Search

Friday, October 06, 2023

DARI NOBAR OFFLINE LAUT BERCERITA

 


Setelah hanya bisa 'ngiler' melihat kota-kota lain mengadakan acara nonton bareng film pendek LAUT BERCERITA, akhirnya kota Semarang pun mendapatkan kesempatannya. FIB Universitas Diponegoro dengan menggandeng toko buku Gramedia, penerbit KPG dan beberapa pihak lain mengadakan nonton bareng ini pada hari Kamis 5 Oktober 2023 di aula FIB Undip. Meski saya kehabisan tempat saat dibuka pendaftaran online, saya tetap diajak anak saya untuk tetap datang ke venue setelah dia melihat flyer event ini yang membuka 'pendaftaran on the spot'.

 

Sesampai venue, saya tidak mengira akan melihat antrian ratusan pengunjung -- sebagian besar dari mereka adalah mahasiswa UNDIP -- yang berbaris rapi di depan pintu masuk aula. Wah, ternyata sebegitu menarik ya film LAUT BERCERITA ini? Entah mereka itu tertarik untuk menonton karena mereka telah membaca novelnya, atau mereka hanya ikut-ikutan kawannya? Apakah mereka benar-benar membaca novelnya dan penasaran melihat bagaimana kisah Laut dkk ini dijadikan film? Atau mungkin ada 'trend' di antara mereka bahwa mereka boleh merasa keren jika telah membaca novel LAUT BERCERITA?

 

Antrian ini dibagi menjadi 3; yang pertama antrian para tamu undangan, yang kedua antrian para pendaftar on the spot, dan yang ketiga antrian mereka yang sudah mendapatkan seat dari mendaftar online. Saya dan Angie yang sampai lokasi sekitar pukul 18.15 kebagian mendaftar dengan nomor pendaftaran no 158 dan 159. tak lama kemudian, pendaftaran on the spot ini ditutup. HORRAAAY! Well, kata panitia sebenarnya semua yang datang akhirnya akan diperbolehkan masuk ke aula untuk turut menonton. Namun karena jumlah kursis di dalamnya terbatas -- menurut prakiraan saya ada sekitar 500 kursi -- bagi mereka yang datang belakangan (terutama yang mendaftar on the spot) dan tidak mendapatkan tempat duduk, harus siap mengikuti acara yang direncanakan berjalan selama 2 jam dengan berdiri.

 

Menurut pengakuan Leila S Chudori -- pengarang LAUT BERCERITA -- semula film hanya akan menggambarkan siksaan yang dialami oleh Laut dkk di penjara di bawah tanah, hanya selama 10 menit. Namun ternyata kemudian sang sutradara  Pritagita Arianegara ingin menambahkan scene-scene lain, misal scene di ruang makan di mana ayah Laut selalu menyediakan 4 piring untuk makan bersama meski Laut sudah lama menghilang, scene waktu Laut menelpon sang ayah dimana sang ayah di rumah sudah disanggongi intel, dan gegara menelpon sang ayah inilah akhirnya Laut tertangkap.; scene Anjani yang masih halu bahwa Laut dan Sunu masih hidup dan bersembunyi somewhere. Di akhir film ada adegan Laut yang diceburkan ke laut, adegan yang paling butuh biaya paling banyak.

 

Dari acara diskusi setelah acara nonton bareng, saya tahu mengapa Leila menulis novel PULANG, LAUT BERCERITA dan novel terbarunya NAMAKU ALAM. Kegelisahannya tentang kejahatan-kejahatan HAM yang terkesan dipetieskan (oleh pemerintah?) membuatnya menulis novel-novel berlatarbelakang kejahatan HAM tahun 1965 dan 1998. Dan bahwa bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa pelupa dan pemaaf kian membuat Leila merasa wajib menulis novel yang akan membuat para generasi penerus tahu apa yang sebenarnya terjadi di dua tahun itu. 

 

Satu hal yang 'surprising' buat saya adalah pengakuan Pritagita bahwa dia sempat merasa takut saat membuat film ini. Takut dia akan diculik dan hilang. Itu sebab dia melibatkan aktor-aktor yang sudah terkenal untuk memerankan Laut (Reza Rahadian), Anjani (Dian Sastro), ayah Laut (Tio Pakusadewo), Lukman Sardi (intel). Jika mereka ini 'mendadak' hilang setelah main dalam film ini tentu akan menjadi pusat perhatian masyarakat. Beda jika yang memerankan tokoh-tokoh utama dalam LAUT BERCERITA ini adalah aktor-aktor yang belum punya nama. They would just disappear and people would not even realize it.

 

Perasaan ini pun menghinggapi saya saat saya menulis diskusi 'Orde Baru versus Orde Jokowi' dan mengunggahnya di blog. Bagi mereka yang pernah merasakan ketakutan saat hidup di masa orba tentu tidak akan mudah lupa begitu saja. Pihak-pihak tertentu yang tidak ingin kehilangan kekuasaan di masa itu benar-benar tidak menghormati hak-hak orang lain, misal, hanya untuk sekedar membaca novel-novel karya Pramudya Ananta Toer, atau membaca puisi=puisi Wiji Thukul. Sebegitu takut mereka akan kehilangan kekuasaan (dan kekayaan) membuat mereka merasa berhak untuk mengambil nyawa orang lain hanya karena sesuatu yang 'sepele'.

 

Selama diskusi, panitia membuka sesi tanya jawab dan memberi kesempatan 5 orang untuk bertanya. Pertanyaan-pertanyaan yang tidak jauh beda dari yang ada di benak saya tersampaikan pada Leila dan Prita: mengapa Leila menulis novel dengan topik sensitif seperti LAUT BERCERITA? Apa tantangan yang dihadapi oleh Prita saat memfilmkan novel LAUT BERCERITA? Bagaimana jika Leila menulis novel yang 'terhubung' dengan kejahatan-kejahatan HAM ini dihubungkan dengan masa kini? Tidak hanya dipandang oleh mereka yang hidup di tahun 1965 maupun tahun 1998.

 

Saya yakin ratusan mahasiswa yang datang pada malam itu tentu lahir setelah tahun 2000, kejahatan HAM hanya mereka kenal sekilas. Apalagi di buku sejarah, yang tertulis apa yang terjadi di tahun 1998 hanyalah: "pada tanggal 21 Mei 1998 presiden Suharto mengundurkan diri", tanpa ada penjelasan apa-apa yang menjadi pemicunya. Ini jika dihubungkan dengan diskusi-diskusi di 'Sekolah Basis 3' di Omah Petroek, kita jadi paham mengapa mahasiswa sekarang hanya berpikir mengapa gerakan mahasiswa sekarang tidak didukung oleh masyarakat, tidak seperti gerakan mahasiswa di tahun 1998.

 

Berbeda dengan negara-negara lain dimana novel-novel yang bertemakan kejahatan HAM diajarkan di sekolah-sekolah sehingga anak-anak itu ngeh apa yang terjadi di negaranya. Di Indonesia, kurikulum sekolah belum memasukkan novel-novel sejenis LAUT BERCERITA sebagai bacaan wajib, apalagi membahasnya di kelas-kelas tertentu.

 

Saya sendiri berpendapat bahwa novel LAUT BERCERITA ini mengingatkan kita bahwa pada satu waktu di negara kita tercinta hanya karena membaca novel-novel karya Pramudya bisa membuat seseorang dijebloskan penjara; satu hal yang tentu tidak pernah terbayangkan terjadi oleh mereka yang lahir setelah tahun 2000.

 

Pertanyaan saya yang sepele: "akankah LAUT BERCERITA dibuat menjadi film layar lebar? Full 2 jam?" ternyata membuat saya dipilih panitia untuk mendapatkan door prize berupa novel terbaru Leila: NAMAKU ALAM. Kalau memang sudah rezeki ga akan lari kemana ya? Leila menjawab pertanyaan ini dengan antusias: sudah ada beberapa production house menawarkan kerja sama untuk membuatnya menjadi film layar lebar. Sementara Prita tidak nampak antusias mendengar pertanyaan saya ini; mungkin dia masih dihinggapi rasa takut.

 

PT56 10.56 6 Oktober 2023

 

No comments: