Search

Sunday, January 04, 2009

Menghindar ...

“Why invisibile?”
Tanya seorang teman tatkala out of the blue kusapa di YM, sementara dia tidak melihat nick-ku ‘menyala’ yang menunjukkan aku sedang online.
“Agar tidak dikerubuti para fans yang bejibun nungguin aku nongol di YM,” jawabku selalu. LOL. Bukannya sok ngetop nih, tapi di list YM ku ada ratusan ID orang. Sebagian kecil dari ratusan ID itu aku mengenalnya dengan baik. Misal, a good friend living in Holland, another good friend staying in Ohio now to pursue her study, a best friend living in NZ, some friends from b2w Semarang. Sebagian lain orang-orang yang mengetahui nick (maupun ID)ku dari blog dan sengaja ‘invite’ aku karena kepengen berdiskusi tentang beberapa artikel yang kutulis. Yang lain, entah darimana mereka mengetahui ID ku dan invite. Aku super jarang menolak invite semacam itu, karena kok aku jadi merasa ‘sok’ banget. Namun akibatnya ya itu, aku selalu ngumpet kalau sedang online di YM.
Ada beberapa alasan mengapa aku menghindar:
1. pengalaman buruk di’abuse’ orang, baik lewat sexchat maupun webcam
2. pengalaman buruk menghadapi seseorang yang tiba-tiba menjadi obsesif terhadapku, padahal chat juga baru sekali/dua kali
3. aku selalu sibuk berkonsentrasi ke blog jikalau sedang online, atau membaca messages yang masuk ke milis-milis yang kuikuti
4. ada sebagian besar dalam sifatku ini sebagai seseorang yang aloof, atau ‘recluse’
5. males beramah tamah dengan orang (nah, ini berkaitan erat dengan alasan nomor 4)
***
Beberapa minggu terakhir ini aku sedang membaca MISSING MOM tulisan Joyce Carol Oates. Tokoh utamanya bernama Nicole Eaton (or Nikki for short), seorang perempuan berusia 31 tahun, single, bekerja sebagai journalist sebuah surat kabar. Ibunya terbunuh oleh seseorang yang dipekerjakan oleh ibunya itu sebagai seorang tukang yang memperbaiki ini itu di rumah. (Nikki tinggal di tempat lain. Ibunya tinggal seorang diri di rumah.)
Kemarin aku tiba di bagian ‘avoiding (I)...’. Nikki menulis mengapa orang-orang menghindarinya beberapa bulan setelah peristiwa pembunuhan itu. Tetangga. Teman gereja ibunya. Sobat lama Nikki tatkala duduk di bangku sekolah. Termasuk keponakannya sendiri, anak kakaknya. (Nikki has one elder sister.) Nikki tidak paham mengapa orang menghindarinya? Bahkan orang-orang yang di saat pemakaman menangis, sembari memeluk Nikki erat-erat. Mereka terlihat begitu ‘shocked’, tidak percaya peristiwa sekeji itu terjadi kepada seseorang yang begitu baik.
Mengapa orang-orang menghindari Nikki?
Mungkin mereka lama-lama lelah menunjukkan simpati.
Mungkin mereka sudah tidak tahu lagi apa yang harus dikatakan tatkala bertemu dengan Nikki.
Mungkin mereka tidak tahu lagi bagaimana menghibur Nikki.
Padahal Nikki sendiri sudah tidak ingin ‘dikasihani’ lagi.
Padahal Nikki sendiri sudah tidak ingin diberi tatapan mata, “I know how you feel. Your mother was murdered by a man, only because he wanted your mom’s credit card.”
Padahal Nikki sendiri sudah ingin hidup layaknya orang lain, yang tidak mengalami peristiwa pembunuhan pada salah satu anggota keluarganya, not to mention the mother.
***
Aku jadi ingat pertanyaan Angie, ketika her ex-boyfriend menghindari bertatapan mata dengannya. “Why should he avoid me, Mama?” padahal mereka berpisah dengan baik-baik. (I mean, dua-duanya setuju mengakhiri hubungan mereka dengan baik-baik. Bukan karena ada pihak ketiga. Apalagi keempat.)
“Perhaps he was just awkward to you, honey. He did not know how to behave in front of you?” jawabku.
“Why should he?” cecar Angie.
“Malu kali. Kan dia anaknya pemalu?” sambungku.
“Mengapa dia malu hanya kepada Angie?” kejar Angie.
“Because he still loves you.” jawabku, sekenanya.
LOL.
Wajah Angie pun bersemu merah. LOL.
Aku juga jadi ingat komplain Angie ketika a neighbor yang kebetulan teman Angie waktu duduk di bangku TK tiba-tiba menutup kaca helmnya, tatkala akan berpapasan denganku dan Angie. Aku akan mengantar Angie sekolah. Dan teman Angie itu pun akan berangkat sekolah. (dengan arah berlawanan.)
“Why should he avoid looking into my eyes?” komplain Angie.
“He is shy to you.” Jawabku.
“We are friends, Mama. You know that. Why should he be shy to me? Only to look into my eyes, only for some seconds?” komplain Angie lagi.
“He has a crush on you, maybe?” jawabku.
“Mama suka ngaco jawabannya!” seru Angie. LOL.
“Who knows, honey? Only God knows?!?”
Dan Angie pun memonyongkan bibirnya. LOL.
***
Tatkala mengurus surat pindah dari Bulustalan ke Pusponjolo, satu hal yang paling tidak kusukai, sehingga pengennya sebisa mungkin kuhindari, adalah meminta surat keterangan dari Ketua RT dan pihak kelurahan, karena biasanya akan terjadi tanya jawab yang lebih cenderung investigasi, yang membuatku seolah-olah menjadi pesakitan.
Namun sebagai warga negara, aku WAJIB memiliki KTP, juga surat KK. (Sekarang juga tambah NPWP ya? Masih untung NPWP diurus di kantor, jadi tidak ada ‘investigasi’ yang senantiasa membuatku merasa seorang kriminal.) Saking segannya berurusan dengan aparat RT dan kelurahan, sering aku memimpikan hidup seperti Christopher McCandles, tokoh utama dalam film INTO THE WILD. “Live in the wild. Away from mean society.” Atau Henry David Thoreau yang meninggalkan kehidupannya di kota untuk tinggal di sebuah hutan, seperti yang dia tulis dalam WALDEN, yang menginspirasi seorang Christopher McCandles.

Do you often have to avoid someone/something?
PT56 12.37 301208

No comments: