Search

Tuesday, July 12, 2011

Reuni Perak Alste 1986

geber Reuni perak alste '86

Wah, tak terasa usia telah mencapai angka dua puluh lima tahun lebih dibanding waktu aku lulus SMA di tahun 1986. Itu sebab reuni tahun ini diberi nama ‘reuni perak’ yang bermakna reuni yang diadakan setelah duapuluh lima tahun berlalu.

Sebenarnya ‘embrio’ reuni ini bermula dari sebuah reuni kecil yang diadakan pada tahun 2009, reuni yang terselenggara berkat komunikasi yang terjalin kembali setelah facebook menggaung. Jika dua tahun lalu reuni diselenggarakan beberapa hari seusai Lebaran – dengan harapan banyak yang pulang kampung karena event Lebaran – tahun ini diselenggarakan pada waktu libur kenaikan kelas dengan prediksi banyak teman yang punya waktu luang untuk mengajak anak-anak mereka pulang kampung. Tentu saja hal ini berlaku bagi mereka yang melanglang buana, meninggalkan Semarang. Selain memang setelah diadakan polling di antara mereka yang tertarik untuk datang reuni. Ada tiga pilihan: (a) libur kenaikan kelas (b) libur Lebaran (c) libur akhir tahun.

Honestly, semula aku tidak terlalu bersemangat untuk datang karena satu-satunya ex classmate yang tetap tinggal di Semarang tidak berniat untuk datang. Dua teman lain lagi tinggal di luar kota dan aku tak kuasa mencapai mereka. (Duh!) Itu sebab aku tidak confirm undangan yang telah beredar di efbe selama sekian minggu. (Sorry ya friends? LOL.)

Bahkan semula ada dua rencana lain yang bakal kupilih lakukan tinimbang hadir di reuni: (1) menghadiri kopdar milis yang rencananya diselenggarakan tanggal 25 Juni di Jakarta (2) berwisata ke Karimun Jawa.

Singkat kata, mungkin yang punya kuasa berkehendak aku hadir di reuni perak. (Ugh!) maka dua rencana lain di atas gagal. Maka hadirlah aku di Jalan Pemuda nomor 149 pada hari Minggu 26 Juni 2011. :)

Setelah datang, mendaftar di tempat pendaftaran, mendapatkan nomor untuk door prize dan kaos alumni (huuaaa ... warnanya hitam! I love it!) aku menyempatkan diri beramah-tamah dengan teman-teman yang telah hadir. (swear, memoriku begitu buruk sehingga aku harus membaca nama yang tertera di name tag masing-masing untuk menyapa balik. LOL.) Aku sih gampang saja mengingatkan mereka kembali, dengan ‘hanya’ menyebutkan identitas, “Nana – jurusan Bahasa.” HANYA ADA SATU NANA DI JURUSAN BAHASA ANGKATANKU. Hihihihi ...

Acara pertama adalah jalan sehat, menyusuri rute waktu berolahraga pada zaman SMA dulu. Zaman Angie, rute ini disebut ‘MIB’ (baca รจ em ai bi) alias ‘muter Imam Bonjol’. Aku yang sengaja datang dengan mengendarai Snow White, mengikuti jalan sehat ini dengan naik Snow White. LOL. Disorakin teman-teman cuek aja lagi. Hohoho ... Namun mereka ternyata tak kuasa menahan panas sinar mentari (padahal baru sekitar pukul delapan loh), mereka tidak menyelesaikan etape dengan ‘jujur’. Mereka kembali masuk ke gedung SMA 3 lewat pintu belakang, tidak muter sampai Tugumuda, dan masuk jalan Pemuda kembali. (Zaman aku duduk di bangku SMA dulu, pintu belakang ini dibuat ‘mati’, tak bisa dipakai untuk masuk.) Aku yang naik Snow White malah kembali ke gedung sekolah paling belakang, karena aku asik mengitari Jalan Pemuda bolak balik yang kebetulan pada hari Minggu pagi diberlakukan CFD (Car Free Day). Waktu balik lagi ke sekolah, teman-teman malah sudah asyik menikmati sajian sarapan: soto ayam dengan segala ubo rampenya. Lezat poll! :) Ada juga sajian jajan pasar, (wah, dalam tiga kesempatan yang berbeda, dalam waktu yang tidak terlalu lama, aku menemukan jajan pasar) semacam tiwul, jongko, cethot, dan lain-lain. (aku lupa namanya. Hahaha ...)
jajanan pasar a la Semarang

Usai sarapan, kita mengadakan upacara pembukaan reuni perak. Upacara dipimpin langsung oleh Bapak Soetiman, Bapak kepala sekolah zaman kita bersekolah pada tahun ajaran 1983/1984, 1984/1985, 1985/1986. Beliau mengaku baru menginjak usia yang kedelapanpuluh dua tahun ini, dengan semangat yang masih sama dengan duapuluh lima tahun lalu ketika mencoba mendisiplinkan barisan. Kita pun sempat merinding merasakan kharisma yang tetap beliau miliki. (aku masih ingat, profile SMA 3 Semarang sempat masuk ke sebuah majalah remaja ibukota pada waktu itu, dengan judul, “Diselipin disiplin” di bawah pimpinan Bapak Soetiman.)
Upacara Bapak Soetiman sebagai inspektur upacara

Tiga hal yang beliau pesankan kepada kita, tiga hal yang konon beliau dapatkan dari almarhum ayahanda beliau. “Janganlah kita serakah bondo, serakah ilmu, serakah kuoso.”

 Serakah bondo                                                                                            
Uang memang kita butuhkan dalam hidup ini, namun jangan sampai kita menyiksa hidup ini dengan semata-mata mengejar uang. Jika kita memiliki uang, maka syukurilah dengan mendermakannya kepada mereka yang membutuhkan. Jangan merasa bahwa seluruh uang yang datang kepada kita itu melulu hanya milik kita.

Serakah ilmu
Selalulah usahakan untuk mendermakan ilmu yang kita miliki kepada orang lain, demi kemaslahatan bersama. Jangan pernah berhenti mengajarkan ilmu apa pun yang kita miliki, apalagi demi kemajuan bangsa dan negara.

Serakah kuoso
Janganlah kita sampai menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekuasaan, apalagi sampai menginjak dan menyikut kiri kanan. Karena kekuasaan tak mungkin langgeng selamanya. Hidup dengan memikirkan kebersamaan akan lebih bermakna ketimbang memikirkan mencapai kekuasaan untuk diri sendiri.

Pada prinsipnya Bapak Soetiman ingin mengingatkan kita semua bahwa apa pun yang terjadi setelah duapuluh lima tahun berlalu, janganlah sampai komunikasi dan silaturahmi terputus hanya dikarenakan tiga hal tersebut; perbedaan dalam hal ‘bondo, ilmu, kuoso’. Karena biar bagaimana pun kita semua adalah sama.

Seusai upacara, acara selanjutnya SENAM KESEGARAN JASMANI zaman lapanpuluhan. Wah! LOL. Sayangnya pihak panitia tidak menyediakan satu pun orang yang masih ingat gerakan-gerakan SKJ yang dulu kita praktekkan seminggu sekali, dimana kita harus datang ke sekolah lebih awal dibanding hari-hari lain, demi melaksanakan SKJ. Walhasil, SKJ kita kali ini gerakannya ngawur poll, meski tetap mengikuti musik SKJ yang sama. Hohoho ...

Usai SKJ, acara berikutnya: class meeting. Ada sebagian yang main basket, sebagian lain lagi donor darah, yang lain lagi asyik reuni di masing-masing kelas, mengitari gedung sekolah yang tak lagi seperti dulu, kecuali pendopo utama, ruang guru, dan beberapa ruang kelas yang terletak jadi satu gedung dengan ruang guru: masih berupa peninggalan zaman kolonial Belanda. Gedung-gedung lain telah mengalami perombakan total.

Setelah usai donor darah, keluar ruangan UKS, aku bingung, tak lihat penampakan teman-teman lain. Pada kemana yak mereka? (NOTE: di jurusanku Bahasa, hanya aku yang datang, maka aku pun lontang-lantung sendirian. Xixixixi ... Sebab utama yang membuatku sempat ragu untuk datang.) Karena haus, aku balik lagi ke pendopo utama, mencari minum. Pingin teh hangat yang tadi sempat kuminum buru-buru sebelum upacara. Namun ternyata habis. L perutku masih sangat kenyang, maka tak berniat untuk kembali mencicipi jajan pasar yang masih sangat banyak tersedia, meski otak sih maunya makan lagi. Hohoho ...

Pada waktu itu, aku dapatkan pesan dari Angie, “Ma, ditungguin tante nih. Katanya mau pulang gasik?” Ups ... Adik bungsuku mendapatkan undangan kondangan, yang membuatnya terpaksa ninggalin si baby untuk beberapa jam. Adik yang satu lagi sedang berasyik-masyuk di Karimun Jawa. Di rumah ‘hanya’ ada Angie, her granny, dan the baby. Her granny khawatir kalau the baby bangun, ga ada susu, (aku dengan keukeuh juga menyarankan jangan memperkenalkan the baby ke susu formula dulu, toh the baby’s mom – adik bungsuku – is a housewife, akan sangat jarang meninggalkan baby-nya.) My mom – dengan keterbatasan fisik dikarenakan rematik dan mungkin osteoporosis – hanya bisa menggendong the baby sambil duduk-duduk, tanpa bisa jalan-jalan. Padahal the baby ini rada manja, ga mau hanya digendong sambil duduk-duduk, kecuali kalau dia sedang minum susu.

Aku ga bisa mengikuti rangkaian acara sampai usai!

Setelah nyempatin diri jalan ke area gedung yang paling belakang, akhirnya aku menemui ternyata orang-orang pada berkumpul di tempat ini karena tersedia beberapa jenis makanan khas Semarang – tahu gimbal dan mie kopyok, plus es dawet dan es kelapa muda. Melihat beberapa teman yang mengajak anaknya, waduh, nyesel dah kenapa Angie ga mau kuajak yak? Daripada nyokapnya lontang lantung sendirian? Xixixixi ...

Karena perutku masih terasa full, aku ga ambil makan, hanya memilih minum es dawet.

Aku memutuskan untuk pulang setelah minum es dawet karena bayangin my Mom bakal khawatir merawat the baby sendirian. Angie belum berani ikut menggendong the baby. And you know, ‘kelakuan’ Angie sama dengan anak-anak lain yang (ternyata) ga begitu suka punya adik, usil melulu kepada si baby. Meski dia telah berusia 20 tahun ketika adik (sepupu)nya lahir. Hihihihi ...

Maka, aku pun sneaked quietly from the crowd. PULANG! (Padahal acara utama reuni beramah tamah dengan guru-guru ‘lama’ kita dulu belum juga dimulai. Walikelas jurusan Bahasa datang ga ya? Nyariin ‘anak-anak’nya ga ya? LOL.)

PT56 15.15 260611

No comments: