perlu lapor ke aku lah. Kenapa kamu ga nelpon untuk bilang kamu bakal ke Semarang tanggal sekian sampai tanggal sekian. SEBELUM kamu ke Semarang. Dan bukannya SETELAH itu.” To my surprise, dia jawab, “Aku akan pindah balik ke Semarang.”

And to my more surprise, semalam, Kamis 19 Februari tahu-tahu dia sms,

“Mau ketemuan ga entar malam? Kalo ga sibuk?”

Weleh, akhirnya aku bakal ketemu si preman toh? LOL. (What will my Abang comment if he knows? “Ternyata dia belum berlalu dari hidupmu toh Nduk?” LOL.)

Waktu dia nanya aku mau ngajak ketemuan di mana, aku ajak dia ke ‘mabes’ b2w Semarang, di Jalan Pahlawan.

“Kita ketemu cuma mau ngobrol-ngobrol atau mau jalan-jalan entar? Aku mumpung ada motor nih.” tanyanya.

“Entar aku datang naik sepeda. FYI, aku gabung komunitas bike to work Semarang sekarang.” jawaban yang ga nyambung? LOL. Ya nyambung sih, cuma terlalu jauh, pake muter dulu sampai ke Jogja, padahal kepengennya ketemuan di Secang. LOL.

Dia tidak menunjukkan surprise waktu membaca smsku itu.

But waktu akhirnya ketemuan (ga jadi di ‘mabes’ tapi di halaman masjid Baiturrahman), dia sempat bengong juga melihatku naik si ‘orange’, mana lengkap dengan helm sepeda. Dia menatapku dari kepala sampai ujung kaki. Imagine: dia datang dengan busana rapi, kemeja hitam, celana jeans warna coklat, sepatu bagus, dan berbau wangi. Aku? di kepala bertengger helm sepeda, T-shirt biru, celana training hitam, tas b2w bertengger di punggung, sepatu kets dan kaos kaki putih. Plus, aku tentu tidak berbau wangi, karena gowes muter-muter, sampai ke Undip (dari Tendean ke Simpanglima terus ke Imam Barjo), tatkala dia bilang akan datang terlambat. I was a bit sweaty.

He did not look like what I imagined. Gimana ya? kayaknya kita ga bisa meninggalkan kemungkinan kira-kira teman baru kita itu seperti apa. Ya kan? Dia pernah bilang bahwa dia ga ganteng juga ga jelek. Biasa aja. But suaranya yang tidak merdu itu langsung kukenali, “This is si preman. Yang selama ini hanya kukenal lewat suara.”

Dan seperti tatkala kita berbincang lewat telpon, ngobrol dengannya selama kurang lebih satu jam pun aku tertawa ngakak melulu. Contoh: waktu dia nawarin aku minuman,

“Kamu doyan teh botol kan Na?”

Aku langsung tertawa. Kalimat yang dia pilih bagiku sangat lucu. LOL.

Sewaktu dia kembali dan membawa dua buah gelas es teh, aku bertanya,

“Katamu teh botol?”

“Botolnya kusimpan di celana.” Jawabnya.

Wakakakakaka ...

Waktu aku mulai menyeruput teh, sambil masih menyimpan tawa, dia bilang,

“Ati-ati, entar kamu keselek.”

Aku ngakak lagi.

Waktu aku mengingatkannya kita berkenalan udah lebih dari tiga tahun, dan dia rada ga percaya, akhirnya dia berkata,

“Ga nyangka ya? Ternyata persahabatan kita telah terjalin begitu lama. Persahabatan yang agung.”

“Agung sopo?” tanyaku.

“Agung Wicaksono,” jawabnya. LOL.

“Bukan Agung Tridjajanto?” tanyaku, menawar.

“Mboh, aku ra kenal.” Celetuknya. LOL. LOL.

Tapi aku sempat rada tersinggung waktu dia menatapku dan sepedaku dengan sorot mata yang tidak percaya, sembari berkata, “Zaman saiki kok yo ono yo sing gelem numpak pit mangkat kerjo?”

“Wah, bukannya di Jakarta banyak?” kataku.

“Aku rung tau weruh Na.” Jawabnya. “Aku ngerti sih istilah bike to work. Tapi sak ngertiku wong-wong ning luar negeri kono. Kok yo gelem men to yo yo ngonthel.”

Aku langsung cemberut dan ngomel, “Bukannya kamu seharusnya appreciate? Para b2wers telah membantu mengurangi polusi udara dan menghemat penggunaan BBM?”

“Lah ya tentu aku appreciate dong Na. Aku belum tentu mau kok nggowes. Cuma aku heran, kok kamu mau melakukannya.”

FYI, dia rada gaptek. LOL. Jadi tentu dia ga pernah ngikutin ‘perkembangan’ dalam hidupku, karena dia tentu ga pernah berkunjung ke blog-blogku, termasuk untuk mengetahui bahwa aku seorang bike-to-worker sekarang. Setiap kali dia menelponku, dia bercerita hal-hal yang ringan dan lucu, yang membuatku tertawa terbahak-bahak. Yang konon selalu membuatnya kepengen menelponku. “Membuat seorang teman berbahagia itu pahalanya banyak loh Na.” Katanya selalu. LOL.

Meskipun dia kuberi nick ‘si preman’ (lebih tepatnya, Abangku yang ‘menemukan’ nick itu untuknya), dia sering bertanya apakah aku sudah shalat, kalau dia menelponku pas jam shalat.

“Jelek-jelek begini, aku ga pernah ninggalin shalat Jumat dan shalat lima kali sehari. Untuk ‘menyeimbangkan’ dosa-dosa yang sering kulakukan,” katanya, gemblung, tapi sok innocent. LOL.

Pernah untuk ‘nasehatnya’ ini kujawab, “Aku super jarang melakukan dosa-dosa seperti yang sering kamu ceritakan kepadaku itu. Atau bahkan hampir tidak pernah. Itu sebabnya ga papa dong kalau aku ga serajin kamu shalatnya?” wakakakaka ...

A friend is a friend. Meski aku bukan selalu merupakan tipe seorang teman yang friendly, tapi dengan beberapa orang tertentu, aku adalah orang yang hangat. Si preman ini salah satu teman yang akan membuatku merasa comfortable.

Dia yang berinisiatif untuk mengakhiri obrolan kita karena dia sudah ga tahan untuk tidak merokok. “Ga enak juga ya hang out dengan orang sehat?” katanya. LOL. “Ga bisa merokok. Kemana-mana naik sepeda.” LOL. LOL. Sebenarnya aku tidak melarangnya merokok, namun lebih dia appreciate me, ketika aku bilang, “Kalau mau merokok, jangan duduk di sampingku, please.”

Di tulisan ini, dengan nyaman aku tetap menyebutnya dengan ‘si preman’. Dengan kegaptekannya, LOL, tentu dia tidak akan membaca postinganku ini. But the same as the way he appreciates me, I also appreciate him, our friendship.

PT56 00.00 210209

No comments: